Kasus Serobot Tanah Oknum Perwira Polisi
Harus Jadi Atesi Kapolda Maluku
KABARTIMURNEWS.COM.AMBON - Termasuk patut dicurigai aset kekayaan diperoleh dengan cara-cara illegal dari Gunung Botak.
Kasus dugaan penyerobotan tanah yang diduga dilakukan oknum perwira polisi yang bertugas di Mapolres Kabupaten Buru, Maluku, Iptu Mardin Hasan, harus jadi atensi Kapolda Maluku, sehingga marwah institusi Polri tetap terjaga.
“Polisi yang presisi harus tetap dijaga. Independensi dan profesionalisme dalam penegakan hukum, tetap dijunjung tinggi. Karena, dimata hukum status semua warga negara sama, termasuk anggota polisi. Artinya, kasus dugaan tindak pidana penyerobatan lahan oleh oknum perwira polisi harus dituntaskan, tanpa tebang pilih,” ungkap Marten Purwaila, aktivis mahasiswa Unpatti, menjawab Kabar Timur, Senin, kemarin.
Dia menilai, ada keanehan dalam penanganan kasus penyerobotan tanah milik keluarga Polanunu, yang disidik oleh Polres Buru dan terlapor oknum perwira polisi setempat. Padahal, lanjut dia, kasus atau pengaduan ini, dianggap sepele.
“Hanya mungkin terlapor seorang anggota perwira polisi, yang juga mapan atau kaya raya, karena miliki aset layaknya seorang pembisnis besar. Dengan status, oknum perwira polisi, kemudian miliki kekayaan, jadi salah satu factor lambatnya penanganan kasus ini,”papar Martin.
Kenapa tadi, lanjutnya, dikatakan laporan atau pengaduan kasus ini dianggap sepele? Kata dia, pertama: Penyidik tinggal memanggil dua pihak, untuk menunjukan bukti-bukti kepemilikan dari lahan atau tanah yang menjadi sengketa.
“Dari bukti kepemilikan berupa sertifikat, lantas diuji guna menentukan otentiknya sertifikat yang dimiliki masing-masing pihak. Apalagi, kepemilikan oknum perwira polisi bukan berupa sertifikat, tapi jual beli dibawah tangan. Sedangkan, keluarga Polanunu, miliki sertifikat yang dikeluarkan oleh BPN,” ungkapnya, seraya mengaku kronologi itu diperoleh dari membaca di Kabar Timur.
Dikatakan, surat jual beli dibawah tangan yang dimiliki oknum perwira polisi Polres Buru juga oleh penyidik harus dipanggil penjual lahan atau tanah kepada oknum polisi itu.
“Harusnya, sebagai anggota polisi yang paham hukum, lebih teliliti dalam melakukan jual beli lahan atau tanah tersebut, sehingga dalam kasus ini penjual tanah kepada oknum polisi itu, juga ikut bertanggung jawab,” bebernya.
Kasus yang sederhana ini, tambah dia, jangan lantas dibuat rumit hanya karena ingin menyelamatkan oknum perwira polisi kaya raya itu.
Selain itu, penyerobotan lahan yang dilakukan oleh oknum perwira polisi itu, sudah diakui yang bersangkutan, dengan meminta Kepala BPN bernegoisasi dengan pihak keluarga Polanunu, meminta lahan tersebut dijual kepada oknum perwira polisi tersebut.
“Itu artinya, penyidik juga bisa meminta keterangan dari pihak BPN, terkait negoisasi yang minta lahan keluarga Polanunu, dijual kepada Iptu Mardin Hasan. Kan, begitu pak, konstruksi dari kasus ini. Tidak rumit, tapi sengaja dirumitkan,” terangnya.
Dia menduga, kerumitan tersebut sengaja dibuat seolah-olah kasus ini berat dan besar, padahal, sebagaimana yang diberitan koran Kabar Timur, ada juga kasus serupa yang terjadi bersebelahan dengan tanah milik keluarga Polanunu, sebelumnya dilaporkan ke Mapolres Buru, hanya hitungan hari sudah bias diselesaikan, tidak seperti kasus penyerobatan lahan oleh oknum perwira polisi ini.
“Anda bias bayangkan, kasus sepele ini sudah berusia lebih dari tujuh bulan, tidak ada progress kongkrit. Sampai-sampai kasus ini dilaporkan ke Propam Polda Maluku. Itu berarti, patut diduga, penyidik atau petinggi Polres Buru, takut mengusut kasus ini,” tambahnya.
Olehnya itu, kata dia, untuk menjaga marwa instutisi Polri, Kapolda Maluku, Irjen Pol Latif Lotharia, memberikan atensi guna menuntaskan kasus ini, dan memerintahkan Propam bekerja intensif menangani kasus oknum perwira polisi itu.
Bahkan, dia meminta Keluarga Polanunu untuk melaporkan masalah ini ke Mabes Polri dan Kompolnas, bila kasus ini terus menerus dibiarkan tanpa pengusutan hanya karena yang dilapor adalah seorang oknum perwira polisi.
Oknum perwira Iptu Mardin Hasan, yang tergolong orang kaya raya di Kabupaten Buru, yang juga memiliki, Hotel, Gedung Pertemuan, kolam renang dan bisnis karoke ini, kekayaannya patut diduga mengalir dari bisnis di Gunung Botak.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, kasus dugaan penyerobatan lahan atau tanah milik warga oleh oknum perwira polisi ini diusut lambat, tidak seperti kasus-kasus serupa yang terjadi di daerah itu.
Informasi dihimpun Kabar Timur, kasus serobot tanah orang yang libatkan oknum perwira polisi Marin Hasan dan telah dilaporkan tidak diusut serius. Seolah-olah proses pengusutan kasus ini dilakukan setengah hati dan ada rasa “takut” penyidik yang menangani kasus ini.
Iptu Mardin Hasan, dikenal sebagai polisi paling kaya di Kabupaten Buru. Miliki hotel, Gedung pertemuan, kolam renang dan bisnis karaoke. Diduga juga, Marin Hasan ikut “cawe-cawe” bisnis gelap di Gunung Botak.
Pelapor kasus dugaan serobot lahan atau tanah milik keluarga Polanunu, dilaporkan anaknya Bernama Prima Polanunu. Prima yang dikonfirmasi Kabar Timur, membenarkan, bila tanah milik keluarga diserobot atau diambil Iptu Marin.
“Masalahnya atau laporannya sudah saya laporkan di Polres Buru. Tapi, proses dari kasus lambat dan progress tidak jalan,” ungkap Prima Polanunu, menjawab Kabar Timur, via telepon selulernya, tadi malam.
Menurutnya, kasus ini dilaporkan sejak tanggal 06 Maret 2023 dan baru direspon tanggal 17 Mei 2023 , dengan laporan, berisikan penyerobotan tanah dan pengrusakan patok batas tanah, yang dilakukan oleh oknum perwira polisi Iptu Mardin Hasan.
Selanjutnya, tanggal 25 Mei 2023, baru dirinya diperiksa. “Jadi memang prosesnya lambat. Mungkin karena yang dilaporkan ini perwira dan berkedudukan tinggi di Mapolres Buru,” sebutnya.
Lokasi tindakan penyerobatan lahan ini terjadi di Samping Hotel Kaynawa, milik Iptu Mardin Hasan.
Informasi lain yang dihimpun, Kabar Timur, juga menyebutkan, terkait pelaporan itu, telah dilakukan pemeriksaan sejumlah pihak, termasuk Iptu Mardin Hasan, juga telah diperiksa penyidik.
“Kasusnya sudah kami tangani dan dilakukan pemeriksaan pihak-pihak terkait. Pelapor juga sudah kita minta keterangan. Bahkan, penyidik juga sudah lakukan pemeriksaan kepada Iptu Mardin Hasan. Jadi tinggal gelar perkara saja,” sebut sumber di Polres Buru.
Sedangkan, Prima Polanunu juga tidak menmapik soal pemeriksaan itu, pihak-pihak itu. “Tapi, hingga Bulan Juni 2024, belum ada perkembangan lagi soal perkembangan kasus ini. Surat SP2HP pertama saya terima 6 November 2023. Kemudian keluar lagi, surat SP2HP 14 Juni 2024,” ungkapnya.
Namun, lanjut dia, di surat P2HP kedua ini isinya tidak ada kegiatan penyelidikan di tahun 2024. “Hanya ada, tambahan kalua tidak lakukan pemeriksaan terhadap ahli pidana dan ahli perdata,” sebutnya mengutip isi surat itu.
Yang menarik, dari kasus ini, adalah, kasus serupa yang terjadi hanya berjarak beberapa puluh meter dari Lokasi kasus Iptu Mardin Hasan. Karena, yang melakukan adalah warga biasa atau bukan polisi kasusnya langsung diproses dan diminta sodorkan bukti-bukti dari pihak-pihak langsung kasusnya tuntas.
Bahkan, dalam mengungkap kasus ini, Prima mengaku sudah membuat resmi laporan ke Propa Polda Maluku. “Saya sudah laporkan kasus ini ke Propam Polda Maluku. Saya berharap kasus ini segera tuntas, karena tanah milik keluarga saya punya bukti berupa sertifikat,” ungkap Prima.
Prima mengaku, laporan ke Propam Polda Maluku, juga sudah action turun ke Lokasi. “Saya Bersama penyidik Propam Polda Maluku sudah turun ke Lokasi, tepatnya, 5 Juni 2024. Kami ke Namlea, naik Kapal Tidar,” ungkapnya.
Dan, beberapa hari di Kota Namlea, 09 Juli 2024, Tim penyidik Propam Polda Maluku Kembali ke Kota Ambon Bersama KM Tidar. “Saat itu, tim Propam tidak berhasil diperiksa, karena lagi cuti. Saya lagi tunggu hasil dari Propam Polda Maluku, berupa SP2HP,” ungkapnya menutup.
Sedangkan, informasi yang diperoleh Kabar Timur lainnya, lahan atau tanah yang diserobot oleh oknum perwira polisi benar-benar dilakukan. Pasalnya, oknum perwira polisi itu sempat mengutus Kepala BPN di Kota Namlea, untuk bertemu keluarga Polanunu, meminta lahannya dijual, tapi keluarga Polanunu menolak menjual tanah itu.
Ironisnya lahan atau tanah yang tidak mau dijual sudah diserobot untuk Pembangunan Hotel milik oknum perwira polisi itu. (KT)
Komentar