Gugatan Masa Jabatan Gubernur Maluku di MK Masih Jalan
KABARTIMURNEWS.COM. JAKARTA - Permohonan yang diajukan ini tidak merusak rekonstruksi Pilkada Serentak 2024. Bisa jadi peluang, masa jabatan mereka akan berakhir di 2024, masih terbuka.
Tujuh kepala daerah memperbaiki permohonan yang mempersoalkan pemotongan masa jabatan, termasuk Gubernur Maluku Murad Ismail. Hal ini disampaikan oleh tim kuasa hukum mereka dalam persidangan pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada).
Sidang dengan agenda pemeriksaan perbaikan permohonan perkara Nomor 143/PUU-XXI/2023 ini dilaksanakan pada Rabu (29/11) di Ruang Sidang Pleno, Gedung 1 MK.
Kuasa hukum para Pemohon, Donal Fariz, dalam persidangan antara lain menambahkan data Surat Keputusan (SK) sebagai kepala daerah.
Selanjutnya, pada permohonan awal, para Pemohon mengujikan beberapa ayat dalam Pasal 201 UU Pilkada. Dalam perbaikan permohonan, para Pemohon fokus pada pengujian Pasal 201 ayat (5) yang diajukan pula pada Perkara 62/PUU-XXI/2023 dan Perkara 143//PUU-XXI/2023, namun dengan batu uji dan alasan permohonan yang berbeda dengan permohonan terdahulu tersebut.
Berikutnya para Pemohon membuat ilustrasi berupa skenario atas desain jadwal Pilkada Serentak 2024 jika dilaksanakan pada September 2024.
Para Pemohon, sambung Donal, menyertakan grafik yang menunjukkan konsekuensi akhir masa jabatan para Pemohon sekalipun pilkada dimajukan. Dengan kata lain, akhir masa jabatan para Pemohon tidak ada yang menyentuh akhir hingga September 2024.
Para Pemohon juga menambahkan bukti surat remi Kemendagri pada salah satu Pemohon agar usulan nama pengganti dibahas pada tingkat DPRD Kota dan dimasukkan pada 6 Desember 2023. Sehingga saat ini, statusnya Pemerintah sedang melakukan proses pengusulan nama-nama pengganti pejabat kepala daerah ini.
Atas alasan-alasan yang ada ini, MK menurut para Pemohon perlu menggeser pertimbangannya dari Perkara 62 atau 143.
Menurut Donald, ada delapan alasan yang diutarakan, di antaranya petitumnya berbeda dengan perkara sebelumnya; lokus dari perkara ini adalah kepala daerah yang dipilih 2018 dan dilantik pada 2019; permohonan yang diajukan ini tidak merusak rekonstruksi Pilkada Serentak 2024 karena menunjukkan data di mana terdapat tiga kepala daerah tingkat provinsi, enam kepala daerah tingkat kota atau kotamadya, dan 30 kepala daerah tingkat kabupaten yang masa jabatannya tidak ada yang melampaui masa pelaksanaan Pilkada 2024.
“Sebab pemotongan masa jabatan itu hanya berlaku bagi kepala daerah yang dilantik pada 2020 dengan ketentuan yang telah ditentukan. Jadi, jadwal dan masa jabatan masa akhir para Pemohon ini tidak berbenturan dengan hari pencalonan kepala daerah pada pilkada mendatang,” papar Donal di hadapan Sidang Majelis Panel yang terdiri atas Ketua MK Suhartoyo, Wakil Ketua MK Saldi Isra, dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh. (*/KT)
Komentar