Kasus Korupsi Perjalanan Luar Negeri Pejabat Poltek, Naik Penyidikan
KABARTIMURNEWS.COM.AMBON - Perkara dugaan korupsi perjalanan dinas ke luar negeri oleh sejumlah pejabat Politeknik (Poltek) Negeri Ambon akhirnya ditingkatkan ke tahap penyidikan pidsus Kejaksaan Negeri (Kejari) Ambon. Ini setelah tim penyidikan Kejari menemukan adanya indikasi perbuatan melawan hukum di perkara itu.
"Iya sudah naik ke tahap penyidikan, ada indikasi perbuatan melawan hukum atau peristiwa pidana terjadi," terang Kasipidsus Kejari Ambon Echart Palapia kepada Kabar Timur saat ditemui di ruang PTSP Kejari Kamis (3/08).
Namun Echart belum memastikan berapa besar jumlah kerugian negara dalam perkara itu. Pasalnya pihaknya masih harus berkoordinasi dengan auditor keuangan untuk penghitungan kerugian negara dalam perkara ini.
Sayangnya, Kasipidsus Kejari Ambon itu enggan menyebutkan nama lembaga auditor dimaksud. "Nanti lah kita akan koordinasi untuk proses audit kerugian negaranya dulu, baru disampaikan, ya," ujarnya ramah.
KEJARI USUT KASUS Rp 72 Miliar POLTEK
Selain perkara dugaan korupsi perjalanan dinas ke luar negeri, Kejari Ambon juga mengusut kasus lainnya. Yaitu setelah tim penyidik pidsus menemukan bukti permulaan dugaan penyelewengan pengelolaan dan penggunaan anggaran mencapai Rp72 milliar di lingkup Politeknik tersebut.
Dari total alokasi anggaran yang bersumber dari APBN sudah dikucurkan ke Politeknik tersebut di tahun 2022, yang diduga terjadi penyelewengan anggaran senilai Rp 1.716.229.000,-.
Hal itu diungkap Kepala Kejari Ambon, Adhryansah, dalam keterangan resminya, Kamis (20/7) lalu. Dari hasil penyelidikan pidsus terungkap di tahun 2022 Poltek Ambon mendapat alokasi APBN senilai Rp 72.701.339.000.
Rincian dari total anggaran itu, dari APBN reguler Rp 61.976.517.000,-. Dan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) senilai Rp 10.724.822.000,-.
Terkait perkara yang satu ini, setidaknya 12 orang saksi sudah dimintai keterangan. Sejumlaj dokumen juga berhasil dikantongi terkait bukti pertanggung jawaban penggunaan anggaran.
Dari keterangan para saksi, diperoleh fakta pada pos belanja rutin diduga terjadi penyimpangan anggaran. Setelah pengelola keuangan dalam pelaksanaan kegiatan, dikontraktualkan ke beberapa perusahaan atau pihak ketiga.
" Telah telesuri ternyata perusahaan tersebut hanya menerima fee senilai 3 persen plus PPN," jelas Adhryansah.
Sedangkan sisa uang tersebut, kata Adhryansah, di kelola langsung pengelola keuangan. Itu, lanjut Adhryansah, menjadi bukti permulaan yang dianggap cukup kuat adanya tindak pidana korupsi.
"Dimana setelah di telesuri uang yang dikelola pengelola keuangan tidak didukung dengan bukti pertanggung jawaban yang sah, menurut ketentuan yang berlaku," sebut Adhryansah.
Menurut Adhryansah, keterangan saksi awal, dan dokumen yang dikantongi pihaknya, diduga telah terjadi perbuatan melawan hukum, dengan melanggar Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan negara.
"Ini baru indikasi yang di dapat dapat dalam penyelidikan yah. Namun untuk pastinya, berapa kerugian keuangan negara, nanti kita mintakan auditor negara menghitungnya. Dan bisa saja kerugian negara lebih dari itu," sebutnya.
Terkait dengan pihak pengelola, Kejari Ambon menilai, ada pelanggaran terhadap Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah di ubah dan disempurnakan dengan UU Nomor 20 tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Dan melalui forum ekspos yang disepekati secara kolegial antara tim, Kasi Pidsus dan Kajari, maka kami sepakat untuk menaikan perkara dimaksud dari penyelidikan ke tingkat penyidikan," aku Adhryansah.(KTA)
Komentar