Korupsi BPBD SBB Masuk Pengadilan Tipikor
KABARTIMURNEWS.COM. AMBON - Setelah lama tak ada kabar berita perkara dugaan korupsi pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) yang pernah diusut Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat akhirnya dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Ambon. Pelimpahan perkara dilakukan langsung Kasipidsus Kejari SBB Sudarmono Tuhulele, di Kantor PN Ambon, Rabu (14/6).
"Ya perkaranya baru limpah, ini untuk menghindari penumpukkan perkara dari Kejari SBB di Pengadilan Tipikor Ambon. Artinya katong tunggu satu putus dulu baru limpahkan perkara berikutnya, jadi tujuannya hanya itu," akui Sudarmono.
Seperti diketahui, penyidik Kejari SBB sebelumnya telah membidik tersangka lain dalam perkara dugaan korupsi pengelolaan sisa dana siap pakai (DSP) pada BPBD Kabupaten SBB tahun anggaran 2019. Tersangka baru itu adalah MT yang juga bendahara pengeluaran pembantu pada BPBD tersebut.
“Ya, hari ini kembali kita umumkan satu tersangka berinisial MT. Penetapannya berdasarkan surat perintah penetapan tersangka Nomor: B-113/Q.1.16/Fd.2/02/2023 tertanggal 3Februari 2023,” ungkap Kasipidsus Kejari SBB, Sudamono Tuhulele dalam rilisnya Februari lalu.
Selain MT, ada tersangka lain yang sudah ditetapkan sebelumnya, berinisial MM. Sudamono menjelaskan, perbuatan kedua tersangka diduga melanggar ketentuan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam:
Pasal 2 ayat (1) UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (ancaman dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahundan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Atau Pasal 3 UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (ancaman dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)).
“Untuk tersangka MM sudah ditetapkan menjadi tersangka pada Desember 2022 dan juga terhadap tersangka MT yang baru ditetapkan ini dilakukan penahanan di Lapas Kelas II Piru selama 20 hari kedepan sejak hari ini (Senin) hingga Sabtu 25Februari 2023. Bahwa jika Jaksa Penyidik merasa unsur pasal yang disangkakan telah terpenuhi maka akan dilakukan penyerahan berkas perkara Tahap I kepada Jaksa Penuntut Umum,” jelasnya.
Sebelumnya, mantan Kasi Intel Kejari SBB, Rafid kepada wartawan menyebut, pada 26 September 2019 lalu terjadi gempa bumi di wilayah Kabupaten SBB. Kemudian dikeluarkan SK Bupati SBB tentang Penetapan Status Tanggap Darurat Bencana Gempa Bumi di Kabupaten SBB. Dasar SK Bupati ini kemudian diusulkan untuk mendapatkan DSP, yang akhirnya Pemerintah Daerah Kabupaten SBB mendapatkan bantuan DSP sebesar Rp 37.285.000.000.
Dengan rincian, Dana Operasional Darurat Rp 2 miliar, Dana Tunggu Hunian Rp 798.500.000, Dana Cash For Work Rp 334.500.000, dan Dana Stimulan Pembangunan Rumah sebesar Rp 34.177.507.013.
Ditambahkan Rafid, pengelolaan Dana Stimulan Pembangunan Rumah sebesar Rp 34.177.507.013 itu awalnya diperuntukan bagi 1.600 Kepala Keluarga (KK). Namun pada pelaksanaanya terdapat pengurangan yang disetujui untuk KK hanya sebanyak 1.317 KK. Sehingga terhadap sisa dana kurang lebih Rp 4.357.507.013.
"Nah, yang kita fokuskan disini adalah pengelolaan anggaran yang senilai Rp 34 miliar itu (Dana Stimulan Pembangunan Rumah). Karena terdapat sisa dana di kas BPBD Kabupaten SBB kurang lebih sebesar Rp 4.357.507.013," jelas Rafid.
Dikatakan Rafid, sisa dana tersebut seharusnya atau wajib dikembalikan ke kas negara berdasarkan ketentuan Peraturan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) No. 4 tahun 2020 Pasal 9 ayat (1), yaitu jika terdapat sisa DSP, maka BPBD wajib untuk mengembalikannya ke kas negara. Faktanya sisa DSP itu tidak dikembalikan.
"Ironisnya lagi, ada kurang lebih Rp 1 miliar digunakan oleh Pejabat Pembuatan Komitmen (PPK) yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Sehingga sampai dengan saat ini, dana yang masih ada di saldo kas BPBD SBB kurang lebih sekitar Rp 3.357.507.013, dan harusnya dikembalikan ke kas negara, tapi belum juga dikembalikan," beber Rafid.
Ditanya nama atau inisial PPK yang mencairkan sisa DSP senilai Rp 1 miliar dari total sisa DSP sebesar Rp 4.357.507.013, Rafid enggan mengungkapkannya dengan alasan menjaga kelancaran proses penyidikan kasus ini.
"Kita belum bisa menyebutkan nama-nama yang bersangkutan, yang pasti seluruh pihak terkait yang mengelola dana tersebut, akan kita minta pertanggungjawaban. Baik secara pengembalian kerugian maupun secara pertanggungjawaban pidana," terang Rafid.(KTA)
Komentar