Bos Alham Valeo Juga Atur Listrik di Mardika

KABARTIMURNEWS, AMBON - Tarif listrik yang dikendalikan Alham Valeo di Pasar Apung Mardika mencekik. Kok bisa?
Satu per satu tindakan Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Mardika (APMA), Bos Alham Valeo yang merugikan pedagang Kaki Lima (PKL) di Pasar Rakyat Tradisional Ambon terungkap.

Selain jual-beli lapak harga belasan hingga puluhan juta rupiah kepada pedagang tanpa jaminan hukum, Alham juga diketahui mengatur pemasangan listrik di Pasar Mardika.

Bak “mafia.” Bagi pedagang yang ingin tempati Pasar Terapung, tidak diijinkan pasang listrik sendiri pada kios atau lapak mereka. Semua pemasangan harus melalui bos Alham.

Pedagang di Pasar Apung, yang terdampak revitalisasi Gedung Putih Mardika ini direlokasi ke Pasar Apung. Keinginan mereka untuk pasang listrik sendiri, dihadang bos Alham.
Semua pemasangan harus melalui bos APMA itu. Dia membisniskan pemasangan listrik, sebagai pihak ketiga.

Bos Alham rela meronggok kocek, memasang listrik berkapasitas 53.000 KVA, dan dikendalikan dalam satu Gardu PLN.

Ratusan pedagang yang masuk Pasar Terapung, harus membayar biaya awal listrik ke Bos Alham Rp 650 ribu per lapak/kios, ditambah iuran listrik bulanan sebesar Rp50 ribu hingga Rp300 ribu.

Pedagang resah dan terbebani biaya tersebut. Pasalnya, selain biaya beli lapak yang selangit capai puluhan juta, mereka juga dibebani harga listrik yang tidak sesuai pemakaian.

Kepada Kabar Timur, di Mardika, Minggu (26/3), sejumlah pedagang mengungkap itu. Mereka mengaku, ada 263 pedagang yang setiap bulan harus membayar iuran listrik ke bos Alham Valeo.

Mereka mengaku, awal masuk Pasar Terapung pasca direlokasi, mereka harus membayar biaya listrik Rp 650 ribu.

“Uang muka bayar listrik di Pasar Terapung ini, kita bayar dua kali. Pertama Rp600 ribu dan kedua tambah Rp50 ribu. Totalnya totalnya: Rp650 ribu,” ungkap mereka.

Awalnya, lanjut dia, Alham buat aturan iuran listrik di Pasar Terapung ia kendalikan dibayar setiap hari Rp p10 ribu per pedagang, hanya saja itu tidak berlangsung lama.

“Rp10 ribu setiap hari iuran listrik itu besar. Kami protes. Dengan protes itu sistim pembayaran diubah, menjadi tiap bulan. Awalnya Rp50 ribu belaku dua bulan. Selanjutnya, menjadi Rp100 ribu, Rp 150, Rp 200 hingga Rp 300 ribu,” beber mereka.

Iuran listrik Rp 300 ribu itu, ungkap mereka, sempat diprotes pedagang. Pasalnya, baik yang hanya memasang satu mata lampu, atau lebih dikenakan tarif sama. Ini tidak masuk akal.
“Masa satu bulan kita harus bayar Rp 300 ribu hanya satu atau dua mata lampu di kios. Sementara kalau di rumah, pemakaian Tv, Kulkas,kipas angin dan lain-lain, sebulan itu hanya makan pulsa listrik paling tinggu Rp100 ribu,”kesalnya.

Alham, kata pedagang, sebagai pengembang Pasar Terapung dan Ketua APMA tidak segan-segan mengambil tindakan pemutusan listrik kios atau lapak yang tidak bayar iuran per bulan yang sudah ditentukan. “Sudah ada beberapa diputus listriknya. Soalnya dia (Alham) yang kendalikan,”ujarnya.

Mereka mengaku, hampir semua ingin pasang meteran sendiri, namun tidak dibolehkan Alham Valeo. “Kita tidak bisa berkutik. Tapi kalau terus seperti ini, mau untung bagaimana,”imbuhnya.
“Prinsipnya, kami pedagang merasa kesulitan dan terbebani berbagai aturan yang dibuat Alham Valeo, salah satunya soal listrik. Harapan kami, kalau bisa kita diijinkan buat meteran sendiri agar biaya perbulan tidak besar,”tutup mereka. (KTE)

Komentar

Loading...