Desa Watui, Puluhan Tahun Hidup Terisolir
PIRU- Warga Desa Watui, Kecamatan Elpaputih Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), puluhan tahun hidup dalam keterisolasian. Untuk ke kota kecamatan, masyarakat Desa Watui harus berjalan kaki melewati jalan pegunungan di tengah hutan belantara selama satu hari.
Ada juga sebagian masyarakat memilih melewati sungai Wai Tala yang berjarak 40 Km yang biasa ditempuh dua hari satu malam. Itu juga jika sungai tidak banjir.
“Saya dan beberapa warga beberapa waktu lalu melalui Sungai Wai Tala menggunakan sampan dengan muatan 9 sak semen dan 10 lembar seng,” kata Kepala Desa Watui, Bobi Leisiela, Rabu (15/3).
Leisiela mengungkapkan masyarakatnya benar-benar hidup dalam penderitaan puluhan tahun akibat tidak adanya akses jalan dan jembatan. “Kami menjadi warga miskin dan warga masyarakat kelas bawah akibat terisolir dari satu daerah ke daerah lain. Kondisi seperti ini berlangsung selama 77 tahun Indonesia merdeka,” ujarnya miris.
Lanjut Leisiela, sebagian masyarakat Desa Watui memilih keluar merantau untuk merubah kehidupan agar lebih baik. Masyarakat yang menetap di desa, terang Leisiela selama ini bertahan hidup dengan berkebun, menanam cengkeh, pala, kelapa, coklat.
“Itu juga seadanya saja. Karena persoalannya tidak ada jalan dan jembatan,” akui Leisela.
Dia mengaku dirinya dan beberapa kepala desa di wilayah pegunungan di Kecamatan Elpaputih sempat menemui Gubernur Maluku Murad Ismail di kediamannya, Wailela pada 19 Desember 2022 lalu. Saat itu mereka menyerahkan proposal untuk pembangunan jalan, jembatan dan tower mini.
“Sudah ada anggaran APBN tahun 2023 sebesar 20 miliar. Anggaran itu dibagi dua Rp 10 miliar untuk pengaspalan dari Sumit ke sungai Nui, Rp 10 miliar lagi untuk pembongkaran jalan baru dan pengerasan dari sungai Nui ke Desa Watui dan pembangunan 27 titik tower mini di Seram Bagian Barat termasuk di Desa Watui,” ungkap Leisiela mengutip penjelasan Gubernur Maluku.(*/KT)
Komentar