Diduga Curang, Warga Tolak Hasil Pilkades Luhu
PIRU-Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) memang telah selesai digelar pada 12 dan 19 Desember 2022 lalu. Kendati demikian, hasil pemilihan yang dilakukan secara demokrasi guna mencari Kepala Pemerintah Negeri (KPN) definitif di beberapa desa, sontak menuai kontroversi di sejumlah masyarakat.
Seperti di Desa Luhu, Kecamatan Huamual, Kabupaten SBB, dimana masyarakat disana ramai-ramai memprotes hasil Pilkades yang dihelat 19 Desember lalu, lantara diduga ada kecurangan.
Untuk diketahui, pemenang Pilkades 12 Desember dan 19 Desember di SBB, akan dilantik secara resmi pada Rabu (28/12) hari ini. Di Luhu sendiri pemenangnya Abd.Gani Kaliky. Kemenangan Kaliky dalam Pilkades Luhu, dianggap tidak murni atau ada dugaan kecurangan. Hal ini diungkapkan sejumlah masyarakat Luhu, melalui rilisnya yang diterima redaksi Kabar Timur, Selasa (27/12).
Tokoh Pemuda Luhu, Halid Payapo menjelaskan, pada Pilkades 19 Desember lalu, ada lima calon kepala desa yang ikut bertarung yakni nomor urut 1. Rajab Waliulu, 2. Abd Rasit Payapo, 3.Abd Gani Kaliky, 4. M Yusran Payapo dan Yasir Budiman Payapo nomor urut 5. “Dan yang menang itu nomor urut 3 atas nama Abd Gani Kaliky. Berdasarkan semua proses yang telah berjalan, kemenangan yang diraih Abd Gani ini terdapat kecurangan,”ungkapnya.
Dijelaskannya, Pilkades dilangsungkan di desa Luhu beserta segenap wilayah dusun petuanannya, banyak terdapat keganggalan hampir di semua Tempat Pemungutan Suara (TPS). Dan tudingan tersebut, lanjut dia, bukan tanpa alasan karena ada sejumlah data dan fakta yang dihimpun berdasarkan temuan dan masukan dari sejumlah warga .“Apa yang kita sampaikan ini seusai data dan fakta dari warga yang ditemui baik sebelum, sedang dan sesudah pelaksanaan Pilkades di titik area beserta sekitar TPS, baik yang ada di desa Luhu maupun di mayoritas dusun petuanannya,”ungkapnya.
Dari data dan fakta yang berhasil diperoleh pihaknya, terang dia, bahwa sebelum pelaksanaan proses pilkades dilangsungkan, panitia Pilkades Luhu tidak melakukan rapat pleno guna menetapkan dan mengesahkan Daftar Pemilih Tetap (DPT). “Sehingga para calkades tidak mengetahui nama-nama pemilih pada tiap-tiap TPS, belakangan baru diketahui oleh mayoritas warga,”terangnya.
Panitia Pilkades dalam melakukan pendaftaran dan penetapan pemilih, tidak melakukan pemutakhiran dan validasi terhadap data penduduk di desa Luhu dan dusun petuanannya. “Sehingga dalam DPT yang disajikan oleh panitia, terdapat pemilih yang tidak lagi memenuhi syarat sebagai pemilih. Fakta diantaranya terdapat pemilih yang diduga sudah berhalangan tetap (meninggal dunia), tapi nama di DPT masih ada,”ujarnya.
“Kemudian adanya pemilih yang diduga tidak berdomisili di desa Luhu namun masih ada dalam DPT di TPS, dan ironisnya lagi ada pemilih yang diduga memiliki nama ganda,”bebernya. Bukan saja itu, dia mengaku, pihaknya juga mengantongi bukti elektronik berupa vidio seorang warga yang mengaku, melakukan pencoblosan sebanyak tiga kali di tiga TPS berbeda.
Selanjutnya ada juga dugaan pelanggaran diantaranya, pemilih yang menggunakan hak pilihnya tidak sesuai dengan nama pemilih pada undangan yang dibagikan oleh KPPS dan anggotanya. “Juga terdapat pemilih anak dibawah umur, yang belum memenuhi syarat sebagai pemilih, namun turut menggunakan hak pilih serta ada yang memilki nama dalam DPT namun tidak diberikan undangan,”jelasnya.
Terkait dengan hal tersebut, dia mengaku, dapat dibuktikan dan telah mengantongi kesaksian dari beberapa warga mayoritas dusun yang menyaksikan secara langsung praktek tersebut. “Hal ini tentu sangat bertentangan dengan asas langsung umum, bebas, rahasia dan jujur serta adil (LuberdanJurdil) yang dianut dalam sistem demokrasi yang berlaku di Indonesia,”katanya.
Dia juga membeberkan, adapun duDugaan terdapat nama-nama dalam DPT namun orangnya tidak berada di tempat saat pemungutan suara, namun suaranya tercoblos. “Dan ini dapat kami buktikan dengan data,”ujarnya.
Dia mengaku, panitia Pilkades dalam hal ini ketua dan anggota KPPS diduga telah melakukan praktek pergantian nama-nama pemilih dalam daftar pemilih, tanpa berkoordinasi dengan semua calkades.
“Sehingga yang terjadi kemudian, adalah nama-nama pemilih yang telah diumumkan kepada masyarakat, melalui papan- papan nama pemilih yang diberi undangan untuk menggunakan hak pilih,”ungkapnya. Dirinya membeberkan, panitia Pilkades diduga telah melakukan pelanggaran dengan melibatkan beberapa guru SD Inpres 1 luhu, sebagai ketua KPPS maupun anggota KPPS.
Dimana, lanjutnya, mereka memiliki hubungan emosional secara langsung dengan calon kepala desa nomor urut tiga yang notabene berstatus sebagai kepala sekolah, “Guru di sekolah tersebut seperti ketua KKPS TPS 12 atas nama Husen Nurlette,”paparnya.
Dari fakta yang ada, terdapat dugaan pelanggaran di desa luhu dan beberapa dusun yang berkaitan dengan tidak adanya nama masyarakat didalam DPT. sehingga tidak dapat mengikuti pilkades. “Yang tidak bisa ikut itu dusun limboro, talaga, ulatu, temi, kambelu dan amaholu los DPT tetapi tidak mendapat undangan seperti yang terjadi di dusun tapinalu, talaga, limboro, ulatu, amaholulosy, nasiri, temi sehingga pemilih tidak dapat memberikan hak suaranya pada hari pemungutan suara,”tuturnya.
Adanya undangan dicoblos oleh orang lain yang bukan pemilik undangan (di wakili) dan itu terjadi di hampir semua TPS di desa Luhu, dan TPS di dusun-dusun. “Dan dugaan hampir semua TPS di dusun-dusun desa Luhu tidak membacakan nama dan nomor urut DPT, pada saat proses pemungutan suara di TPS,”ujarnya.
Tidak sampai disitu, terdapat juga perubahan jadwal pilkades dari jadwal awal tanggal 12 ke tanggal 29 Desember dan kemudian ke tanggal 19 Desember tanpa alasan yang jelas karena tidak melalui surat resmi oleh panitia. “Makanya ini merupakan sejumlah temuan data dan fakta yang sungguh sangat menciderai proses berdemokrasi dalam proses pilkades luhu,”terangnya.
Dan pada saat pleno penetapan rekapitulasi, hasil Pilkades pada tanggal 19 Desember 2022 Ketua Panitia (Ismail Kaliky, S.Ag. M.Ag menyatakan dengan lantang bahwa Panitia hanya melakukan verifikasi data DPT yang berada di desa luhu.
“Sementara di dusun-dusun desa luhu panitia tidak melakukan verifikasi DPT, sehingga banyak terdapat keganjalan terkait nama-nama yang ada pada DPT di hampir semua Dusun di desa Luhu,”jelasnya. Olehnha itu, masyarakat menolak dengan tegas hasil penetapan calon kepala desa luhu terpilih yang telah ditetapkan oleh panitia pilkades.
“Hal ini karena proses pilkades dimaksud dari awal hingga akhir pelaksanaannya, diduga telah terjadi praktek yang sarat dengan sejumlah kejanggalan dan kecurangan dilakukan oleh instrument penyelenggara baik Panitia maupun KPPS,”paparnya.
Dan hal ini bertentangan dengan amanat konstitusi yakni Undang – Undang Dasar Tahun 1945, Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Peraturan Bupati Seram Bagian Barat Nomor 2 Tahun 2020. “Peraturan itu tentang Tata Cara Pencalonan, Pemilihan, Pengangkatan dan Pelantikan Kepala Desa Serempak dan menciderai proses demokrasi yang telah dibangun dengan susah payah oleh para pendiri bangsa (founding father) bangsa Indonesia,”terangnya.
Pihaknya mendesak, Pemda SBB untuk segera melakukan proses pemungutan suara ulang, sesuai dengan mekanisme ketentuan perundang-undangan yang berlaku di seluruh TPS. “Agar masyarakat di desa luhu dan petuanan mendapatkan seorang kepala desa luhu yang jujur, amanah, kredibel dan kapabelitas yang dipilih secara demokratis selaras dengan semangat luber dan jurdil,”cetusnya.
Harus dikakukan pemungutan suara ulang, sebab, UUD 1945 telah mengkontruksikan Indonesia sebagai Negara hukum itu mengandung makna bahwa segenap penyelenggara Negara maupun peyelenggara pemerintahan wajib dan tunduk kepada hukum, mengabaikan ketentuan perundang-undangan bukan saja perbuatan melawan hukum tetapi tidak mustahil pula dipidanakan.
UU Nomor 6 tahun 2014 pasal 37 ayat 6 dalam hal terjadi perselisihan hasil pemelihan kepala desa , Bupati/Walikota wajib menyelesaikan perselisihan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud.
PP nomor 47 tahun 2015 perubahan atas PP 43 tahun 2014 tentang peraturan pelaksanaan UU nomor 6 tahun 2014 tentang desa. “Apabila pernyataan sikap kami ini tidak ditindaklanjuti sebagaimana mestinya, maka kami akan terus berjuang mendapatkan keadilan sesuai koridor hukum yang berlaku,”tutupnya.(KTE)
Komentar