Orang Dekat Ini Ngaku Pemakai Narkoba

Ilustrasi

AMBON - Selain sang "bos" Richard Louhenapessy yang duduk di kursi terdakwa saksi mengungkap sejumlah nama, ikut berperan dalam perkara yang menjerat mantan Walikota Ambon itu. Di persidangan saksi Novri Ekleus Warella (48) bahkan terang-terangan mengaku dirinya pengguna narkoba kronis selama ikut dengan terdakwa.

Di persidangan saksi pertama Mansyur Umar alias Mansyur Banda mengaku kenal Novri Warella di rumah kopi. Direktur PT Nailaka Indah dan CV Banda Permai itu mengaku koleganya, Husein Jawana yang memperkenalkan dirinya dengan Novri.

"Dia (Husein) yang atur proyek di Pokja, kalau saya di lapangan. Pada intinya dia yang atur tender, " aku saksi Masyur menjawab pertanyaan jaksa KPK JPU KPK, Titto Jaelani didampingi Taufiq Ibnugroho Cs di persidangan Jumat (16/12) di Pengadilan Tipikor Ambon.

Saksi menjelaskan keuntungan proyek dengan Husein dibagi rata. Misalnya, dari pagu anggaran Rp 4 miliar, jika untung Rp 1 miliar maka saksi dapat Rp 500 juta sama dengan sang kolega, Rp 500 juta.

"Gimana cara dapatnya (proyek)?," telisik jaksa. "Intinya dia yang atur, kalau itu saya tidak tahu pak! saya hanya punya modal, saya punya pekerjaan," ujar saksi Mansyur.

Tapi Husein Jawana sudah almarhum, akui saksi. Dia juga mengaku sampai hari ini tidak tahu berapa persen (fee) yang diberikan almarhum kepada terdakwa Richard Louhenapessy.

Namun tidak sampai di situ Titto Jaelani dan Taufiq Ibnugroho Cs terus mencercar saksi Mansyur. Diantaranya bertanya siapa itu Fahry Anwar Solihin. Di persidangan sebelumnya, saksi Fahry ngaku kenal terdakwa Richard Louhenapessy jelang musim Pilkada 2017 melalui Novri Warella.

Direktur PT Konstruksi Lease Abadi ini mengaku kenal Novri sebagai orang dekat Walikota Ambon Richard Louhenapessy ketika itu. Alhasil di kisaran waktu tahun 2016-2021 saksi Fahry selalu dapat proyek di lingkup Pemkot Ambon, meski menggunakan bendera perusahaan lain.

Bukan saja di persidangan Mansyur Banda, di persidangan menghadirkan saksi Marthin Thomas dan isterinya Nesy Mewar Thomas, kedua saksi beberapa kali mentranfer uang melalui Novri ke terdakwa Louhenapessy.

"Tidak tau itu rekening siapa. Saya hanya lihat nomor rekening, tapi tidak lihat nama," cetus saksi Marthin Thomas didampingi isteri di persidangan.

"Kenapa sodara berikan uang ke pak Richard melalui Novri? Alasan sodara kasih apa?, " tanya jaksa. "Karena Novri tim sukses pak," jawab saksi Thomas.

Alhasil di tahun 2016 sesuai taksiran kedua saksi dana mengalir ke Richard Louhenapessy antara 300 juta -350 juta tapi dalam bentuk barang. Semua untuk suksesi pemenangan terdakwa di Pilkada 2017 Kota Ambon.

Diantaranya untuk kebutuhan posko-posko pemenangan Richard maupun untuk keperluan sosialisasi pemenangan. Ketika Richard Louhenapessy jadi Walikota hingga tahun 2021 kedua saksi kerap kebagian paket proyek.

Sebut saja di tahun 2017 Nesy Thomas mengerjakan proyek jembatan Kusu-Kusu Negeri Urimessing Kecamatan Nusaniwe. Tapi nilai proyek tak disampaikan jaksa.

Sedang di tahun 2021 direktris CV Lidio Pratama itu ketiban paket proyek senilai Rp 551 juta, juga paket katering perayaan hari Pattimura di Pemkot ambon senilai Rp 476 juta. Masih tahun 2021 CV Lidio juga mengerjakan proyek Puskesmas Nania, kemudian kantor DLHP Kota Ambon.

Tapi suami saksi Nesy Thomas itu mengaku tidak pernah minta proyek ke terdakwa Louhenapessy. "Apakah sodara ketemu Pa Richard terkait proyek-proyek itu?," tanya jaksa, yang dijawab tidak oleh saksi Marthin Thomas.

Di persidangan yang menghadirkan saksi Novri Ekleus Warella mengungkapkan sejumlah nama termasuk Fahry Anwar Solihin. Namun jaksa juga mengejar peran mantan Kadis PUPR Kota Ambon Enrico Matitaputty.

Yakni ketika yang bersangkutan ikut rombongan Walikota Ambon Richard Louhenapessy ke Vlissingen Negeri Belanda. "Apa saksi ada bilang ke pak Richard ini ada transfer dari Pak Richo?, " ujar jaksa. Yang dijawab tidak oleh saksi Novri.

"Kalau transfer pak Solihin banyak," terang Novri.

Menariknya beberapa transfer melalui rekening Novri diakui untuk kebutuhan saksi sendiri. Termasuk ketika tim jaksa KPK menunjukkan sejumlah barang bukti transfer melalui rekening saksi.

Yakni bukti tanggal 27 Juni 2017. Berupa penarikan Rp 30 juta, kemudian 10 Juli 2017 Rp 27 juta. Ada lagi, 26 September 2017 Rp 15 juta. Semua diakui saksi untuk kebutuhan sendiri.

Tapi di periode 2018, terjadi transfer dana oleh saksi ke Richard tanggal 27 Maret ke Louhenapessy hanya saja nilai tidak disebutkan oleh jaksa.

Kemudian ada transfer dari Fahry Anwar Solihin pada 25 Maret senilai Rp 25 juta melalui rekening saksi Novri. Tapi ditarik tunai Rp 1,5 juta.

Di tanggal 9 April 2018 Rp 10 juta, tanggal 25 April 2018 Rp 10 juta masih dari Fahry. Kemudian 8 Juni 2018 Rp 3,5 juta. Kemudian tanggal 28 Juni 2018 dari Fahry senilai Rp 10 juta, dan ada penarikan Rp 1,5 juta.

"Ini uang kecil-kecil untuk apa?, " telisik jaksa. Lalu dijawab saksi untuk kebutuhan sendiri. Merasa terusik dengan pertanyaan jaksa saksi Novri akhirnya berterus terang kalau penarikan uang kecil-kecil dimaksud untuk membeli narkoba.

"Jujur pak penarikan kecil-kecil itu untuk kebutuhan saya. Beli narkoba," akui saksi Novri Warella.

Saat skorsing sidang kepada Kabar Timur Novri mengaku awalnya dia pengguna narkoba. Tapi setelah non aktif dari pekerjaan jasa konstruksi, pemilik CV Noel itu memilih bergabung dengan Richard

Louhenapessy sebagai tim sukses mantan walikota Ambon itu, di tahun 2016.

"Beta malah sekarang diminta BNN Maluku jadi konselor narkoba. Untuk ajak pengguna tinggalkan barang itu," ujarnya sambil menunjukkan amplop kuning berisi rekomendasi kantor BNN. (*/KT)

Komentar

Loading...