Maluku Terserang Wabah
Musik Eetnik Panik
PERCAKAPAN musik etnik Maluku dalam percaturan isyu belum banyak orang memberikan perhatian yang serius. Orang lebih banyak mendiskusikan isyu politik, ekonomi, dan agama. Lalu muncul pertanyaan seberapa penting musik etnik jadi komoditi diskusi akademik? Pertanyaan ini dalam perspektif filosof India Khazrat Khan menempatkan musik etnik sebagai jatidiri kebudayaan suatu bansga dan awal jatidiri manusia, karena saat manusia lahir keluarkan bunyi “A”. Bunyi itu dalam kajian linguistik disebut huruf “A” dan huruf ini termasuk huruf hidup yang memberi makna setiap kata dan kalimat. Judul tulisan ini unik dan menarik untuk dicermati karena pertanyaan mendasar yang harus dijawab adalah apa pentingnya dan apa korelasinya musik etnik panik dan mudah terserang wabah? Tulisan ini berupaya memberikan gambaran akademik betapa pengtingnya musik etnik sebagai jatidiri suatu budaya sebuah komunitas etnis tertentu yang hidup dan memproduksi satu model genre musik etnik. Difinisi musik etnik adalah jenis bunyi musik yang bermakna yang dilakukan diwariskan oleh etnis tertentu berdasarkan nilai-nilai budaya komunitas tertentu (Ensiklopedia, 91990: 4141). Fungsi dasar musik etnik sebagai media solidaritas, media silaturrahmi, dan media hiburan serta ketahanan social.
Dalam KBBI (2017) arti panik bingung, gugup, dan takut. Tiga makna ini bila dipercapakapkan dengan kondisi social budaya saat ini generasi muda lebih nyaman dengan musik barat, sehingga tidak heran jika di Café, diskotif, pesta-pesta, musik didominasi musik yang bernuansa non etnik. Realitas sosial ini sebagai dasar pemikiran sehingga melahirkan kata pada judul artikel ini musik etnik gugup, takut dan kebingungan. Selain itu dalam Focus Group Discussion (FGD) tanggal 1 Desember 2022 berdasarkan laporan dari praktisi musik menceritakan bahwa saat ini banyak pemain musik etnik seperti actor pemaian suling, biola, sudah tua, meninggal, dan tidak ada pengakderannya, sehingga tidak terwarisi secara baik (FGD 1/12/2022).
Sementara gempuran musik moderen telah menjadi tren bagi generasi millennial lebih nyaman dengan musik import dan cenderung melupakan musik etnik sebagai identitas dirinya sebagai orang Maluku. Semua fakta ini sebagai pemerhati kebudayaan ada perasaan takut, gugub, dan bingung langkah apa untuk menjaga jatidiri musik etnik Maluku sebagai khazanah kekayaan Orang Basudara. Jika mencermati program pemerintah terkait pemeliharaan musik etnik, kuliner etnik, dan busana etnik belum berpihak pada perlindungan budaya etnik Maluku. Banyak seniman, pemain musik, pencipta lagu dan syair etnik memilih jadi tukang ojek dari pada menggali jatidiri kebudayaannya. Jika nasib kita dibandingkan dengan Bali menyiapkan 1,2 Trilyun (Juni, 30 2021) untuk membentengi budaya etniknya maka wajar Bali bisa unggul pertahankan budaya etniknya sebagai jatidiri bangsaanya di Nusantara. Ini gambaran dari tampilan judul ini mengapa musik etnik Maluku panik dan belum ada peta jalan dari mana memulai sehingga musik etnik Maluku bisa jadi industry baru membangun dan menggerakkan industry musik etnik, kuliner etnik, dan busana etnik sebagai motor penggerakn ekonomi rakyat.
Pertanayan kedua dari judul ini adalah semakin tenggelam musik etnik di suatu Desa/Nagri maka semakin tinggi potensi terserang wabah penyakit patologi sosial. Jika tujuan mulia dari musik etnik adalah media kohesi social, media perdamaian, media solidaritas sosial, media silaturrahmi, dan sarana hiburan serta ketahanan social, maka wajar jika musik etnik sebagai benteng pertahanan untuk mencegah wabah peradaban, wabah prilaku menyimpang, wabah patologi social mudah dan subur hidup di satu desa/nagri. Jika perspektif ini dijadikan cara pandang bahwa musik etnik adalah benteng pertahanan budaya etnik Maluku dari wabah budaya luar maka dalam teori J.B Watson (1976) disebutkan bahwa ekspresi seseorang ditentukan kontak social yang semakin intens. Juga disebutkan oleh pakar komunikasi interpersonal J.Devito menyebutkan bahwa volume sikap seseorang dalam berkomunikasi bila jumlah perjumpaan semakin tinggi. Dari teori ini dapat memberikan satu cara pandang bahwa di desa-desa adat atau nagri adat sebagian besar tidak memiliki benteng pertahanan budaya yang kokoh dan tangguh. Semua budaya eksternal mudah masuk dan gerbong media social yang memiliki pengaruh besar untuk mencitrakan budaya eksternal yang sangat mudah diakses oleh generasi millennial yang belum memiliki pertahanan kebudayaan. Pengertian jika musik etnik mati di suatu nagri/desa maka wabah budaya luar muda masuk dan menguasai dan bahkan mematikan budaya etnik di Desa/Nagri tersebut.
Selain itu karena tidak ada sistem di desa yang memudahkan musik etnik bisa diwarisi oleh generasi millennial maka mereka lebih mudah mengakses musik eksternal sehingga otak dan jiwa budaya anak millennial suatu saat sulit menerima musik etnik jadi jatidiri bangsa karena kesenangan yang dikonsumsi setiap saat adalah musik ekternal yang berpotensi merubah busana etnik dan musik etniknya kurang diminati dan bahkan tidak dimianti. Kondisi ini tentu pemerintah sebagai penggerak budaya dalam UU nomor 5 tahun 2017 dan dalam pasal 32 UU 1945 negara memajukan kebudayaan nasional sebagai jatidiri bangsa sangat tegas sehingga perlu perhatian serius dari Pemerintah dengan bekerjasama dengan berbagai stakeholder memajukan musik etnik, busana etnik, dan kuliner etnik sebagai identitas budaya Indonesia di Maluku.
Agar musik etnik Maluku tidak panik dan terserang wabah peradaban maka tugas utama Pemerintah yang diamanatkan dalam UU No. 5 tahun 2017 perlu membuat kebijakan dalm rangka untuk menghidupakan kembali musik etnik, busana etnik, dan kuliner etnik dengan membuat event-event mulai dari tingkat Desa/Nagri, sampai level provinsi, nasional dan international untuk menghidupkan kembali tradisi musik etnik Maluku jadi tangguh dan mampu menggerakkan ekonomi desa seabgai mata air peradaban. Desa sebagai mata air peradaban karena musik etnik, kuliner etnik, dan busana etnik ada di Desa/Nagri. Catatan terakhir dari tulisan ini jika Maluku ingin unggul maka pemeliharaan musik etnik jadi tujuan utama menggerakkan ekonomi desa untuk nusa dan bangsa di muali dari Timur Indonesia.
Oleh; Syarifudin
Komentar