Soal Keinginan Maju Calon Walikota
Aktivis: Penjabat Bupati/Walikota “Contohi” Murad Ismail
AMBON-Aturan negara bagi aparatur sipil negara (ASN), sudah jelas dan terang. Tidak ada alasan pembenar bagi seorang ASN, seperti penjabat bupati/walikota yang berniat maju calon Bupati atau Walikota, konsekuensinya harus mundur dari status yang melekat sebagai ASN, termasuk penjabat bupati atau walikota.
“Kalau seorang penjabat bupati atau walikota yang berniat kesana,seperti Pak penjabat Walikota Ambon, yang sudah terang-terangan mengatakan siap maju sebagai Calon Walikota Ambon di 2024, sebagaimana diulas sejumlah media online konsekuensinya harus mundur,” kata Said Bahrum Rahayaan, Ketua DPC GMNI Ambon, menjawab Kabar Timur, Senin, kemarin.
Dikatakan, niat penjabat Walikota Ambon, Bodwin Wattimena yang siap maju, karena telah didukung sejumlah tokoh, merupakan keseriusannya mengambil langkah politik di 2024. Padahal, yang masih berstatus ASN aktif, sebagai penjabat Walikota.
“Bagi saya pernyataan siap maju di Pilkot Ambon 2024, oleh Pak penjabat Walkot Ambon ini terlalu cepat dan akan berdampak pada karirnya sebagai ASN. Kan ASN, tak boleh berpolitik. Boleh berpolitik, tapi harus mendur. Aturannya jelas itu,” paparnya.
Menurutnya, penjabat Walikota Ambon harusnya dapat mencontohi, Gubernur Maluku, Murad Ismail. Kendati, menduduki jabatan politik sebagai Gubernur Maluku, yang sudah berusia lebih dari tiga tahun, tapi belum pernah menyatakan siap maju sebagai kandidat calon gubernur, pada 2024, mendatang.
“Itu berarti Pak Murad masih fokus membangun Maluku, ketimbang terburu-buru berpikir untuk mencalonkan diri kembali. Ini semestinya yang patut dicontohi semua penjabat bupati/walikota di Maluku, termasuk penjabat Walikota Ambon,” sebutnya.
Dengan sikap, sebagaimana Gubernur Maluku, kata dia, semua penjabat akan berpikir bagaimana membangun daerah yang diemban dalam tugas-tugas mereka sebagai penjabat bupati/walikota tanpa sedikitpun berpikir politik.
Dia berharap, Gubernur Maluku dan Mendagri dapat mengambil kebijakan tegas terhadap penjabat Bupati dan Walikota yang telah bersikap maju sebagai kandidat calon Bupati/Walikota, untuk dapat dievaluasi di tahun 2023.
“Bila tidak dievaluasi, nantinya mereka (penjabat bupati/walikota), dapat mencederai Undang-Undang Negara, tentang ASN. Kalau tidak dievaluasi jabatan ASN sebagai penjabat Bupati/walikota akan disalagunakan untuk kepentingan politik,” tutupnya.
Sementara itu, Joe A Kepala Dinas Infokom, Kota Ambon, dalam pesan pendek yang diterima Redaksi Kabar Timur menyebutkan, penjabat Walikota Ambon, Bodwin Wattimena, setahu dirinya tidak pernah memberikan pernyataan untuk nyalon. “Kalau ada rekaman pernyataan biliau mohon bisa info ke saya. Tapi, kalau tidak ada mohon dapat diklarifikasi,” pintah Joe dalam pesan pendeknya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Provinsi Maluku, miliki sebanyak 11 Kabupaten/Kota. Lima wilayah saat ini dipimpin Penjabat (Pj) Bupati/walikota, yakni: Kota Ambon, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Buru, Kepulauan Tanimbar dan Maluku Tengah.
“Bila ada Pj Bupati atau walikota yang nyatakan sikap maju di Pilkada 2024, tentu kontraproduktif dengan tugas yang diembannya,” Direktur Eksekutif Konsultan Citra Indonesia- Lingkaran Survei Indonesia LSI Denny JA, Adjie Alfaraby, dihubungi Kabar Timur, via telepon selulernya, Minggu, kemarin.
Dia mengatakan, seorang penjabat bupati atau walikota harusnya tidak boleh secara terang-terangan menyatakan sikap maju sebagai calon Bupati/Walikota. Pasalnya, Penjabat itu diangkat oleh Kemendagri, dan mereka ini ASN aktif bukan dipilih seperti kepala daerah definitif, terangnya.
Alfaraby menjelaskan, dari sisi kewenangan bisa lihat dari kewenangan-kewenangan Penjabat Bupati/walikota kurang lebih sama seperti kepala daerah definitif, karena bisa ikut membahas APBD penuh dan APBD perubahan.
Bahkan, lanjut dia, penjabat juga bisa mengajukan rancangan peraturan daerah dan lain-lain. Kewenangannya mirip kepala daerah definitif. Kemudian fungsi kedua, penjabat salah satunya ditugaskan menyiapkan Pilkada di 2024.
"Sebetulnya Pj kepala daerah saat ini lebih enak, lebih full kewenangannya dibandingkan penjabat yang dulu. Pejabat saat ini diangkat Kemendagri dan kewenangannya lebih Powerful,"tambahnya.
Dengan demikian, papar dia, jika Penjabat Bupati/walikota mengambil momentum untuk menaikkan popularitas, atau punya tujuan politik terselubung secara terang-terangan, dengan kata lain ingin maju sebagai kandidat calon kepala daerah, menurutnya sah-sah saja.
"Itu sah-sah saja. Tapi yang sudah terang-terangan nyatakan sikap saat ini harus dievaluasi Mendagri untuk diganti tahun 2023. Sebab, kalau menjadi penjabat sampai 2024, maka mereka tidak boleh ikut calon, karena memiliki tanggungjawab mempersiapkan Pilkada dan lain sebagainya,"ungkap dia.
Untuk itu, papar dia, bila ada Penjabat yang menyatakan sikap terang-terangan dan terbuka di tahun 2022 dengan berniat maju sebagai salah satu calon walikota maupun bupati, harus segera dievaluasi Kemendagri untuk diganti secepatnya.
Pasalnya, lanjut dia, tugas-tugas negara yang diberikan kepada mereka (penjabat) itu nanti jalannya tidak seimbang lagi. “Penjabat ini kan dikasih Jabatan untuk melanjutkan fungsi-fungsi atau urusan-urusan pemerintahan daerah. Dan mereka itu ASN. Jadi berbeda dengan Kepala Daerah yang dipilih langsung. Sekali lagi mereka ini kan ditunjuk bukan dipilih,"paparnya.
Dikatakan, para penjabat kepala daerah seharusnya memaksimalkan momentum masa transisi untuk bisa bekerja lebih optimal dalam menata pemerintahan, dengan bekerja secara profesional.
"Para penjabat kepala daerah seharusnya bisa bekerja secara profesional dan tidak memiliki beban apapun. Sebab mereka berbeda dengan para kepala daerah yang terpilih melalui mekanisme pemilihan,"terangnya.
Perlu menjadi perhatian, posisi strategis birokrasi dalam menjalankan roda pemerintahan sangat berpotensi disalahgunakan menjadi vote getter atau pengumpul suara. "Makanya kalau sudah ada yang terang-terangan nyatakan sikap maju sekarang, Mendagri harus evaluasi untuk diganti, agar 2023 bisa ada Pj baru,"tutupnya. (KT)
Komentar