Penjabat Yang Niat Nyalon Harus Dievaluasi Mendagri
AMBON-Keinginan seorang penjabat Bupati/Walikota untuk mengambil bagian sebagai calon dalam “pesta” demokrasi pada 2024, mendatang, patut untuk dievaluasi Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, karena kontraproduktif dengan tugas yang diemban.
Penjabat Walikota Ambon, Bodwin Watimena dalam tugasnya sebagai penjabat Walikota, diketahui telah terang-terangan mengatakan siap maju sebagai calon Walikota Ambon. Pernyataan Wattimena sempat viral, pada pekan, kemarin.
Provinsi Maluku, miliki sebanyak 11 Kabupaten/Kota. Lima wilayah saat ini dipimpin Penjabat (Pj) Bupati/walikota, yakni: Kota Ambon, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Buru, Kepulauan Tanimbar dan Maluku Tengah.
“Bila ada Pj Bupati atau walikota yang nyatakan sikap maju di Pilkada 2024, tentu kontraproduktif dengan tugas yang diembannya,” Direktur Eksekutif Konsultan Citra Indonesia- Lingkaran Survei Indonesia LSI Denny JA, Adjie Alfaraby, dihubungi Kabar Timur, via telepon selulernya, Minggu, kemarin.
Dia mengatakan, seorang penjabat bupati atau walikota harusnya tidak boleh secara terang-terangan menyatakan sikap maju sebagai calon Bupati/Walikota. Pasalnya, Penjabat itu diangkat oleh Kemendagri, dan mereka ini ASN aktif bukan dipilih seperti kepala daerah definitif, terangnya.
Alfaraby menjelaskan, dari sisi kewenangan bisa lihat dari kewenangan-kewenangan Penjabat Bupati/walikota kurang lebih sama seperti kepala daerah definitif, karena bisa ikut membahas APBD penuh dan APBD perubahan.
Bahkan, lanjut dia, penjabat juga bisa mengajukan rancangan peraturan daerah dan lain-lain. Kewenangannya mirip kepala daerah definitif. Kemudian fungsi kedua, penjabat salah satunya ditugaskan menyiapkan Pilkada di 2024.
"Sebetulnya Pj kepala daerah saat ini lebih enak, lebih full kewenangannya dibandingkan penjabat yang dulu. Pejabat saat ini diangkat Kemendagri dan kewenangannya lebih Powerful,"tambahnya.
Dengan demikian, papar dia, jika Penjabat Bupati/walikota mengambil momentum untuk menaikkan popularitas, atau punya tujuan politik terselubung secara terang-terangan, dengan kata lain ingin maju sebagai kandidat calon kepala daerah, menurutnya sah-sah saja.
"Itu sah-sah saja. Tapi yang sudah terang-terangan nyatakan sikap saat ini harus dievaluasi Mendagri untuk diganti tahun 2023. Sebab, kalau menjadi penjabat sampai 2024, maka mereka tidak boleh ikut calon, karena memiliki tanggungjawab mempersiapkan Pilkada dan lain sebagainya,"ungkap dia.
Untuk itu, papar dia, bila ada Penjabat yang menyatakan sikap terang-terangan dan terbuka di tahun 2022 dengan berniat maju sebagai salah satu calon walikota maupun bupati, harus segera dievaluasi Kemendagri untuk diganti secepatnya.
Pasalnya, lanjut dia, tugas-tugas negara yang diberikan kepada mereka (penjabat) itu nanti jalannya tidak seimbang lagi. “Penjabat ini kan dikasih Jabatan untuk melanjutkan fungsi-fungsi atau urusan-urusan pemerintahan daerah. Dan mereka itu ASN. Jadi berbeda dengan Kepala Daerah yang dipilih langsung. Sekali lagi mereka ini kan ditunjuk bukan dipilih,"paparnya.
Dikatakan, para penjabat kepala daerah seharusnya memaksimalkan momentum masa transisi untuk bisa bekerja lebih optimal dalam menata pemerintahan, dengan bekerja secara profesional.
"Para penjabat kepala daerah seharusnya bisa bekerja secara profesional dan tidak memiliki beban apapun. Sebab mereka berbeda dengan para kepala daerah yang terpilih melalui mekanisme pemilihan,"terangnya.
Perlu menjadi perhatian, posisi strategis birokrasi dalam menjalankan roda pemerintahan sangat berpotensi disalahgunakan menjadi vote getter atau pengumpul suara. "Makanya kalau sudah ada yang terang-terangan nyatakan sikap maju sekarang, Mendagri harus evaluasi untuk diganti, agar 2023 bisa ada Pj baru,"tutupnya. (KTE)
Komentar