Pledoi Tagop Mengungkap “Curangnya” Tuntutan Jaksa KPK

Keterangan saksi-saksi contoh kecil membuktikan surat dakwaan dan surat tuntutan JPU disusun tidak sesuai fakta yang sebenarnya.

AMBON - Kecewa atas kinerja Jaksa Penuntut Umum (JPU), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tagop Soulisa, mantan Bupati Buru Selatan (Bursel), terdakwa kasus gratifikasi mengungkap “curangnya” Tim JPU, dalam pledoinya yang dibacakan dihadapan majelis hakim, pekan, kemarin.
Di kasus ini Tagop dituntut hukuman selama 10 tahun penjara dalam perkara dugaan suap senilai Rp29 miliar.
Tagop menyebutkan, apa yang disampaikan berdasarkan fakta yang dirasakan, berupa kejujuran, kebenaran dan telah sesuai kenyataan.
Dikatakan, tim penasehat hukum sudah merasa pada tempatnya, menyatakan kekecewaan dan keprihatinan atas kinerja JPU KPK jaksa penuntut umum di Pengadilan Negeri Ambon.
Menurutnya, rasa kecewa ini dibarengi rasa khawatir. “Jangan-jangan masyarakat luas, pemerhati hukum dan masyarakat yang mengikuti jalannya persidangan termasuk seluruh keluarga dan kolega terdakwa, akan mengira dan menilai apakah memang seperti itu kesadaran hukum dan cara kerja JPU,” tanya Tagop dalam pledoinya.
Diakui, dari semula sudah ada keragu-raguan baik pada dirinya selaku terdakwa maupun tim penasehat hukum, bahwa apakah masih mungkin ada fiirtrial peradilan yang benar-benar terbuka, jujur, bersih, adil dan tidak memihak, tanya lagi.

Dikatakan, lihatlah tuntutan JPU, yang tidak mengindahkan fakta persidangan, bukti-bukti yang ada tapi langsung saja menuntut dirinya selaku terdakwa dengan hukuman berat. Sungguh ironis.
Kendati begitu, dirinya bersama tim penasehat hukum masih menaruh harapan tinggi bahwa walaupun jalan hukum tampak masih gelap bagi terdakwa, melihat tuntutan JPU.
Namun, lanjutnya, cita-cita negara ini adalah negara hukum tidak pernah goyah dalam benak pikiran dan kebenaran yang terungkap dalam persidangan sudah terang seperti cahaya dalam kegelapan.
"Saya terdakwa dan tim penasehat hukum percaya. Sebagai negara hukum pengadilan di Indonesia khususnya pada persidangan yang dipimpin majelis hakim telah menunjukkan dan membuktikan kepada kami persidangan ini tetap berpegang teguh kepada prinsip-prinsip fair trial atau peradilan yang bebas, jujur, bersih, adil dan tidak memihak,"sebut Tagop.
Sebagaimana diketahui pada persidangan sebelumnya JPU menuntut dirinya dengan hukuman pidana 10 tahun penjara, dan denda Rp 500 juta, Subsidair satu tahun kurungan, serta uang pengganti Rp27.533.625.000,00, Subsidair lima tahun.

Surat tuntutan JPU mengatakan tuntutan tersebut untuk keadilan. Kendati demikian, pembelaan ini mempertanyakan keadilan yang dimaksud JPU terhadap terdakwa Tagop.

"Nikah keadilan yang diyakini oleh JPU? Sudah sesuaikah tuntutan tersebut dengan pembuktian, fakta persidangan, hati nurani, keyakinan, dan terasa kehadiran JPU?,"tegasnya.
Membaca tuntutan JPU yang dilabeli irah-irah: “Untuk Keadilan,” namun dibanding isi tuntutan JPU, dengan menyesal pihaknya berkesimpulan: Tumpulnya rasa keadilan dalam surat tuntutannya.
"Padahal dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, tegas telah dinyatakan: Demi keadilan dan kebenaran berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Jaksa melakukan Penuntutan dengan keyakinan berdasarkan alat bukti yang sah," tegasnya lagi.
Fakta yang terungkap di dalam persidangan jelas dan terang, JPU ternyata telah menyusun dan membacakan surat tuntutannya, bukan dengan keyakinan berdasarkan alat bukti yang sah, namun karena dorongan nafsu menghukum terdakwa setinggi-tingginya, tanpa memperdulikan rasa kemanusiaan dan hati nurani.
JPU diminta tidak berpura-pura lupa bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum dan bukti-bukti yang telah terungkap di dalam persidangan, uang yang didakwa sebagai hasil suap dan bergratifikasi (yang sebelumnya hanya berdasarkan keterangan saksi-saksi saja tanpa dukungan alat bukti surat), ternyata tidak terbukti diterima Tagop sebagai terdakwa.
Dikatakan, banyak saksi yang terbukti telah diarahkan penyidik dalam proses BAP, bahkan jumlah uang yang didakwa hasil gratifikasi ternyata ditentukan sendiri oleh penyidik dalam BAP saksi, sehingga saksi-saksi dengan tegas telah mencabut BAP nya dan menjelaskan fakta yang sebenarnya dihadapan persidangan.

Menurutnya, yang menjadi pertanyaan tim nasehat hukum dan mengapa masih saja begitu kejam JPU mengajukan tuntutan nilai gratifikasi yang begitu fantastis tanpa memperdulikan fakta sidang.
Masih mengutip isi pledoi Tagop, pabila JPU memegang teguh prinsip dan ketentuan hukum khususnya bunyi ketentuan pasal 185 ayat 1 KUHP mengenai keterangan saksi adalah apa yang dinyatakan didepan persidangan, maka mestinya JPU dalam membuat surat tuntutan harus didasarkan pada fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan dengan mempertimbangkan nilai kemanusiaan dan nilai keadilan.

“Jadi apabila JPU konsisten terhadap fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan, maka seharusnya tuntutan JPU tidak membabi buta seperti itu,” terangnya.
Tim penasehat hukum dalam nota pembelaan mengaku, kecewa membaca surat tuntutan JPU karena dengan terang-terangan telah mengingkari kebenaran fakta-fakta hukum dan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan, sehingga menimbulkan pertanyaan dalam pemikiran mereka bahwa ada apa atau ada siapa di balik surat tuntutan JPU.

“Apakah JPU bekerja bukan untuk meninggalkan hukum, kebenaran dan kehadiran melainkan hanya untuk memenuhi keinginan sponsor yang mungkin ada di balik perkara ini? Ataukah mungkin JPU mengira dapat menekan pengadilan, dengan membuat tuntutan yang absurd,” tanya dia lagi.

"Kami percaya majelis hakim tidak akan terpengaruh pada surat tuntutan JPU. Dan terpaksa kami harus katakan bahwa perkara terdakwa ini adalah perkara yang sangat dipaksakan alias "akal-akalan", karena telah terungkap isi surat dakwaan ternyata tidak sesuai fakta sebenarnya,"tegasnya.

Ini, kata dia, semakin diperkuat seiring berjalannya proses sidang selanjutnya, dimana saksi-saksi ternyata tidak mendukung surat dakwaan JPU, bahkan keterangan saksi-saksi justru bertentangan dan telah memutarbalikkan isi surat dakwaan JPU.
"Sejak proses pembuktian dalam sidang ini, kami sudah meyakini sebenarnya terdakwa didudukan di dalam persidangan ini hanya berdasarkan BAP-BAP yang tidak sesuai fakta sebenarnya,"beber Penasehat Hukum Tagop dalam Nota Pembelaan, sebelumnya.
Dalam Nota Pembelaan tersebut, Tim Penasehat Hukum Tagop juga melampirkan beberapa contoh saksi-saksi yang mencabut dan atau merubah BAP, dengan alasan mencabut atau merubah keterangan.

Saksi Liem Sin Tiong mencabut BAP nomor 62, Drs Ibrahim Banda Mencabut BAP nomor 9 dan BAP nomor 10 huruf (a), Jeanne Rinsampessy mencabut BAP nomor 14 huruf (a) angka (1) dan BAP ke dua nomor 25 huruf (a) angka (1).
Andiras Intan Alias Kim Fui merubah BAP nomor 11, Abdullah Alkatiri merubah BAP nomor 11, Allen Waplau mencabut BAP nomor 15, Rudi Tandean Merubah BAP nomor 10, Ridwan Umasugi merubah BAP nomor 14, dan Ismid Thio merubah BAP nomor 10.

Ditegaskan, keterangan saksi-saksi sebagai contoh kecil untuk membuktikan surat dakwaan dan surat tuntutan JPU disusun tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya.

"Belum lagi terhadap beberapa hal yang seharusnya menjadi perhatian kita bersama yaitu, barang bukti nomor 202 bukanlah barang bukti sebagaimana dimaksud dalam pasal 39 ayat 1 KUHP, karena faktanya adalah bukti yang ditulis oleh saksi Joseph AM. Hungan atas permintaan penyidik,"ungkap mereka.

Keterangan saksi Joseph AM. Hungan persidangan, seksi menjelaskan bahwa penyidik meminta saksi menulis sendiri satu lembar kertas yang bertuliskan contoh list pekerjaan dan pemenangnya yang sesuai dengan perintah Bupati dan ditandatangani oleh Joseph AM. Hungan sendiri tanggal 23 juli 2022.

"Terhadap kertas tersebut dilakukan penyitaan dan dinyatakan menjadi alat bukti surat dengan kode barang bukti nomor 202 untuk membuktikan mengenai adanya arahan dari terdakwa,"papar Tim Penasehat Hukum dalam Nota Pembelaan.

Penerapan pasal terhadap pasal 12 huruf a UU PTPK dapat dakwah padahal saksi Ivana Kwelju yang dituduhkan sebagai pembersih kepada terdakwa dituntut oleh jaksa penuntut umum dengan pasal 5 ayat 1 UU PTPK.
Seharusnya dengan memperhatikan sistematika UU PTPK, JPU menuntut terdakwa dengan pasal 5 ayat 2 UU PTPK sebagai pasal yang merupakan pasangan dari pasal 5 ayat 1 UU TPK.

Adanya tuntutan uang pengganti dalam surat tuntutan, padahal dakwaan JPU tidak tercantum pasal 18 UU PTPK, bahkan yang sangat memprihatinkan adalah, terkuak sebuah fakta ada saksi yang diminta penyidik membuat surat pernyataan dengan isian telah ditentukan sendiri oleh penyidik untuk menyudutkan terdakwa.

"Untungnya dalam sidang yang mulia majelis hakim dengan Arif bijaksana memberikan kesempatan kepada saksi untuk mencabut surat pernyataan yang tidak sesuai fakta yang sebenarnya itu,"terangnya.

Lebih lanjut, dijelaskan, selama proses persidangan telah didengar keterangan transaksi, nama para ahli, serta keterangan. Sehingga terungkap fakta-fakta di persidangan terkait perkara a quo.

Seperti Saksi Josepha M Hungan, saat memberikan keterangan pada persidangan hari Kamis 23 Juni 2022. Dalam salah satu keterangannya, ia mengaku sebagai kepala Bidang Bina Marga Dinas PU Bursel Sejak Desember 2014. Dia juga menjadi PPK sejak 2009-2018.

Dalam persidangan dia mengaku tidak mengetahui mengenai pemberian fee dari kanan yang dimenangkan dalam proses lelang yang diberikan kepada terdakwa. “Saya juga pernah dipanggil terdakwa bersama karena tidak memenangkan rekanan yang diarahkan oleh terdakwa, namun tidak ada ancaman mutasi bagi saksi maupun Pokja,” terang mereka mengutip keterangan saksi dalam persidangan.

Keterangan PNS Dinas PU Bursel , yakni saksi Ilyas Akbar Wael pada Kamis 23 Juni 2022 diantaranya, “saya tidak pernah menerima arahan langsung baik dari terdakwa maupun dari kepala dinas PUPR Buru Selatan,” terang sksi linnya.

PNS Dinas PUPR Bursel lainnya, yakni Stepi Wawan Astika, dalam kesaksiannya di pengadilan tanggal 23 Juni 2022 mengatakan diantaranya, tidak pernah menerima arahan dari terdakwa untuk memenangkan rekanan tertentu dalam proses lelang tahun 2015.

Semua keterangan saksi di pengadilan dari tanggal 23 Juni hingga 9 September 2022, dengan jumlah sebanyak 38 orang, juga dilampirkan dalam Nota Pembelaan terhadap Tagop.
Selain itu, dalam nota pembelaan tersebut juga dilampirkan semua keterangan saksi terkait usaha-usaha terdakwa. Diantaranya, Sofian Solisa yang pada 1 September 2022 memberikan keterangan bahwa mengaku mengetahui usaha tambang Tradisional milik Tagop Soulisa.
Sepengetahuan saksi pada tahun 2011 di kabupaten Buru Selatan, khususnya di daerah liang bumi di gunung botak, masyarakat menemukan hamparan emas, pada saat itu sebagai anak daerah, saksi mulai berpikir bagaimana melaksanakan investasi.

Selanjutnya pada tahun 2011 saksi yang saat itu berada di Namlea, datang ke Buru Selatan menemui terdakwa. Kemudian saksi menyampaikan keinginannya untuk dapat melakukan kerjasama usaha dengan terdakwa yang berlangsung dari tahun 2011 hingga 2015 dalam hal mengelola emas. Oleh karena itu saksi kemudian menerima bantuan modal sebesar 25 juta dari terdakwa.

Penyerahan uang kepada terdakwah dilakukan secara tunai di rumah terdakwa di Buru Selatan, dan kadang kala diambil suatu dakwah berada di Namlea. Saksi tidak pernah menyerahkan keuntungan kerjasama dengan terdakwa melalui ajudan terdakwa.

Selama melaksanakan kerjasama usaha dengan terdakwa saksi tidak pernah mendengar informasi baik itu dari masyarakat Namlea atau Namrole maupun pengusaha dan kontraktor yang menyatakan terdakwa sering meminta jatah fee proyek.

Saksi lainnya yang menangani usaha bidang perikanan yakni Jamaluddin Lautetu, dalam persidangan 1 September mengaku, pengen turun yang saksi serahkan kepada terdakwa dilakukan tergantung permintaan terdakwa.

"Penyerahan tersebut bisa melalui transfer antar rekening. Penyerahan keuntungan dilakukan sebelum terdakwa menjabat sebagai bupati,"jelas Jamaluddin seperti keterangannya yang dicantumkan dalam nota pembelaan tersebut.

Jadi aku menjadi Bupati tahun 2011 sampai 2016 dan 2016 sampai 2021 atau 2 periode, bahkan pada periode pertama saksi tetap menyatukan keuangan terdakwa dari usaha ikan tuna dan hal tersebut berlangsung sampai tahun 2021.

Seksi juga mengaku melakukan penyetoran kepada terdakwa, dan saksi sering laporkan penyetoran tersebut langsung kepada terdakwa, bahkan saya tidak mengetahui apakah ada atau tidak penyetoran dari kontraktor ke rekening terdakwa.

Dalam Nota Pembelaan tersebut juga dicantumkan pernyataan Profesor. Dr. Salmon Eliazer Marthen Nirahua, SH.M.Hum dalam persidangan Kamis 8 September 2022 dalam pendapatnya sebagai ahli.

Profesor Salmon dalam pernyataannya menjelaskan, terdakwa sebagai kepala daerah atau bupati tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban atas proses yang dilakukan oleh PPK maupun organ pengadaan barang dan jasa lainnya karena pertanggungjawaban wewenang dilakukan oleh PPK.

Menurut ahli, jika seseorang tidak mempunyai kewenangan maka ia tidak dapat dilekatkan dengan kewajiban-kewajiban yang dilakukan. Dan bila tidak ada kewajiban maka tidak ada kewenangan.

Menurut pendapat ahli, terdakwa sebagai bupati diperbolehkan untuk menerima pemasukan lain selain dari APBN, APBD dan upah gaji. Selain itu, secara subjektif di luar jabatan boleh melakukan hubungan keperdataan pinjam meminjam dengan pihak yang lain yang penting tidak ada jabatan yang mengikutinya misalnya terdakwa bertindak dalam kapasitas sebagai bupati.

Sementara itu, dalam keterangan terdakwa Tagop Sudarsono Soulisa, pada persidangan 9 September 2022, dia mengaku, pernah menyampaikan arahan penunjukan pemenang lelang kepada Joseph AM Hungan, Abdurrahman Soulissa maupun Ventje Kulibongso.

Tagop mengaku, banyak kontaktor yang mendekati dirinya dengan pelaksanaan proyek-proyek di Buru Selatan antara lain Liem Sin Tiong, dan Kontraktor lokal lainnya. Selain itu, Rudy Tandean, Andrias Intan, Benny Tanihattu, Abdullah Alkatiri, Allen Waplau tidak pernah melakukan pendekatan atau meminta pekerjaan kepada dirinya.

"Kemudian saat Liem Sin Tiong meminta pekerjaan, Tagop Sudarsono Soulisa mengaku tidak pernah meminta bantuan dana terlebih lagi Dana Alokasi Khusus (DAK),"jelas Tagop dalam keterangannya pada Nota Pembelaan tersebut.

Terdakwa juga tidak mengetahui Johny Ryndhard Kasman menarik uang dalam rekening dan memberikan keadilan terdakwa. Tagop juga mengaku, 2016 pernah meminjam uang sebesar Rp 2 Miliar dari Andiras Intan Alias Kim Fui Johny Rynhard Kasman karena saat itu terdakwa sedang membutuhkan uang.

Terdakwa juga pernah melakukan hubungan pinjam meminjam dengan Rudy Tandean. Rudy Tandean meminjam uang dari terdakwa sebesar Rp 300 juta, untuk keperluan kampanye gubernur. Dan Rudy Tandean mengembalikan uang terdakwa dengan mentransfer antara lain Rp 75 Juta.

Terdakwa tidak pernah menerima pemberian uang yang dikumpulkan oleh OPD -OPD sebesar Rp.380.000.000 setiap tahunnya melalui BPKAD. Selain itu,Terdakwa mengenal Ibrahim Banda selaku kepala Dinas kesehatan. Terdakwa tidak pernah menerima uang sebesar Rp 350.000.000 dari Ibrahim Banda.

Kemudian Terdakwa tidak pernah menerima pemberian dalam bentuk apartemen. Apartemen tersebut terdakwa gunakan dengan menyewa yang mana cicilan sewa apartemen tersebut terdakwah bayar melalui Johny Ryndhard Kasman, kepada isteri Ibrahim Banda.

Tidak pernah memerintahkan Johny Ryndhard Kasman menemui Laurenzius Sembiring. Ia juga tidak pernah memerintahkan Johny Ryndhard Kasman bekerja denga Laurenzius Sembiring serta tak mengetahui arahan Laurenzius Sembiring kepada Johny Ryndhard Kasman terkait jawaban untuk KPK.

Terdapat tidak pernah mengetahui serta tidak pernah memerintahkan Johny Ryndhard Kasman, untuk memberikan uang sebesar Rp 600.000.000, kepada Laurenzius Sembiring.

Tagop mengaku, Johny Ryndhard Kasman membawa dan menyerahkan mobil Santa fe ke Laurenzius Sembiring tanpa seizin terdakwa. Terdakwa juga tidak pernah memberikan gaji kepada Johny Ryndhard Kasman, tetapi hanya memberikan uang bantuan untuk kebutuhan istri dan anak-anaknya saja. Terdakwa juga tidak pernah mengangkat Johny sebagai pegawai honorer perwakilan Buru Selatan di Jakarta.

Terdakwa tidak pernah menerima uang dari Ivana Kwelju, Andrian Intan, Venska Yauwalata dan Abdullah Alkatiri melalui Johny Ryndhard Kasman. Terdakwa mengaku tidak menerima uang sebesar Rp 400 juta dari Ivana Kwelju melalui Johny Ryndhard Kasman.

Bahkan mantan Bupati Buru Selatan dua periode itu mengaku tidak memiliki kesepakatan bersama dengan Liem Sin Tiong, mengenai bantuan Dana DAK yang dikirim oleh Ivana Kwelju.

Tidak mengatur pemenang lelang yang akan mengerjakan proyek di Kabupaten Buru Selatan, serta tak pernah ada penyerahan uang kepada terdakwa baik secara langsung maupun melalui orang lain.

Dalam persidangan tersebut terdakwa mengaku setiap bulan saksi melakukan evaluasi kinerja organisasi perangkat daerah dalam rangka pengawasan, mengingat Kabupaten Buru Selatan merupakan daerah pemekaran baru. Selain itu, ntar aku tidak pernah memerintahkan ajudan untuk memberikan rekening Johny Ryndhard Kasman kepada Ivana Kwelju.

Tagop mengungkapkan, Istrinya menjabat sebagai anggota DPRD provinsi Maluku pada tahun 2014, selain itu istrinya memiliki usaha di bidang perhiasan dengan total penghasilan Rp 60 juta per bulan.

Kemudian mobil voxy dibeli oleh istri terdakwa menggunakan penghasilan pribadi istrinya karena saat itu mobil dinas istri terdakwa ditarik. Mobil voxy tersebut sekarang sudah disita oleh KPK.

Tahun 2015 tidak pernah melakukan komunikasi dengan Liem Sin Tiong terkait DAK. Bahkan terus aku tidak mengetahui transfer uang pada tanggal 11 Februari 2015 dari Ivana Kwelju ke Johny Ryndhard Kasman.

Selain itu, Tagop mengaku tidak pernah memerintahkan Abdurahman Soulisa, Joseph M Hungan, maupun Ilyas Akbar untuk memenangkan perusahaan milik Ivana Kwelju. Terdakwa juga tidak pernah memberikan arahan terkait pengumuman pemenang lelang pada paket pekerjaan jalan dalam Kota Namrole tahun 2015.

Tagop mengaku tidak mengetahui dan tidak pernah memberikan arahan terkait dengan penandatanganan kontrak antara PPK dengan PT Budi Citra Kencana tertanggal 25 Agustus 2015 senilai Rp 3.9 Miliar.

Bukan saja itu, Tagop mengaku tidak pernah meminta uang tambahan sebesar Rp 200 juta kepada Ivana Kwelju melalui Lim Sin Tiong. Selain itu sejak 2012-2019 dirinya juga tidak pernah menerima uang Rp 2 Miliar dari Dinas Kesehatan Buru Selatan.

Sedangkan selama tahun 2011 sampai 2021, lanjut Tagop dalam keterangannya, dirinya tidak pernah menerima uang senilai Rp 3,8 Miliar dari BPKAD. Bukan saja itu, dia juga membantah selama tahun 2012-2014 telah menerima uang Rp 1.980.000.000 dari Benny Tanihattu.

Selama tahun 2012 sampai dengan 2016 terdakwa tidak pernah menerima uang senilai Rp 400 juta dari Andiras Intan Alias Kim Fui, melain hanya menerima pinjaman sebesar Rp 250 juta, yang seluruhnya sudah dikembalikan oleh Tagop.

Dan pada tanggal 20 Januari 2012 terdaku tidak pernah menerima uang sebesar Rp 25 juga dan fasilitas hiburan senilai Rp 40 juta dari Abdullah Alkatiri. Tagop juga membantah menerima Rp 50 juta dari Venska Yauwalata pada 29 Januari 2014.

Pada tanggal 29 Mei 2015 dakwah pernah meminjam uang sebesar Rp 75. Juta dari Rudy Tandean, dan Tagop selama menjabat sebagai Bupati selama dua periode, pernah menerima honor dari OPD ketika mengikuti program yang dilakukan OPD.

Honor yang terdakwa terima sebagai bupati Buru Selatan sudah sesuai dengan surat ketentuan aturan yang berlaku di Kabupaten Buru Selatan.

Dan selamat datang menjabat sebagai bupati, Tagop menerima gaji pokok yang jumlahnya sudah tidak dapat diingat serta tunjangan antara lain kesehatan, makan minum, perjalanan dinas, dan lain sebagainya.

Khusus untuk perjalanan dinas peraturan mengenai nilai tunjangan tersebut diatur di dalam SK, bahwa kedudukan terdakwa sebagai Bupati dalam kegiatannya, dengan pengelolaan keuangan daerah sebagai penguasa anggaran, sedangkan pengguna anggaran adalah kepala dinas masing-masing.

Lebih lanjut, dalam nota pembelaan tersebut Tim Penasehat Hukum Tagop Sudarsono Soulisa menjelaskan, menurut pasal 12B ayat (1) huruf a UU PTPK, tidak pidana korupsi menerima gratifikasi yang nilainya Rp 10 juta atau lebih, bawa pembuktian gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi.

Tetapi dikarenakan berdasarkan hasil pemeriksaan persidangan, yang telah diuraikan pihaknya ( Tim Penasehat Hukum) , diperoleh fakta hukum yang tidak terbantahkan yaitu : dakwah tidak terbukti menerima gratifikasi langsung dari pemberian OPD, dan rekanan/kontraktor seluruhnya berjumlah Rp5.493.000.000,00.

Tadi aku tidak terbukti menerima gratifikasi melalui pihak lain yaitu Saksi Johny Ryndhard Kasman, Saksi Fenty Hidayat Wael, yang seluruhnya berjumlah Rp17.686.425.000,00.

Tim Penasehat Hukum juga melakukan analisa mengenai pidana tambahan uang pengganti dan pencabutan hak politik terdakwa, dimana tuntutan penuntut umum yang menuntut uang pengganti dan pencabutan hak politik sebagai pidana tambahan kepada terdakwa telah keliru.

Hal tersebut dianggap keliru dan tidak berdasar sehingga dapat mencederai nilai-nilai keadilan dalam perkara a quo dengan alasan-alasan diantaranya, menuntut umum sama sekali tidak pernah mendakwahkan pasal 18 UU PTPK sebagai dasar pengenaan uang pengganti dan pencabutan hak politik.

Untuk menjatuhkan pidana sebagai suatu penghukuman maka hakim harus merujuk kepada surat dakwaan dan bukan terhadap surat tuntutan sebagaimana ketentuan pasal 182 ayat 4 KUHP yakni " musyawarah tersebut pada ayat 3 harus didasarkan atas surat taqwaan dan segala sesuatu yang terbukti di persidangan".

Tim Penasehat Hukum Tagop Sudarsono Soulisa dalam Nota Pembelaan juga melakukan analisa terhadap barang bukti, dan dikatakan bahwa aquas tidak terbukti melakukan perbuatan yang dilakukan maka seluruh barang Bukti milik terdakwa yang disita dari terdakwa ataupun pihak-pihak lain dikembalikan kepada terdakwa sesuai dengan ketentuan pasal 194 ayat 1 KUHP.

Pasal 1964 ayat 1 KUHP memiliki bunyi yaitu "dalam hal putusan pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, pengadilan menetapkan supaya barang bukti yang disita diserahkan kepada pihak yang paling berhak menerima kembali, yang namanya tercantum dalam putusan tersebut kecuali jika Menurut ketentuan undang-undang, barang bukti itu harus dirampas untuk kepentingan negara atau dimusnahkan atau dirusak sehingga tidak dapat dipergunakan lagi."

Olehnya itu, barang bukti dari nomor 1 sampai dengan nomor 656 seluruhnya dikembalikan kepada penuntut umum untuk dipergunakan dalam perkara atas nama terdakwa Johny Ryndhard Kasman.

Hal ini mengingat terbukti ke seluruh kendaraan diperoleh dengan sah dan tidak berkaitan dengan perkara a quo sebagaimana fakta persidangan, dimana telah terbukti berdasarkan keterangan saksi Johny Ryndhard Kasman dan Terdakwa bahwa satu unit mobil Toyota Voxy A/T, Nopol DE 1937 LT, merupakan kendaraan pribadi Isteri Tagop, yang dibi secara kredit oleh isterinya yakni Safitri Malik Soulisa dikarenakan terjadi penarikan mobil dinas DPRD.

Terbukti berdasarkan keterangan saksi Rudy Tandean yang sesuai dengan keterangan terdakwa bahwa, satu mobil Honda CRV Nopol DE 516 D, diperoleh terdakwa dengan cara tukar pakai kendaraan dengan Rudy Tandean.

Terbukti berdasarkan keterangan saksi Johny Ryndhard Kasman, yang sesuai keterangan terdakwa bahwa satu unit mobil Hyundai Santa Fe 2.2 CRDI warna hitam Nomor Polisi L 555 IK dibeli secara kredit menggunakan nama Johny Ryndhard Kasman yang seluruh biaya pelunasan kreditnya bersumber dari uang pribadi terdakwa.

"Oleh karena itu demi keadilan dan kepastian hukum, sudah sepatutnya seluruh barang bukti tersebut dikembalikan kepada terdakwa Tagop Sudarsono Soulisa selalu pihak yang berhak,"harap Penasehat Hukum Tagop Sudarsono Soulisa.

Tim Penasehat Hukum Tagop Sudarsono Soulisa berharap, seluruh nota pembelaan yang diajukan oleh terdakwa dan penasehatnya dapat diterima seluruhnya. "Kami mohon adanya putusan seadil-adilnya,"ujar tim penasehat hukum.

Tim Penasehat Hukum juga menyatakan bahwa Terdakwa Tagop Sudarsono Soulisa tidak sepenuhnya terbukti secara sah dan meyakinkan, melakukan seluruh tindak pidana sebagaimana didakwahkan oleh jaksa penuntut umum.

"Kami harap hakim biarkan memberikan putusan membebaskan terdakwa dari seluruh dakwaan jaksa penuntut umum atau setidak-tidaknya melepaskan terdakwa Tagop Sudarsono Soulisa dari segala tuntutan hukum,"harapnya.

"Kami juga berharap agar putusan majelis hakim bisa untuk memerintahkan agar terdakwa Tagop Sudarsono Soulisa dikeluarkan dari rumah tahanan negara, kemudian merehabilitasi nama baik, harkat dan martabat terdakwa serta membebankan biaya perkara pada negara,"tutup Penasehat Hukum Tagop Sudarsono Soulisa dalam Nota Pembelaan tersebut. (KTE/KT)

Komentar

Loading...