Dulu Namanya Kerajaan Zoya, Sekarang “Z” Diganti “S” (3-Selesai)
KABARTIMURNEWS.COM,AMBON, - Latu Silimau. Dia lah penguasa Kerajaan Zoya yang melegenda dalam cerita yang diwariskan ke anak cucu dua negeri, Soya dan Batumerah saat ini. Versi masyarakat Batumerah, sang latu memerintah di tahun 1500-an, kala Zoya masih sebuah kerajaan Islam berdaulat.
Hingga datang orang-orang Portugis di tahun 1513 dengan tujuan awal untuk dagang namun yang terjadi kemudian, merobah segalanya. Bukan saja agama dan kepercayaan yang telah lama dipegang teguh, tanah-tanah rakyat juga dicaplok Portugis. Dengan politik "kulit sapi" -nya, sepenggal demi sepenggal lahan rakyat dikuasai kolonial asal benua Eropa itu.
Tak ingin agama dan keyakinannya berubah mengikuti kemauan bangsa penakluk ini, setelah mengangkat senjata melakukan perlawanan namun kalah, Latu Silimau dan pengikutnya yang masih setia memilih hijrah. Tapi Portugis akhirnya terusir oleh pasukan Kesultanan Ternate setelah itu. Sementara Latu Silimau telah hengkang dari negeri yang berlokasi di salah satu bukit jazirah Leitimur pulau Ambon yang sekarang disebut Gunung Sirimau itu.
Kemana sang Latu pergi, tak semua orang Batumerah tahu hal itu. "Tidak, antua seng turun tinggal di Batumerah," tepis Kepala Dati Hatala, Ali Hatala. Lalu kemana, Ali hanya tersenyum.
Penguasaan bangsa asing atas "Zoya" tidak sampai di situ. Berlanjut dengan imperialisme VOC Belanda datang menguasai wilayah ini. Namun kolonial yang satu ini datang dengan cara yang lebih beradab, tak sepeti pendahulunya, Portugis.
Tapi Kerajaan Zoya bagi orang Batumerah adalah masa lalu. "Dulu namanya Kerajaan Zoya, dorang ganti Z dengan S, jadi Soya," ujar Ali.
Meski leluhurnya dari Kerajaan Zoya, Ali Hatala teguh mengaku dirinya orang Batumerah. Dan salah satu bukti kalau nenek moyangnya berasal dari "Zoya" yakni keberadaan dusun dati milik marga Hatala di dalam Negeri Soya saat ini.
Kapan lahan dati itu diberikan oleh Kerajaan Zoya, dan alasan apa, juga kapan Negeri Batumerah terbentuk pasca hancurnya Zoya, Ali enggan berkomentar. "Panjang ceritanya!," ucapnya dengan nada tegas.
Keberadaan Dati Hatala di Negeri Soya sebetulnya telah terungkap dalam persidangan perkara perdata nomor 225/Pdt.G/2016/PN. Ab yang diputus hakim PN Ambon pada 22 Nopember 2017 silam. Dalam putusan tingkat pertama perkara antara Lukas Tamtelahitu yang menggugat Achmad Hatala dkk, dan ternyata gugatan Lukas atas dusun dati Ihupatuhalat ditolak itu, tercatat kesaksian Marthen Huwaa dari Negeri Soya.
Dalam keterangannya yang dicatat panitera penagdilan, Marthen mengaku tahu dan pernah membaca register Dati Petuanan Negeri Soya tahun 1814 yang di dalamnya disebutkan bahwa Negeri Batumerah ada makan dusun dati di Negeri Soya. Dan setahu dia, ada 4 potong dusun dati diberikan oleh Negeri Soya kepada Negeri Batumerah. Namun Marthen mengaku tidak ingat lagi nama keempat dusun dati tersebut. Kesaksian pihak Soya itu diperkuat dengan keterangan saksi Negeri Batumerah. Di persidangan Muhammad Ali Walla yang mengaku tidak pernah melihat register Dati Negeri Batumerah itu menjelaskan di tahun 1965 ada undangan dari Negeri Soya untuk sebuah pertemuan, sehingga saksi dan teman-teman saksi ikut datang. Tapi saksi tidak masuk mengikuti pertemuan, sehingga saksi tidak mengetahui apa yang dibicarakan dalam pertemuan. Dituturkan saksi Walla ketika pertemuan berlangsung di dalam gereja Soya saksi dan teman-teman saksi sedang duduk-duduk di luar melihat-lihat buah salak di samping gereja, datang seseorang yang bermarga Soplanit sambil berkata,"Nyong ada lihat apa?" Lalu saksi dan teman-teman saksi menjawab kami hanya duduk-duduk saja sambil melihat buah salak" kemudian Pak Soplanit, kata saksi menyuruh dia dan teman-temannya mengambil buah salak tersebut untuk dimakan. Lalu kepala Soa Soplanit itu menjelaskan kalau dan tanah disekitarnya adalah tanah Dati milik Negeri Batumerah.
Namun sengkarut sengketa tanah dati antara Soya dan Batumerah ini kunjung selesai jua, meski pihak marga Hatala telah berkali-kali menang perkara. Bukan saja atas beberapa pemilik Dati dari negeri kerabatnya, Soya tapi juga antar klan marga Negeri Batumerah sendiri. Pasca kemenangan klan Hatala atas klan Masawoi di lahan Warasia yang diklaim Masawoy, datang lagi perkara gugatan Rehatta dari Negeri Soya atas Masawoy dari Negeri Batumerah. Yang anehnya, kedua pihak mengklaim perkara di atas tanah dati yang telah diputus di pengadilan, mulai pengadilan tingkat pertama, banding, kasasi hingga peninjauan kembali (PK) dengan kata lain telah inkracht, yaitu dusun Dati Wasila.
Usut punya usut ternyata gugatan Ruben William Rehatta atas Ismail Masawoy di atas tanah dusun Dati Wasila diduga kuat salah objek. Dati Hurunguang yang diklaim ahli waris Ruben Rehatta, yakni Maria Rehatta/Fatubun dan anaknya atas Ismail Masawoy diduga hendak dimanfaatkan oleh pendiri yayasan pendidikan Al Madinah, Mustari Ajib yang saat ini berstatus "numpang" di lahan Dati Wasila.
Tapi seperti kata petuah kuno, bahwa kebenaran akan menunjukkan dirinya jua. Terbukti tidak pernah ada sidang komisi dilakukan oleh pihak Pengadilan Negeri Ambon sebelum lahan objek disengketakan. Fakta hukum itu ditemukan dalam perkara perdata nomor 74/Pdt-G/1989/PN.Ab antara penggugat ahli waris alm Ruben Rehatta melawan Ismail Masawoy dkk.
Dalam dokumen putusan perkara itu, terungkap jika sidang komisi yang menjadi prasyarat sebelum sengketa tanah digelar di pengadilan perdata, termyata tidak pernah dilakukan pihak pengadilan. Kalau sidang komisi alias penentuan objek perkara di lapangan sejak awal sudah dilakukan maka tidak akan terjadi kebingungan dalam pencocokan batas lahan (constatering) yang digelar panitera PN Ambon pada 29 Nopember 2021, di atas tanah Dati Wasila.
Peta denah lokasi yang ditunjukkan pihak Rehatta melalui kuasa hukumnya dalam constatering ternyata produk tahun 1998, tertanggal 6 Agustus, dibuat oleh juru sita (pengganti) PN Ambon bernama J. Benbuarin. Jauh sebelum gugatan terhadap Masawoy dilayangkan tahun 1989 dan diputus tahun 1990.
Dalam peta denah tersebut, tampak jelas objek yang digugat Rehatta itu berada di luar dusun Dati Hatala, Wasila. "Pantasan, batas-batas dusun dati Hurunguang yang diklaim Rehatta ada di dusun Dati Warasia milik Masawoy tidak ditemukan. Bagaimana bisa, lahan Dati Wasila milik Hatala itu bukan objeknya," kata pengacara Maurits Latumeten, yang juga kuasa hukum Achmad Hatala dan (Alm) H Latif Hatala itu. (KTA)
Komentar