Aneh, PN Namlea Eksekusi Lahan yang Sudah Inkrah MA

KABARTIMURNEWS.COM,AMBON, - Pengadilan Negeri Namlea melakukan eksekusi di lahan yang sudah terpampang putusan inkrah Mahkamah Agung. Kok bisa?
Pengadilan Negeri (PN) Namlea, Selasa, kemarin, melakukan eksekusi terhadap lahan dua hektar yang diperkarakan Dewi Limba, Iwan Teapon dan Syahril Bugis, di kawasan Jalan Baru, Desa Namlea, Kabupaten Buru).
Eksekusi tersebut dilakukan Panitera PN Namlea, Samri Sampalu. Surat penetapan eksekusi tertanggal, tertanggal 23 Maret 2021, dan bernomor: 1/Pen.Pdt. Eks/2019/PN Nla, antara Dessy Limba pemohon eksekusi melawan Iwan Teapon dan Syahril Bugis termohon.
Pelaksanaan eksekusi atau pengosongan lahan seluas 2000 meter bujur sangkar oleh PN Namlea, sesuai Sertifikat Hak Milik No. 000427, atas nama Dessy Limba di Desa Namlea, Kecamatan Namlea, Kabupaten Buru, Maluku, dengan batas-batas sebelah utara berbatas dengan SHM Nomor: 00426, Timur berbatasan dengan SHM Nomor: 00427, Selatan berbatasan dengan SHM Nomor: 00427, dan Barat berbatasan dengan SHM Nomor : 00424.
Lela Umaternate, salah satu ahli waris dari lahan yang dieksekusi PN Namlea mengatakan, ada kesalahan dalam eksekusi tersebut. Sebagai pemilik lahan yang dieksekusi, mereka tidak punya perkara dengan Dewi Limba.
“Kalau Dewi Limba menangkan perkara atas Iwan Teapon atau Syahril Bugis, silahkan eksekusi dilahan mereka. Kenapa PN lakukan eksekusi dilahan milik keluarga Umaternate. Ini namanya salah eksekusi, “ tegasnya kepada Kabar Timur, saat dihubungi melalui via telepon seluler, Selasa, malam.
Menurutnya, lahan yang dieksekusi PN Namlea tidak semestinya dilakukan. Pasalnya, sengketa lahan antara keluarga Umaternate dan Limba telah selesai dengan putusan inkrah dari Mahkamah Agung (MA) tahun 2012.
“Sejauh ini kita punya kasus perdata soal lahan dengan keluarga Limba sudah selesai dengan putusan MA. Kita berperkara dengan Ayahnya Desi Limba bernama Welem Limba. Welem Limba itu mendapatkan Hibah dari ayahnya Yohanes Limba, dan Yohanes Limba mempunyai ayah bernama Hence Limba,” jelasnya.
Menurut dia, Hence Limba, dulu mendapatkan hibah tanah tersebut katanya dari Belanda namanya Ev De Duelgem, tetapi hibah tersebut ketahuan atau terungkap di pengadilan tidak ditandatangani, oleh orang yang menghibahkan tanah itu, akibatnya buktinya gugurkan pengadilan demi hukum.
Surat hibah yang digugurkan Pengadilan bernomor surat 1941 milik keluarga Limba, kata Lela, terungkap saat sidang antara Limba dan kakaknya bernama Abdul Jalal Umaternate, tahun 2008 sampai tahun 2009. “Hasilnya kita punya Keputusan Mahkamah Agung 2012, yang inkrah,”ujarnya.
“Jadi lahan tersebut, Limba sudah gugur dan kita pemenangnya. Waktu itu, keluarga Limba berperkara dengan surat hibah 1941, tapi digugurkan, karena hibah tanah dimaksud tidak memiliki tanda tangan orang yang menghibah lahan itu. Semua sudah terbukti, mulai pada sidang di PN Ambon, serta Pengadilan Tinggi waktu itu, hingga putusan Mahkamah Agung. Kita punya bukti semua terhadap lahan yang eksekusi PN Namlea, ini,”paparnya.
Menurut Lela, eksekusi terhadap lahan yang telah diputus inkarh MA, yang dilakukan PN Namlea jadi, miris. Menurutnya, anak dari keluarga Limba, yakni Desi Limba kembali melakukan sidang gugatan dengan Iwan Teapon, terhadap lahan milik keluarga Umaternate.
“Semuanya sudah selesai. Tiba tiba anaknya yang nama Desi Limba ini melakukan sidang dengan Iwan Teapon. Lalu yang jadi pertanyaan kenapa Limba tuntut Iwan Teapon diatas lahan yang sudah kita pegang ketetapan hukumnya, “ tanya Lela.
Dalam sidang melawan Iwan Teapon, Desi Limba diketahui masih gunakan alat bukti yang telah digugurkan dalam sidang tahun 2008 hingga 2012 yakni surat bernomor 1941. “Anehnya, Dewi Limba masih tetap sidang dengan surat nomor 1941 yang tanpa tanda tangan itu. Kan dia anak, bapaknya saja gugur apalagi dia (Dewi Limba), “ terang Lela.
Lebih lanjut, Lela mengaku, pihaknya telah memberikan hibah kepada Iwan Teapon sebagian lahan tersebut. Namun, jika Dewi Limba mempermasalahkan Iwan atas dasar lahan tersebut, ini keliru.
“Iwan Teapon itu dia datang minta lahan dari kita, dan kita berikan. Lalu kenapa dia tuntut Iwan di atas lahan milik kita. Harusnya lahan kita, menjadi urusan kita sama Iwan. Kenapa dia persoalkan dengan kita sementara pihak Limba sudah gugur dalam putusan pengadilan 2012 lalu, “jelasnya.
Yang paling miris terjadi dalam eksekusi lahan tersebut, kata Lela, PN Namlea tetap melakukan eksekusi walaupun sudah terpampang papan ada putusan Mahkamah Agung dikawasan itu.
“Sementara kita punya perdata dan kita punya papan Mahkamah Agung masih dilahan itu, namun mengapa tetap dieksekusi. Mereka seperti tidak mau tahu dengan keputusan yang sudah ditetapkan,” sesal Lela.
Disinggung mengenai Sertifikat Hak Milik No. 000427, atas nama Dessy Limba dikawasan tersebut, dia diragukan legalitasnya, lantaran dikeluarkan Badan Pertanahan saat masih dalam proses sengketa.
“Saat masih di pengadilan antara Umaternate dan Limba, kita diperintahkan tidak mengambil gerakan apa-apa sampai ada keputusan. Ternyata belum ada keputusan pengadilan, namun mereka sudah mengeluarkan sertifikat tahun 2009. Jadi kalau bicara soal sertifikat, saya bilang itu tidak bisa dan diragukan legalitas hukumnya. Sebab, sertifikat bisa dikeluarkan apabila status lahan tidak bersengketa, “ungkapnya.
Dia mempertanyakan kenetralan pihak PN Namlea. Lela mengaku, sangat tidak mungkin dalam satu objek sengketa bisa ada dua keputusan. “Itu kan sudah jelas, kita telah menang 2012. Mengapa bisa ada keputusan lagi di atas lahan yang sama, “ singkat Lela.
Dia menambahkan, walaupun PN Namlea telah melakukan eksekusi dan menggusur bangunan di kawasan tersebut, namun pihaknya tetap berdiri tegak atas keputusan Mahkamah Agung 2012. “Kita akan pagar seluruh kawasan itu. Karena lahan tersebut punya kita, “tutupnya. (KTE)
Komentar