Soal Kasus Korupsi PLTGM Namlea
PLN Harus Diminta Bertanggung Jawab

KABARTIMURNEWS.COM,AMBON, - Satu-satunya kesalahan kliennya melakukan pengukuran tanpa prosedur administratif. Yakni permohonan tertulis dari PLN UIP ke BPN Kabupaten Buru.
Pasca penetapan tersangka, penyidik pidsus Kejati Maluku kembali melanjutkan pemeriksaan saksi perkara dugaan korupsi PLTMG Namlea. Namun lolosnya PLN UIP yang dinilai sumber masalah dari jerat hukum dipertanyakan.
Kasipenkum Kejati Maluku Samy Sapulette dikonfirmasi mengaku, penyidikan masih dilakukan. “Benar hari ini ada pemeriksaan saksi inisial M, pegawai BRI,” ungkap Samy melalui WhatsApp, Rabu (3/1).
Pemeriksaan saksi tersebut oleh penyidik Yeochen Almahdaly dilakukan guna melengkapi berkas tersangka Fery Tanaya dan Abdul Gafur Laitupa. Hanya dua tersangka di perkara pengadaan lahan PLTMG 10 MV tahun anggaran 2016 di dusun Jiku Besar Desa Namlea Kecamatan Namlea Kabupaten Buru itu memang disoroti.
“Harusnya PLN UIP Namlea juga ikut bertanggung jawab,” kata pengacara Akbar F Salampessy kepada Kabar Timur di PN Ambon, terpisah. Kuasa hukum Abdul Gafur Laitupa ini menjelaskan, satu-satunya kesalahan kliennya adalah melakukan pengukuran tanpa prosedur administratif. Yakni permohonan tertulis dari PLN UIP ke BPN Kabupaten Buru.
Pihak PLN UIP ketika itu menghubungi BPN sehubungan kebutuhan lahan 7 Ha. Sesuai aturan mestinya PLN UIP menyampaikan permohonan tertulis, tapi tidak dilakukan. Di titik ini, seharusnya PLN dimintai pertanggungjawaban, karena tidak mengikuti mekanisme. “Minimal PLN dikenai pasal 55 KUHP lah, turut serta menimbulkan kerugian bagi negara,” ujarnya.
Namun karena perintah pimpinan, kata Akbar, kliennya itu terpaksa membuka peta sejumlah bidang tanah dan ditemukan. “Jadi Gafur bikin pengukuran atas perintah kepala BPN, almarhum, berdasarkan telepon pimpinan, bukan surat permohonan dari PLN, kesalahannya itu” terang Akbar.
Diberitakan sebelumnya, dimenangkan oleh hakim tunggal Rahmat Selang dalam sidang praperadilan, tidak berarti pengusaha Fery Tanaya bebas dari tuntutan hukum. Setelah melalui serangkaian proses penyidikan perkara dugaan korupsi pengadaan tanah PLTMG Namlea, Kejati kembali menetapkan Fery tersangka.
Selain, pengusaha yang dikenal dengan julukan si raja kayu pulau Buru itu, ikut menyandang status tersangka adalah Abdul Gafur Laitupa. “Tersangka kedua insial A.G.L. jenis kelamin laki-laki, umur 47 Tahun, pekerjaan PNS. Yang bersangkutan ditetapkan tersangka dengan surat penetapan Nomor B-213/Q.1/Fd.2/01/2021, tanggal 27 Januari 2021,” jelas Kasipenkum Kejat Maluku Samy Sapulette kepada Kabar Timur, Selasa (2/2).
Sedangkan, Fery Tanaya, ditetapkan tersangka dengan surat Nomor B-212/Q.1/Fd.2/01/2021 dengan tanggal yang sama, 27 Januari 2021.
Samy menjelaskan, penetapan tersangka perkara dugaan korupsi pengadaan lahan PLTMG Namlea berkapasitas10 MV Tahun Anggaran 2016, dusun Jiku Besar, Desa Namlea, Kecamatan Namlea, Kabupaten Buru, telah diperoleh bukti permulaan yang cukup.
“Dan setelah dilakukan ekspose atau gelar perkara maka pada tanggal 27 Januari 2021 telah diterbitkan surat penetapan tersangka terhadap keduanya,” tandas Samy.
Kepada Kabar Timur secara terpisah pengacara Abdusyukur Kaliky mempertanyakan dasar penetapan tersangka terhadap Fery dan Gafur. “Kalau Gafur jelas dia tidak bersalah, tapi Fery? Apakah mungkin seseorang yang membeli tanah dengan uang sendiri, bukan uang negara jadi tersangka?,” ujar Kaliky.
Sesuai fakta sidang praperadilan lalu, terungkap kalau Fery membeli lahan yang jadi perkara ini dari Zadrak Wakanno. Meski Zadrak menjual lahan menggunakan dokumen Erpak tahun 1938, Fery membeli lahan yang diklaim jaksa tanah negara itu dengan uang pribadinya.
Di lain pihak, PLN UIP Namlea sebagai pembeli lahan, sebelum membeli seharusnya melakukan telaah hukum lebih dulu terkait status lahan. Tapi yang terjadi malah PLN tersebut mendesak agar Fery mau menjual lahannya. “Jadi jaksa pakai logika hukum yang mana. Karena yang harus bertanggungjawab kan pihak PLN UIP Namlea, itu kalau menurut beta,” ujar Kaliky.
(KTA)
Komentar