Proyek Mangkrak Rp 31 Miliar di SBB
Polisi dan Jaksa Diminta Bergerak
KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Prinsipnya, ada proyek, ada kontrak dan ada batas waktu pekerjaan. Lha kalau anggaran cair 100 persen, proyek selesai hanya 4 persen, itu korupsi!
Kasus mangkraknya proyek jalan senilai Rp 31 miliar lebih yang menghubungkan Desa Rumbatu dan Manusa Kecamatan Inamosol Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Polda Maluku atau Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku diminta bersikap. Kuat indikasi terjadi pelanggaran hukum dan potensi kerugian negara.
Di lain pihak, masyarakat mengaku frustasi dengan kinerja Pemkab SBB yang terkesan tak peduli terhadap hukum. Jangankan proyek-proyek infrastruktur dengan pagu jumbo, paket menengah ratusan juta rupiah, mesti ada fee ke pejabat sebelum, paket diberikan.
“Pada prinsipnya, ada proyek, ada kontrak dan ada batas waktu pekerjaan. Lha kalau anggaran cair 100 persen, proyek selesai hanya 4 persen, itu korupsi!,” cetus praktisi hukum Fileo Flistos Noija kepada Kabar Timur, Rabu (27/1) di PN Ambon.
Hal itu disampaikan Flistos terkait ruas jalan sepanjang 24 Km Rumbatu-Manusa yang mangrak sejak tahun 2019 sementara anggaran telah habis, namun pekerjaan tak ada progres sesuai laporan LP3NKRI Maluku progres proyek tersebut hanya 4 persen.
LSM tersebut mengaku akan melapor ke KPK tidak lagi ke Polda Maluku, dengan alasan Polda tidak menindaklanjuti laporan yang disampaikan. Namun Flistos mendesak kasus itu di laporkan ke Polda atau Kejati Maluku.
“Mau LSM atau masyarakat desa setempat, pokoknya lapor dulu. Kalau seng ada tindak lanjut dalam 10 sampai 15 hari, lapor ke atasannya Kapolda yaitu, Kapolri. Hal yang sama untuk Kejaksaan,” ujar dia.
Menurutnya, LSM maupun masyarakat tidak harus melapor ke KPK terkait proyek-proyek terindikasi korupsi, melapor ke Polda atau Kejati juga bisa tapi, kasus harus tetap dikawal.
“Kalau tidak jalan, LSM harus tanya kenapa tidak jalan? Kalau faktanya laporan telah disampaikan, tapi tidak jalan bisa gugat Polda atau Kejati. Terserah mau ke pengadilan umum atau ke PTUN juga bisa,” tandas Flistos Noija.
Diberitakan sebelumnya, laporan No.13/DPP.M/LP3NKRI/I/2021 di Polda Maluku, tertanggal 19 Januari 2021 bakal menjerat Kadis PU Kabupaten SBB Tomy Wattimena dengan delik korupsi senilai Rp 31 miliar lebih. Bupati Yasin Payapo disebut-sebut ikut terseret.
“Bupati juga, kayaknya akan dipanggil,” ujar Plt Ketua LP3NKRI Maluku Edison Wonatta kepada Kabar Timur, Sabtu (23/1).Sayangnya, seperti apa dugaan keterlibatan Payapo dalam kasus ini, dia enggan membeberkan.
Edison hanya menyebutkan, proyek ruas jalan yang menghubungkan Desa Rumbatu dan Manusa belum diselesaikan sejak tahun 2018 lalu, mustahil tidak diketahui Yasin Payapo. “Makanya, yang bersangkutan harus dimintai keterangan di polisi,” ujar dia.
Akan halnya, Tomy Wattimena yang selama ini sulit diketahui keberadaannya, ungkapnya, pekan lalu terpantau di kota Namlea, Kabupaten Buru. Informasi tersebut disampaikan personilnya yang bertugas di Kabupaten Buru. “Makanya kita juga minta Kapolres Buru pantau ini orang. Dia itu sulit orang dapat dia. Karena tau diri ada masalah to,” ujar Edison.
Proyek ruas jalan sejauh 24 km Desa Rumbatu-Manusa Kecamatan Inamosol, Kabupaten SBB berdasarkan bocoran Informasi komisi antikorupsi KPK ke pihaknya, ungkap dia, dibiayai APBD Kabupaten SBB tahun 2018 senilai Rp 31.428.580.000.000,- pekerjaan dengan kode 532706 yang ditenderkan pada 27 Februari tahun 2018 ini milik Satker Dinas PU dan Penataan Ruang Kabupaten SBB.
“Ini foto-foto lapangan! coba liat bagaimana bisa masyarakat, laki-laki perempuan, ibu-ibu sampai harus kerja bakti angkat batang-batang kayu di jalan itu,” ketusnya.
Akibat jalan yang hanya tampak gusuran tanah belum diaspal itu, masyarakat Desa Rumbatu, selain membersihkan halaman pekarangan rumah dari onggokan batang kayu dan lumpur, mereka juga sukarela melakukan hal yang sama di sepanjang ruas jalan tersebut.
Kadis Tomy Wattimena berkali-kali coba dihubungi oleh masyarakat untuk menyampaikan keluhan mereka, tidak pernah berhasil ditemui. Tapi diam-diam dia menyampaikan rilis ke wartawan di Piru, dan sampaikan kalau jalan belum diselesaikan karena berhubung situasi pandemi Covid.
“Wah coba liat itu, masalah utama jalan ini khan soal anggaran 31 miliar yang sudah habis, tapi jalannya sendiri belum diselesaikan dari tahun 2018. Ada hubungan apa dengan Covid?,” ujar Edison Wonatta kesal.
FEE DULUAN BARU PAKET
Sementara itu sumber Kabar Timur di Dinas PU Kabupaten SBB mengungkapkan, adanya pemberian fee yang harus diberikan duluan sebelum suatu paket pekerjaan diperoleh. “Ya kalau paketnya 500 juta rupiah, fee-nya 50 juta. Kalau 1 miliar, 100 juta toh. Pokoknya sistem cash and carry, bayar lalu bawa akang (proyek) itu sudah,” ungkap sumber.
Entah kebijakan tersebut untuk siapa. Namun menurutnya, bukan rahasia umum jika itu arahan Bupati Yasin Payapo. Dan bukan saja Dinas PU yang dipimpin Thomas Wattimena itu, nyaris semua dinas dan badan menerapkan hal yang sama, terkait proyek, baik pengadaan atau fisik lapangan.
“Fee di muka sebelum kasih paket, untuk elit daerah sini sudah viral. Karena Bupati musti kumpul uang, dia Khan mau maju Pilkada,” tukas sumber. (KTA)
Komentar