Pemeriksaan Janggal Sengketa Lahan Tawiri

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Kedatangan Mindy tiba-tiba di kampung halaman ayahnya menuai curiga, kalau ia ditunggangi kepentingan pemodal kakap atau pengusaha besar.
Indikasi ada oknum aparat kepolisian bermain dalam sengketa tanah dati di Negeri Tawiri mulai terbaca dari proses penyelidikan yang janggal. Kuasa hukum terlapor Jance Siripory menilai penyelidikan kasus ini cenderung dipaksakan.
Menurut pengacara Dessy Halauw, ketimbang bersikap proporsional, kasus yang menggiring kliennya itu selaku terlapor, polisi terkesan mendahulukan kepentingan pihak pelapor Mindy Melannie Siripory.
Tapi usut punya usut, ternyata Mindy adalah anak dari Welhem Frekdik Siripory yang meninggalkan Tawiri sejak tahun 1940 silam. Alhasil, kedatangan Mindy tiba-tiba di kampung halaman ayahnya itu menuai curiga, kalau ia ditunggangi kepentingan pemodal kakap atau pengusaha besar.
Apalagi empat dusun dati di Oplary, Titiuwy, Tanupaar (Lolar) dan Wituruman (Rihel) di Negeri Tawiri Kecamatan Teluk Ambon Kota Ambon itu terdapat di jalur strategis zona pengembangan Kota Ambon yang, tak jauh dari Bandara Pattimura.
Menurut Halauw, keempat potong dusun dimaksud tercatat dalam Register dati Negeri Tawiri Tahun 1814, maupun Kutipan Daftar Surat Keputusan Kepala Pemerintahan Setempat di Ambon, 9 Desember 1954. Dua dokumen utama ini sekaligus melegalkan Michel Siripory, ayah dari terlapor Jance Siripory sebagai kepala dati atas keempat dusun adat itu.
“Bahwa untuk laporan yang dibuat Mindy Melinda Siripory SH ini dari awal kami penasehat hukum terlapor telah menemukan keganjilan dan keanehan dalam penyelidikan kasus ini,” ujar Desy Halauw kepada Kabar Timur melalui rilisnya, Jumat (20/!!).
Keganjilan proses penyelidikan terlihat, ungkap Halauw ketika kliennya Jance Siripory menerima undangan 9 Nopember 2020 pukul 5 Sore. Undangan dijadwalkan 10 Nopember 2020 pukul 09.00. WIT untuk memberikan keterangan dan klarifikasi di depan penyelidik Polda Maluku.
Kendati begitu dalam surat undangan tertera tanggal 2 Nopember 2020. Akibatnya, dia meminta kliennya menolak hadir dikarenakan undangan dari pihak kepolisian tidak memenuhi syarat administrasi penyelidikan menurut pasal 112 ayat (1) KUHAP. Keesokan harinya tanggal 10 Nopember 2020 terlapor Jance Siripory kembali mendapatkan undangan dari penyelidik untuk perihal yang sama.
Undangan kedua itu dijadwalkan tanggal 12 Nopember 2020 atau dua hari setelah undangan pertama. Dalam perkembangan berikutnya, jelas Halauw, meski menyetujui “pemeriksaan” atas kliennya itu ditunda hingga 16 Nopember 2020, anehnya penyelidik Polda secara sepihak bersama Pemerintah Negeri Tawiri dan Badan Saniri Negeri di tanggal 13 Nopember 2020 meninjau lokasi, guna mencari tahu dimana lokasi yang pasti dari objek sengketa.
Menurut Halauw peninjauan langsung tim penyelidik tersebut akibat pelapor Mindy sendiri tidak tahu persis dimana lokasi lahan yang diklaimnya. Bahkan untuk memudahkan pihaknya menemukan lahan dati yang diklaimnya, Mindy sempat meminta beberapa oknum warga menunjuk batas tanah keluarga Siripory.
Karena tidak berhasil memastikan lokasi yang diklaim oleh Mindy, tim penyelidik terjun langsung ke lokasi dan sempat memaksa kliennya Jan Siripory untuk menunjukkan batas lahan keempat dusun dati dimaksud. Namun kliennya itu, kata Halauw, tidak mau menuruti keinginan tim penyelidik.
Kliennya itu beralasan, sebagai pelapor yang mengklaim memiliki pembagian dari lahan itu, seharusnya Mindy Melinda Siripory yang menunjuk sendiri batas objek lahan sesuai laporannya.
“Dari kejadian ini tergambar jelas pelapor tidak mengenal keempat dusun dati milik keuarga Siripory. Karena tidak pernah tinggal dan menetap sebagai anak dati di Negeri Tawiri. Apalagi melakukan tugas dan tanggung jawabnya menjaga dan melestarikan dusun Dati Siripory,” papar Desy Halauw.
Justru yang menjaga lahan objek sengketa dusun dati milik keluarga Siripory itu, kata Halauw, adalah kliennya. Yaitu terlapor Jance Siripory dan orang tuanya maupun keluarga Siripory lainnya di Negeri Tawiri selama ini.
Sebagaimana diketahui empat dusun dati tersebut dikuasakan kepada Dominggus Siripory yang merupakan kakek Jan Siripory dan saudara-saudaranya, maupun Mindy Melinda Siripory sendiri.
Namun begitu menurutnya, pelapor Mindy Melinda jika merasa ikut berhak atas lahan yang ada mestinya tidak serta merta meminta bagiannya. Pasalnya, selain ayahnya yang sejak tahun 1940 hijrah ke Jakarta, begitu juga Melinda sendiri nyaris tidak dikenal di lingkungan keluarga Siripory di Negeri Tawiri.
“Selama ini orang tua dan yang bersangkutan dimana? Kok tiba-tiba datang suruh bagi tanah-tanah ini. Memangnya dia siapa?,” ujar pengacara Desy Halauw.
Mindy Melinda Siripory, berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LP –B/305/X/2020/MALUKU/SPKT tertanggal 28 Oktober 2020 itu menuding Jance Siripory dan saudara-saudaranya terlibat kasus dugaan tindak pidana penggelapan hak, penyerobotan tanah, dan pemalsuan surat empat dusun dati di Negeri Tawiri. Yakni dusun Oplari, Titiuwy (Lolar), dan Wituruman (Rihel). (KTA)
Komentar