Korban “Tipu Proyek” Ketua DPRD Maluku Belasan Orang

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Jumlah korban aksi tipu bermodus barter proyek yang dilakukan Lucky Wattimury, Ketua DPRD Maluku, capai belasan orang. Salah satu yang terungkap, bos toko Adidas Ambon.
Setidaknya ini terungkap dari hasil pengumpulan bahan dan keterangan yang dilakukan LP3NKRI Maluku terkait kasus yang tengah jadi perhatian publik Maluku ini. Diduga kuat, bukan hanya Zakarias Ressy yang jadi korban tipu bermodus proyek tersebut.
Demikian diungkap Plt Ketua LP3NKRI Maluku Edison Wonatta, kepada Kabar Timur, di Pengadilan Negeri Ambon, Kamis, kemarin. Menurutnya, korban Lucky Wattimury umumnya para kontraktor. Para korban ini juga enggan berikan bukti-bukti surat seperti kwitansi. “Adidas tuh saja, Rp 150 juta. Tapi koko (bos)nya bilang seng ada kuitansi, hanya saling percaya, loh mana bisa dilapor?” ujar Wonatta.
Dikatakan, kasus dugaan gratifikasi ini dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri, diakui Polda Maluku terkesan mendiamkan laporannya. Padahal, diharapkan dari laporan tersebut setelah ditangani Polda Maluku dapat memberikan efek jera terhadap oknum DPRD seperti Lucky Wattimury dan lainnya.
Oknum DPRD seperti Wattimury dalam kasus ini, kata Edison Wonatta, bukan hanya diduga lakukan gratifikasi atau suap tapi juga penipuan. Bahkan yang paling berat adalah pungutan liar atau pungli.
“Presiden Jokowi saja di WA-WA bilang pungli itu walaupun cuma Rp 100 ribu, buru (kejar), apa lagi ini Rp 75 juta? Lalu kenapa Polda seng periksa dia setelah Zakarias (Raressy) lapor di SPKT?” kesal Wonatta.
Dijelaskannya LP3NKRI lembaga bentukan Kemendagri yang bertugas memantau kinerja pejabat negara di pusat maupun daerah, namun bermitra langsung dengan institusi kejaksaan dan kepolisian.
Ironisnya, sebelum Raressy melapor ke SPKT Polda Maluku, pihaknya sudah lebih dulu melapor dugaan kejahatan Lucky Wattimury ini ke Direskrimum Polda tersebut. Tapi yang terjadi, laporan LP3NKRI Maluku tidak ditindaklanjuti Polda.
“Polda dorang tau itu (tugas LP3NKRI) tapi kenapa katong pu laporan dari bulan Februari itu seng ditindaklanjuti. Apa karena dia (Lucky Wattimury) penguasa?” ucapnya.
Diberitkan sebelumnya surat ke Bareskrim yang sebetulnya siap dikirim namun ditunda, setelah ada informasi Lucky Wattimury akan mengembalikan uang “janji proyek” ke Zakarias.
Meski sudah mengem-ba-likan uang ke kontraktor Zakarias Raressy, status Lucky Wattimury yang juga Ketua DPRD Maluku dipastikan belum aman secara hukum. Malah pengembalian duit senilai Rp 75 juta itu akan jadi barang bukti kasus dugaan gratifikasi saat gelar perkara di Bareskrim Mabes Polri nantinya.
“Ini bukan bayar utang lalu bebas, o seng bisa ! justru ganti (uang) itu yang bikin dia (Lucky Wattimury) maso (kena perkara),” tandas Plt Ketua LP3NKRI Edison Wonatta kepada Kabar Timur di kantor PN Ambon, Rabu (14/10).
Edison yang dikonfirmasi soal kelanjutan laporan pihaknya itu awalnya enggan buka-bukaan soal suratnya ke Direktur Bareskrim Mabes Polri. Namun pastinya, LP3NKRI Maluku, akui dia, telah mendapatkan restu komisi antirasuah KPK untuk menelusuri sejumlah kasus dugaan gratifikasi yang melibatkan politisi DPRD Maluku. “Katorang dalam pantauan KPK. Jadi seng mungkin mundur lagi. Kasus Luky ini pintu masuk,” terangnya.
Dijelaskan, surat ke Bareskrim yang sebetulnya siap dikirim namun ditunda. Ini setelah pihaknya mendapat informasi kalau Lucky Wattimury akan mengembalikan uang “janji proyek” nya itu ke Zakarias.
Alhasil, penyampaian surat tersebut ke Direktur Bareskrim dipending LP3NKRI Maluku. Hingga pengembalian uang benar-benar dilaksanakan oleh Ketua DPRD Maluku itu ke korbannya Zakarias Raressy di Polda Maluku, yang saat itu disaksikan Kabid Humas Polda Maluku Moh Roem Ohoirat.
Dokumen barang bukti tanda terima uang senilai Rp 75 juta itulah, akui Edison, yang ditunggu-tunggu pihaknya guna dikantongi untuk dilampirkan dalam surat ke Bareskrim Polri tersebut. “Sebenarnya katong seng terlalu buka ini barang, karena masuk ranah inteljen LP3NKRI. Yang pasti surat sudah dilayangkan ke Bareskrim Mabes Polri. Jadi tunggu ajah, 4 sampai 5 hari kedepan infonya nanti seperti apa,” ujar dia.
Masih terkait surat laporan tersebut, Kabid Humas Polda Maluku Kombes Pol Moh Roem Ohoirat, kata Edison Wonatta, bakalan diajukan selaku saksi oleh pihaknya dalam gelar perkara kasus dugaan gratifikasi Lucky Wattimury tersebut.
Kehadiran Ohoirat dalam gelar di Bareskrim, akui Edison, terkait pengembalian duit senilai Rp 75 juta oleh Lucky Wattimury kepada Zakarias Raressy di Polda Maluku yang juga disaksikan Ohoirat.
“Jadi kalau Kombes (Roem Ohoirat) bilang sudah bayar, nah bayar itu yang bikin Luky masok. Lalu sekalian kita akan minta Kombes dihadirkan selaku saksi di Bareskrim,” tegas Edison.
Diberitakan sebelumnya seseorang menjanjikan sesuatu dari jabatannya itu sudah masuk tindak pidana korupsi yang seharusnya tidak serta merta perkara dicabut lalu polisi menghentikan prosesnya.
Kasus penipuan bermodus barter proyek yang melibatkan Ketua DPRD Maluku, Lucky Wattimury membuat sebagian besar publik Maluku tercengang. Bagaimana tidak, sejak kasus ini mencuat dan korban Zakarias Ressy mencabut laporannya.
Apakah kasus ini bisa diusut atau terhenti, setelah laporan tersebut dicabut. Pakar Hukum Pidana Prof. Dr Mudzakir berpendapat, penipuan yang dilakukan Lucky Wattimury telah memakan banyak korban.
Prinsipnya jika seorang pelapor menarik laporannya terhadap masalah ini orang itu saja yang kasusnya dihentikan. Tapi jika ada korban lain, bukti dari orang pertama bisa dipakai melanjutkan dan mengusut adanya indikasi korupsi di satu daerah.
“Urusan terbukti dan tidak terbukti, itu jadi kewenangan kepolisian. Tapi prinsipnya jika ada lebih dari lima orang yang kena dampak tipu, bukti dari orang pertama bisa dipakai mengusut lebih dalam lagi kasus dimaksud,” kata Mudzakir ketika dihubungi Kabar Timur via seluler, Selasa (29/9), kemarin.
Ahli Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu menjelaskan, meski sejumlah orang yang merasa ditipu namun tidak memiliki bukti tertulis, pihak berwajib bisa gunakan pendekatan bukti-bukti pelapor pertama bahwa memang ada indikasi mereka dijanjikan sesuatu tapi tidak ditepati.
“Soal ini. Itu tekniknya penyidik bagaimana dia (penyidik) mengumpulkan bukti terhadap orang-orang yang pernah juga kena tipu Ketua DPRD Lucky, “ jelasnya. Dia menambahkan, sebenarnya kasus itu namanya delik biasa. Tapi jika seseorang menjanjikan sesuatu dari jabatannya maka itu sudah masuk tindak pidana korupsi yang seharusnya tidak serta merta perkara dicabut lalu polisi menghentikan prosesnya.
“Karena ini tindak pidana korupsi maka penyidik harus hati-hati juga. Mencabut tidak mencabut itu khan delik biasa. Tapi ini soal rakyat menjadi korban tipu muslihat Lucky yang menjual jabatannya,” tandasnya.
Dalam kasus seperti ini, lanjut Mudzakir, yang dilihat itu bukan dari pribadi orang namun dari jabatan. Sebab dalam hukum pidana, yang dilarang itu paling utama yaitu menjual jabatan sebagai pemulus aksinya.
“Kalau tipu muslihat itu kan pasal penipuan KUHP. Tapi pada kasus ini, jabatan yang menjadi masalah. Lucky sudah menjual jabatannya dan itu berarti korupsi. Rakyat ditipu dengan penggunaan jabatan,” tegas Mudzakir. (KTA/KTY)
Komentar