Praperadilan Fery Tanaya, Hakim Abaikan Saksi Ahli BPKP
KABARTIMURNEWS.COM, AMBON-Hakim tunggal Rahmat Selang menolak kehadiran ahli BPKP Maluku R Wahyudi guna memberikan keterangan di sidang praperadilan yang digelar Pengadilan Negeri Ambon, Selasa (22/8/2020).
Namun begitu, Rahmat menyatakan pihaknya akan bersikap adil, tidak berpihak pada Fery Tanaya selaku penggugat maupun Kejati selaku tergugat. “Saudara ahli ini akan memberikan keterangan soal apa? Sidang ini semi perdata dan pidana. Keahlian saudara di perdata? Kalau tidak ya jangan,” ujar Hakim Rahmat Selang kepada R Wahyudi, di persidangan.
Kepada Kabar Timur, usai persidangan, kuasa tergugat Kejati Maluku Yeochen Almahdaly menjelaskan, pihaknya menghadirkan ahli auditor BPKP itu, untuk membuktikan adanya fakta kerugian negara terjadi di perkara tersebut.
“Ahli BPK harus kita hadirkan, supaya hakim bisa yakin perkara ini patut didorong untuk disidangkan. Ini merugikan negara Rp 6 miliar lebih loh, rakyat kita dimiskinkan oleh orang-orang seperti tersangka ini,” tandas Yeochen.
Kejati Maluku masih harus melewati sidang praperadilan akibat gugatan yang diajukan Fery Tanaya.
Pengusaha yang disebut-sebut sebagai raja kayu dan memiliki tanah yang luas di pulau Buru hingga pulau Seram ini ditetapkan terangka oleh Kejati dalam perkara dugaan korupsi jual beli lahan PLTMG Namlea.
Fery Tanaya mengajukan gugatan melalui kuasa hukumnya Herman Koedoeboen dan Hendry Lusikooy karena menilai Kejati telah bertindak improsedural menetapkan dirinya tersangka.
Kedua kuasa hukum menilai proses penyidikan terhadap Fery dalam perkara dugaan korupsi PLTMG Namlea janggal dan, tidak sesuai tahapan sebagaimana diatur dalam KUHAP.
Menurut mereka, Fery tidak pernah diperiksa selaku saksi setelah kasus tersebut bergulir di ranah penyidikan. Sementara Kejati tidak pernah memberitahukan adanya surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) kepada Fery setelah diteken pimpinan Kejati Maluku.
Dalam keterangannya, saksi ahli dari pihak Fery Tanaya di persidangan sehari sebelumnya menjelaskan sebelum menetapkan tersangka perkara pidana terlebih dulu jaksa atau polisi mesti mengantongi bukti permulaan yang cukup.
“Dan bukti permulaan itu harus dikantongi ketika perkara sudah di tahap penyidikan. Bukan di luar daripada itu,” jelas Prof Said Karim dalam persidangan Senin (21/9).
Guru besar hukum pidana UNHAS Makassar itu dihadirkan Herman Koedoeboen dan Hendry Lusikooy guna membuktikan, penetapan status tersangka atas klien mereka cacat hukum. Profesor Said Karim berpendapat bila dua alat bukti atau bukti permulaan dimaksud belum dikantongi di saat penyidikan itu berarti penetapan tersangka menyalahi KUHAP.
Sejak surat perintah penyidikan (sprindik) dikeluarkan oleh pimpinan Kejati, SPDP dimaksud sudah harus diberitahukan ke yang bersangkutan. “Jelasnya, penetapan tersangka, mesti didahului pemeriksaan terhadap yang bersangkutan selaku saksi. Jika tidak, itu cacat hukum,” tandas Said. (KTA)
Komentar