Kasus “Tipu” Proyek Harus Jadi Perhatian Ketua PDIP Maluku

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Sebagai Ketua DPRD di satu daerah, tentu harus bisa menjaga marwah DPRD sekaligus partai politik yang membesarkan namanya.
Pengamat Politik Nasional Jerry Massie menilai, kasus dugaan penipuan Ketua DPRD Maluku yang juga Bendahara DPD PDIP Maluku terhadap kontraktor jasa, Zakarias Raressy akan berpengaruh terhadap elektabilitas PDIP pada Pilkada Maluku 2021 mendatang.
“Dari kasus ini, tentu ada dampak terhadap elektabilitas PDIP pada Pilkada serentak 2021 mendatang,” kata Jerry ketika dihubungi Kabar Timur, Rabu (9/9). Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies (P3S) itu mengatakan, sebagai Ketua DPRD di satu daerah, tentu harus bisa menjaga marwah DPRD sekaligus partai politik yang membesarkan namanya.
“Jika ini tidak dijaga tapi kemudian melakukan perbuatan yang mengarah pada tindak pidana, maka tentu akan ada kesan negatif di mata publik. Dan itu juga bakal berdampak pada elektabilitas dari partai yang membesarkan nama Lucky Wattimury,” tuturnya.
Dikatakan, PDIP makin hari kurang laris diminati partai lain. Ini dampak dari kasus yang menyeret kader PDIP di Indonesia. Sebut saja kasus dugaan suap Harun Masiku kepada eks komisioner KPU Pusat, Wahyu Setiawan.
“Jadi publik pasti menilai ini. Kalau di Jakarta ada Harun Masiku, di daerah misalnya Maluku, jangan buat publik makin tidak suka dengan PDIP akibat perbuatan-perbuatan yang melukai hati rakyat,” tandasnya.
Ke depan, lanjut dia, jika benar Lucky berbohong, maka kecil besar pasti akan berdampak politis. Dikatakan, dirinya melihat bahwa ini warning terhadap hegemoni PDIP. Perlu juga berkaca antara faktor X dan faktor Y.
Ditambahkan, ada idiom “Karena mulut badan binasa.” Untuk itu, kasus Lucky harus menjadi perhatian Ketua DPD PDIP Maluku, Murad Ismail. Sebab jika acuh, maka bisa saja Moncong Putih akan terseok-seok apalagi itu melibatkan pengurus PDIP di daerah.
Sebagaimana berita sebelumnya sesepuh PDIP Maluku, Bitzael Temmar mendesak Lucki Wattimury mundur dari jabatanya, setelah menerima uang puluhan juta dari Zacarias Raressy, dengan iming-iming atau barter proyek pemerintah.
“Kalau cerita (terima uang dari kontraktor) ketua dewan itu benar. Suka tidak suka ini aib. Aib kekaderan, aib pemerintahan. Aib seperti ini tidak bisa didiamkan. Aib seperti ini harus diselesaikan secara gentlemen,” tegas Temmar kepada Kabar Timur, Selasa (8/9).
Mantan Sekretaris DPD PDIP Maluku ini berharap, jika Wattimury terbukti menerima uang dari kontraktor harus mundur dari jabatan ketua maupun anggota DPRD Maluku. “Ini sangat berat. Sebelum dikenakan sanksi, Pak Lucki harus bersedia mengundurkan diri. Dan memberikan tangungjawab kepada kader baru untuk mengambil tanggungjawab itu (menggantikan Lucki di DPRD Maluku),” harapnya.
Dikatakan, Maluku masih terbelenggu kemiskinan. Dia berharap pemerintah mengentaskan Maluku dari kemiskinan. “Ternyata elite kita tidak menyelesaikan masalah, tapi mencari keuntungan di tengah kesulitan di Maluku. Nah, ini persoalan,” kesal mantan bupati Maluku Tenggara Barat (kini Tanimbar) dua periode ini.
Temmar menuturkan pernah dijatuhi sanksi oleh DPP PDIP. Dia menolak calon gubernur dan wakil gubernur yang diusung PDIP. Karena menurut Temmar, DPP PDIP secara sadar melanggar aturan yang dibuat sendiri. “Sebagai kader yang jatuh bangun membesarkan partai ini, saya marah dan saya dipecat. Semua orang tahu reputasi saya di PDIP tidak ada cacat,” tegas Temmar.
Menurutnya tindakan Wattimury yang juga kader senior PDIP Maluku, mengambil uang dari kontraktor dengan janji proyek, mencoreng citra PDIP. “Sebagai tanggungjawab moral publik, harus mengundurkan diri. Jika (Wattimury) tidak mengundurkan diri DPD PDIP Maluku, maka wajib memberikan sanksi kepada Lucki Wattimury,” harapnya.
Jika PDIP menjatuhkan sanksi kepada Wattimury, reputasi partai besutan Megawati Soekarno Putri itu patut dicontohi partai politik lain. “Tapi kalau PDIP menutup mata, dan menyelesaikan kasus pada umumnya seperti begini, diselesaikan diam-diam, tanpa disadari PDIP akan mencederai dirinya sendiri,” ingat Temmar.
PDIP saat ini menjadi penguasa di eksekutif dan legislatif di Maluku. Artinya, nasib Maluku lima tahun ini ditentukan PDIP. “Tapi PDIP mencederai dirinya sendiri. Apalagi, Pak Lucki cukup lama di DPRD. Anggota DPRD Kota Ambon empat periode. DPRD Maluku, dua periode, capek juga kan,” katanya.
Temmar berharap Wattimury memberikan kesempatan kepada kader PDIP lain di parlemen yang meraih suara terbanyak dibawahnya. “Itu baru terhormat. Lalu selesaikan masalahnya,” saran Temmar.
Namun, kata Temmar, jika tidak ada sanksi, klaim Ketua DPD PDIP Maluku Murad Ismail sapu bersih kemenangan di Pilkada serentak 2020 akan sulit terwujud. “Apa dasarnya mau sapu bersih pilkada di empat kabupaten? Tidak punya dasar etik. Karena itu saya sarankan Pak Lucki mundur. Dari situ rakyat melihat, ternyata PDIP seperti ini,” ingatnya.
PDIP sebagai partai “wong cilik”, tetapi jika elite partai tidak sesuai roh partai, sangat memalukan. “Roh partai bilang lain, perbuatanya bilang lain. Saya tidak ada rasa benci atau marah atau apa. Tapi, sebagai orang yang masih setia pada idiologi dan nasionalisme saya minta sekali lagi Pak Lucki mengundurkan diri,” kata Temmar.
Ancaman kontraktor sebagai korban penipuan melaporkan Lucki ke polisi, menurutnya harus ada tradisi baru di Maluku. “Kalau mau Maluku ini jadi baik, harus menjadi teladan. Saya kira itu. Jangan tunggu pembuktian hukum,” tegasnya.
Temmar menyatakan, Luki menerima uang dari kontraktor karena dana aspirasi diberikan kepada setiap anggota dewan. “Saya pernah katakan bahwa saya pernah menjabat anggota dewan dua periode, tapi ketika itu, tidak ada dana aspirasi,” tuturnya.
Muncul dana aspirasi saat ini malah menjadi masalah. “Buktinya, terjadi praktek kotor seperti ini (ambil uang dari kontraktor dengan janji dapat proyek) terjadi. Ini baru kasus Pak Lucki terbuka. Anggota dewan lain bagaimana? Ini koreksi bagi pemerintah dan dewan,” tegas Temmar.
Untuk itu, dia berharap, tidak ada lagi dana aspirasi. Dia kembali mencontohkan, Musrembang mulai dari kecamatan, kabupaten, provinsi dan pusat, sudah cukup mengartikulasi realitas kehidupan masyarakat. “Buat apa ada lagi dana aspirasi. Buktinya, anggota DPRD Maluku dari kabupaten Tanimbar dan MBD gunakan dana aspirasi untuk beli suara,” tuding dia.
Dan wakil rakyat tidak pernah menyerap aspirasi, namun dananya dikucurkan. “Itu aspirasi dari mana? Minta masyatakat buat proposal lalu bilang itu aspirasi. Ini praktek salah dan kita tidak menyelesaikan apa-apa,” tegasnya.
Dampaknya, HUT Provinsi Maluku ke-75, masih sering tertinggal karena banyak aspek termasuk praktek kotor. “Ini yang harus dihindari,” pungkas Temmar. (KTY/KTM/KT)
Komentar