Skandal BNI, Siong Harus Tersangka

Foto: ISTILUSTRASI

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Ada “sistem lain” di dalam bank, sehingga para pejabat bank membiarkan Faradiba Cs bebas beraksi.

Skandal korupsi yang melilit BNI Ambon penegak hukum dinilai melindungi beberapa pihak dari jerat hukum. Salah satunya, Jhony de Queljoe alias Siong, faktanya pengusaha ini bekerjasama dengan Faradibah Yusuf dalam skandal tersebut melalui deposito cashback senilai Rp 125 miliar.

Dalam kerjasama investasi yang tidak diakui BNI ini, Siong sempat untung Rp 3,2 miliar sebelum kasus ini terbongkar. Di persidangan majelis hakim meminta Siong mengembalikan duit tersebut ke penyidik, sebab merupakan bagian dari skandal kejahatan yang terjadi. 

Praktisi hukum Wendy Tuaputtimain mengatakan yang jadi pertanyaan kenapa Siong tidak dibidik tersangka oleh penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku? Duit yang seharusnya disita oleh penyidik sesuai permntaan hakim itu merupakan alat bukti keterlibatan Siong.

Siong yang juga nasabah “Emerald” di BNI ini memang patut tersangka sebab kalaupun duit keuntungan yang terungkap di persidangan itu dikembalikan juga tidak menghapus pidana terhadap Siong. “Selesai, Siong memang harus tersangka, jika faktanya memang seperti itu,” ujar pengacara muda ini kepada Kabar Timur di Pengadilan Negeri Ambon, Senin (27/7).

Sementara itu tim penasehat hukum Faradibah Yusuf menyebutkan, banyak pihak lain seharusnya dituntut hukum karena membiarkan transaksi cashback, bahkan berlanjut di BNI Ambon. Terutama pimpinan bank dan level manajemen yang ada di bank pelat merah itu, padahal mereka punya kapasitas untuk mengontrol sistem di bank agar tetap berjalan sesuai prosedur atau SOP.

Faktanya auditor internal BNI Pusat dalam keterangannya di persidangan menjelaskan, seluruh sistem di BNI bisa dikontrol atau dikendalikan. Di lain pihak auditor BNI Ambon Frangky Akerina malah menerima uang dari Faradibah Yusuf, meski di persidangan Akerina mengaku uang tersebut dikembalikan ke penyidik saat kasus ini sudah jadi perkara.

Terkait kontrol internal bank atas transaksi keuangan yang dinilai melanggar SOP ini, faktanya pimpinan KCU BNI Ambon Fery Siahainenia, dan wakilnya Noly Sahumena maupun kepala seksi pelayanan nasabah Prajoko Surya di persidangan mengaku tahu ada kenaikan level yang harus diajukan para pimpinan cabang untuk mengeksekusi transaksi yang nilainya di atas pagu kas yang ditentukan.

Terkait hal itu pengacara Fileo Flistos Noija menilai ada “sistem lain” di dalam bank yang tidak sesuai SOP dan melanggar hukum namun dibiarkan oleh para pejabat bank sehingga Faradibah Yusuf dan lima terdakwa yang lain bebas beraksi. Tapi sayangnya, para pejabat bank dimaksud tidak dimintai pertanggungjawaban atai diproses hukum.

“Maksudnya polisi harus seperti anjing lapar, harus makan makanan sampai habis jangan kasih tinggal sisa. Tapi kalau seperti ini? Masyarakat pasti bilang masih ada pihak-pihak pelaku kejahatan yang dilindungi oleh polisi,” ujar Fileo Flistos Noija, yang juga salah satu penasehat hukum Faradibah Yusuf. Jaksa Siapkan Surat Dakwaan Tata Ibrahim

DAKWAAN TATA IBRAHIM

Sementara itu,  salah satu pejabat BNI Makassar Tata Ibrahim akan menyusul Faradibah Yusuf Cs di Pengadilan Tipikor Ambon. Dakwaan terhadap Tata sementara dirampungkan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Maluku.

“Penuntut umum sedang menyusun surat dakwaan dan administrasi untuk pelimpahan perkara tersangka T.I ke Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Ambon,” jelas Kasipenkum Kejati Maluku Samy Sapulette kepada Kabar Timur melalui pesan Whatsapp, Senin, kemarin.

Di persidangan terdakwa Faradibah Yusuf, borok Tata Ibrahim akhirnya terungkap. Dia ketahuan menggunakan banyak nomor rekening, termasuk milik isteri dan adik kandungnya untuk menampung duit dari Faradibah Yusuf.

Adik Tata Ibrahim mengaku diminta sang kakak membuka rekening tabungan BNI Makassar di jalan Somba Opu. Tapi setelah itu, buku tabungan berikut ATM tidak dikantongi, tapi diserahkan ke Tata.

“Ia saya punya rekening BNI di Makassar. Saya disuruh buka, tapi rekeningnya kasih ke Kak Tata sama ATM. Iya kakak laki-laki itu,” ujar Ali Fikri kepada tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Made Wedhartama Cs dalam persidangan skandal BNI Ambon, di Pengadilan Tipikor Ambon, (30/6) lalu.

Ali Fikri bahkan tidak tahu berapa saldo awal maupun saldo akhir tabungannya sejak menandatangani pembukaan rekening tabungan. “Saya tanda tangan, saya terima bukunya lalu saya serahkan ke kak Tata. Saya tidak tahu isi saldonya berapa,” kata Ali Fikri.

JPU menyebutkan 4 kali transfer menggunakan rekening Ali Fikri tanpa sepengetahuannya. Yakni antara  bulan September-Oktober 2018 senilai Rp 5 miliar.  

Dengan satu kali penarikan uang melalui nomor rekening pada 24 September 2018, Rp 2.990.000.000,- serta tanggal 3 Oktober 2018 sebanyak Rp 2 miliar. Terjadi tanpa diketahui saksi. “Menandatangani slip penarikan? tidak pernah,” kata saksi Ali Fikri dalam persidangan yang berlangsung online itu.

Uang-uang itu berasal darimana, Ali Fikri baru tahu kalau iti dari Faradibah Yusuf ketika diperiksa penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku. 

Selain bekerja sebagai bankir, ternyata Tata juga pengusaha kos-kosan empat lantai di Makassar. Dia lah pemilik CV Rayhan yang pada beberapa persidangan sebelumnya terungkap menerima transferan duit dari Faradibah Yusuf.

“CV Raihan bergerak dalam usaha cattering dan usaha kos-kosan,” kata saksi Masdiana, isteri Tata Ibrahim.

Sama halnya Ali Fikri, saksi Masdiana tak tahu ada penyetoran melalui rekening miliknya di BNI Makassar. Kepada majelis hakim, saksi membantah melakukan penyetoran ke rekening CV Rayhan tertanggal 3 Desember 2018 sebesar Rp 1,34 milyar, kemudian 19 Desember Rp 1 miliar, 20 Desember Rp 358 juta, 28 Januari 2019 Rp 1,4 miliar dan pada 9 September 2019 sebanyak Rp 500 juta. (KTA)

Komentar

Loading...