Bagaimana Efisiensi Pembelajaran Selama Pandemi Termasuk Daerah 3T?

Oleh : Arman Kalean, M.Pd, Akademisi IAIN Ambon
DARIPADA menunggu penyederhanaan Kurikulum yang sementara diupayakan Balitbang Kemendikbud, sebaiknya Kemendikbud mengeluarkan Surat Edaran (SE) baru terkait belanja BOS dan semacam ‘Pedoman Pengambilan Tindakan Lapangan’ yang lebih memacu kreativitas adaptasi Sekolah di masa Pandemi. Sebab, juknis belanja BOS melalui Permendikbud Nomor 19 Tahun 2020 sejak April, hanya fokus pada belanja pekat data, membayar Honorer yang resmi terdaftar, dan biaya protokol kesehatan.
Menyadari Potensi
Fokus utama pembelajaran di masa Pandemi bukan soal kemudahan mendapatkan Handphone (HP) atau gawai lainnya semata, juga berbagai kemudahan mengakses Website dan mengunduh aplikasi Pembelajaran saja. Tetapi juga soal merangsang Siswa untuk belajar (Motivasi) dan ketepatan memberikan penilaian (Asesmen) selama pembelajaran dilakukan dari luar Sekolah.
Disebut dari luar Sekolah, karena memang sebagian aktivitas belajar Daring tergantung pada jaringan internet yang lancar. Rumah yang berada pada posisi kurang, bahkan tidak dijangkau signal internet, tentu akan sulit menyesuaikan pembelajaran. Hal ini terjadi di beberapa Daerah 3T seperti yang sudah diulas oleh Tim Kompas (edisi Senin, 13 Juli 2020), berjudul “Sekolah Pelosok Tak Bisa Gelar Pembelajaran Daring”, semisal daerah yang masuk Papua dan Kepulauan Aru.
Berangkat dari kondisi ini, seharusnya fokus kita bukan pada HP saja. Tapi juga mempersiapkan perangkat pembelajaran yang praktis dan efisien untuk luar jaringan (Luring) melalui Televisi dan Radio.
Meski begitu, kita harus sadar, baik Daring atau Luring, tetap saja tidak akan efektif di tengah situasi darurat perang melawan Covid-19. Pertanyaan mendesak yang harus dijawab bersama adalah bagaimana efisiensi pembelajaran selama Pandemi? Termasuk di Daerah 3T.
Untuk menjawabnya, dapat dimulai dengan menyadari potensi yang dimiliki setiap daearah secara berbeda. Memang, Kemendikbud melalui beberapa Surat Edaran (SE) dan Permendikbud Nomor 19 Tahun 2020 sejak 9 April tentang Juknis BOS reguler sudah berupaya secara halus memberikan peluang bagi Satuan Pendidikan untuk membaca potensi.
Namun, SE terbaru dari Sekretaris Jenderal (Sesjen) dengan Nomor 15 Tahun 2020, sejak 18 Mei tentang Pedoman Pembelajaran Dalam Jaringan semasa Covid-19, masih tidak komplementer dalam membuka ruang kreativitas Guru di lapangan.
Adaptasi oleh Guru seperti yang diharapkan Kemendikbud akan terkendala. Untuk mendukung efisiensi dan kepraktisan pembelajaran dari Guru sekaligus, maka diibutuhkan SE baru, entah melalui Balitbang atau Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK).
Keberadaan SE yang baru ini diperlukan guna menjawab Adaptasi Sekolah secepat mungkin sebagai suatu bentuk tindakan lapangan, sebagaimana maksud Presiden Joko Widodo terkait 'tindakana lapangan' dan 'sensitivitas krisis'. Beberapa keperluan yang penting untuk dijabarkan, misalnya:
Lagi pula, belum ada laporan signifikan dari SE Sesjen tersebut, semisal upload data pada link yang tersedia, juga pembentukan Pos Pendidikan. Bukankan ini sebagai Pemetaan Nasional? Jangan sampai, malah sebaliknya, Di Daerah-daerah justeru lebih dulu melakukan pemetaan seperti ide dari Kemendikbud. Artinya, Kemendikbud jangan sampai dianggap terlambat dalam memberikan solusi konkrit.
Ataukah dalam senggang waktu mendekati dua bulan belakangan ini, hanya untuk kecepatan penyelarasan data di wilayah pendidikan yang lancar akses internet. Sehingga bisa diprediksi, Kurikulum Transisi yang akan keluar, paling banter hanya mengatur tentang HP Android, tidak spesifik untuk TV dan Radio bagi wilayah Pendidikan yang minim akses, bahkan nol akses 4G.
Dalam pengembangan suatu perangkat pembelajaran, paling tidak harus memenuhi tiga aspek, yakni aspek kepraktisan, efektivitas, dan efisiensi. Tiga aspek ini paling tidak harus bisa diupayakan muncul dalam pembelajaran selama masa Pandemi.
Untuk Daring
BOS untuk pembelian HP bagi siswa yang terkendala secara ekonomi juga perlu dipikirkan, selain pembiasaan menggunakan aplikasi secara gratis itu penting dalam rangka efisiensi. Misalnya untuk Zoom, sebenarnya bisa disiasati dengan penyampaian < 40 Menit dengan jumlah siswa yang sedikit, tak masalah. Sisanya, bisa disiasati dari layanan gratis melalui grup Messanger untuk mengirim Foto-foto, baik Foto Soal dan Jawaban, serta kepentingan pembelajaran lain.
Guru perlu membaca peluang layanan gratis ini dengan baik, guna menyiasati Siswa yang belum bisa ikut pertemuan online, tetapi masih punya kemauan untuk hadir, bisa dikanalisasi lewat absensi pada Messanger gratis tadi.
Asesmen entah untuk KTSP atau K13 (Autentik) pada ranah Psikomotor (Unjuk Kerja, Percobaan Sederhana, dst) dan Afektif (Sikap, Perilaku Sosial, dst), masih dapat dinilai jika melibatkan anggota keluarga dalam pengisian angket, tentu dengan penjelasan teknis yang mudah dimengerti oleh anggota keluarga.
Bahkan bisa dilakukan untuk melihat perkembangan Karakter Siswa, khusus kepada 2 atau 3 Siswa yang menggunakan 1 HP. Dapat diberi angket pengisian Sikap dengan model Penilaian Teman Sejawat. Bahan-bahannya bisa diantar ke rumah, tentu memanfaatkan asisten atau relawan.
BOS memang seharusnya bisa digunakan untuk pembelian alat dan bahan, atau pengadaan KIT IPA, atau media percobaan lainnya yang memang tidak bisa hanya melalui LAB Virtual. Misalnya, untuk Percobaan Fotosintesis, bahan-bahan dibeli dalam jumlah banyak, disesuaikan untuk sebaran Siswa baik untuk Individu atau kelompok kecil (2 dan 3 Siswa).
Berikut biaya tambahan lainnya yang bisa dimanfaatkan dari BOS, tergantung kebutuhan lapangan, contohnya biaya transportasi dan biaya perbanyak Kopian LKPD atau LKS.
Untuk Luring TV
Melalui TV, kelompok yang beranggotakan 3 sampai 4 Siswa dapat belajar di satu rumah terpusat. Jika Guru kurang, maka dapat melibatkan Relawan Mengajar atau Mahasiswa Pendidikan tingkat akhir jurusan tertentu yang paham mata pelajaran dengan konten materi disesuaikan.
Bisa dari Mahasiswa semester 3 berjalan ke atas untuk jurusan pendidikan terkait, atau lulusan SMA yang dapat diajar untuk memahami teknis yang dimaksudkan Guru. Tujuannya, agar dapat membantu menjelaskan konsep materi atau mengisi angket Psikomotor dan Akfektif seperti yang dijelaskan di During.
Tindakan lapangan semacam ini diambil agar proses pembelajaran tidak terkendala karena jarak, dan merespon keluhan bagi Siswa yang kurang mengerti.
Untuk Luring Radio
BOS juga dapat digunakan untuk membeli Radio dengan Band AM serta FM kepada setiap individu atau kelompok beranggotakan minimal 2 siswa.
Mengingat kebanyakan konten di Radio di gelombang AM 1440 KHz tidak menyentuh secara substansi konten Numerasi, meskipun Kota/Kabupaten sudah ada inisiatif melalui RRI pada gelombang FM. Melatih logika matemtis pasti tidak akan maksimal, semua Guru mapel rumpun IPA di tingkat SMP dan SMA pasti memahami kendala ini.
Bukan hanya itu, untuk mapel Ekonomi yang juga memuat sebagian hitungan, mapel-mapel seperti Geografi dan Biologi, atau mapel lain yang butuh tampilan visual guna mengkongkritkan konsep yang abstrak, maka dibutuhkan penambahan media visual lainnya. (*)
Komentar