RUU Provinsi Kepulauan Masuk Prolegnas Prioritas 2020

Oleh: Abubakar Solissa, Wasekjen Eksternal PB HMI Periode 2018-2020

Perdebatan panjang soal Rancangan Undang-Undang Provinsi Kepulauan akhirnya mulai menemukan titik terangnya setelah DPR RI menyesahkan RUU Provinsi Kepulauan sebagai salah satu RUU yang masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas tahun 2020.

Dari 248 Rancangan Undang-Undang (RUU) yang dimasukan dalam prolegnas nasional tahun 2020-2024, hanya 50 RUU yang masuk dalam skala prioritas pemerintah untuk dibahas di tahun 2020.

Selain RUU Provinsi Kepulauan, RUU tentang hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah juga turut dimasukan dalam prolegnas prioritas 2020. Kedua rancangan undang-undang ini memiliki korelasi karena berkaitan dengan sistem pembagian keuangan yang adil dan proporsional antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Melihat skema dari kedua RUU yang dipaketkan sekaligus dalam 50 RUU yang masuk dalam prolegnas prioritas yang akan dibahas pada tahun ini semakin menguatkan optimisme kita soal urgensi RUU Provinsi Kepulauan yang mulai dianggap serius oleh pemerintah pusat untuk disahkan sebagai Undang-Undang Provinsi Kepulauan.

Artinya, ada good will dan political will dari pemerintah pusat dalam melihat disparitas pembangunan di daerah-daerah yang memiliki karakteristik kepulauan sebagai persoalan yang harus direspon secara serius. Provinsi Maluku dan enam provinsi lainnya yang selama kurang lebih 16 tahun berjuang untuk mendapatkan pengakuan dari pemerintah pusat terkait dengan kekhususan daerah kepulauan harus dilihat sebagai momentum konsolidasi pembangunan kedepannya sehingga semangat perjuangan ini tidak tereduksi oleh kepentingan-kepentingan yang parsialitas, tapi benar-benar pure kepentingan publik itu sendiri.

Perlu Pengawalan Serius

Perjuangan panjang yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Daerah, para Senator dan Legislator asal Maluku yang duduk di Senayan serta civil society yang selama ini intens menyuarakan kepentingan soal Provinsi Kepulauan ini tidak boleh berhenti sampai pada level prolegnas prioritas saja, tapi benar-benar harus dikawal serius sampai disahkannya RUU Provinsi Kepulauan menjadi UU Provinsi Kepulauan.

Belajar dari pengalaman di tahun-tahun sebelumnya, DPR dan pemerintah gagal menyelesaikan target yang sudah ditetapkan dalam prolegnas prioritas. Pada tahun 2017 DPR dan pemerintah hanya mampu menyelesaikan 6 RUU menjadi Undang-Undang (UU). Di tahun 2018 hanya 5 RUU yang dituntaskan. Terakhir di tahun 2019, dari 55 RUU yang ditargetkan selesai, hanya 14 RUU yang berhasil disahkan menjadi Undang-Undang.

Kurang maksimalnya kinerja DPR dan pemerintah beberapa tahun sebelumnya dikawatirkan akan terulang kembali di tahun 2020. Kalau itu yang terjadi maka semua pihak yang berkepentingan dalam penyesahan RUU Provinsi Kepulauan ini menjadi undang-undang harus ekstra membangun konsolidasi agar RUU ini bisa didorong dan disahkan di DPR.

Butuh Koordinasi yang Solid

Pertarungan kepentingan dalam pembahasan 50 RUU yang masuk dalam prolegnas prioritas tahun 2020 diprediksi akan semakin sengit terjadi di parlemen antara DPR dan pemerintah. Kedua lembaga ini sudah pasti memiliki sudut kepentingan yang berbeda dalam melihat urgensi dari 50 RUU diatas.

Bila kita melihat konfigurasi dari 50 RUU yang telah disepakati untuk dibahas tahun ini, hampir semuanya memiliki kompetensi disektornya masing-masing. Seperti misalnya undang-undang omnibus law yang diusulkan oleh eksekutif. Undang-undang omnibus law ini sendiri mencakup RUU tentang Kefarmasian, Cipta Lapangan Kerja, Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian dan Pembentukan Ibu Kota Negara.

Selain beberapa RUU diatas, ada juga RUU lainnya yang dianggap penting mendapat perhatian serius dari pemerintah dan DPR untuk disahkan, seperti RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 21 tentang Otonomi Khusus Papua, RUU tentang Perlindungan Tokoh Agama, RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan RUU tentang Bakamla.

Beberapa RUU yang disebutkan di atas menurut saya akan mewarnai proses pembahasan di DPR. Kita belum lagi bicara soal RUU lain yang juga dianggap sangat penting untuk disahkan, seperti misalnya RUU tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

Menyikapi peta kepentingan terhadap RUU diatas menurut saya, pemerintah daerah dan DPR serta DPD RI harus powerfull membangun komunikasi dalam mengawal agar RUU Provinsi Kepulauan tidak berhenti di prolegnas prioritas, tapi juga disahkan menjadi UU yang bisa dijadikan payung hukum bagi pemerintah daerah dalam mengkonsolidasikan pembangunan di daerah.

Kolaborasi semua elemen kunci di 7 Provinsi Kepulauan yang punya kepentingan sama dengan Maluku harus dilakukan secara intensif. Langkah-langkah strategis perlu ditempuh dengan menemui tokoh-tokoh kunci di eksekutif seperti Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan, biar perlu lobi-lobi politik itu harus menembus pintu istana dan bertemu langsung dengan Joko Widodo selaku Presiden Republik Indonesia.

Perlu Tim Khusus

Untuk menindaklanjuti beberapa langkah strategis diatas menurut saya perlu dibentuk tim khusus yang diisi oleh seluruh Gubernur di 7 Provinsi Kepulauan sehingga presure yang dikonsolidasikan di injury time ini benar-benar mendapat perhatian pemerintah pusat.

Dalam tim khusus ini, perlu ditunjuk seorang pemimpin atau semacam koordinator untuk memudahkan koordinasi biar gerakannya bisa terkonsolidasi dengan rapi. Sosok yang tepat untuk memimpin tim khusus ini menurut saya adalah Gubernur Maluku, Irjen Pol (Purn). Drs. Murad Ismail.

Kalau berbagai upaya ini dilakukan secara maksimal, maka saya yakin sungguh, salah satu RUU yang akan disahkan oleh DPR dan Pemerintah pusat menjadi UU pada tahun ini salah satunya adalah RUU Provinsi Kepulauan. (**)

Komentar

Loading...