Malra Dukung Gubernur Perang Menteri Susi
Bupati: Kita Dimiskinkan Oleh Kebijakan Pempus

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Sejak berlaku moratorium ruang gerak mengeksploitasi kekayaannya sendiri dibatasi, sementara kapal-kapal nelayan besar, leluasa meraup keuntungan.
Genderang perang melawan kebijakan moratorium Menteri Susi Pudjiastuti yang dilontarkan Gubernur Maluku, Murad Ismail mendapat dukungan Bupati Kabupaten Maluku Tenggara (Malra), M. Thaher Hanubun.
Dukungan atas pernyataan Gubernur Murad Ismail, disampaikan kepada Kabar Timur, via telepon selulernya, tadi malam. Menurut dia, perang terhadap kebijakan moratorium Menteri Susi di sektor perikanan yang digaungkan Gubernur patut didukung karena telah memiskinkan rakyat Maluku.
“Sebagai Bupati saya, mendukung penuh pernyataan Pak Gubernur Maluku. Pasalnya, kebijakan tersebut telah membawa kerugian besar bagi Maluku, lebih khusus Maluku Tenggara yang boleh dibilang merupakan lumbung ikan,” ungkap Hanubun.
Dikatakan, nelayan Malra, sejak diberlakukan moratorium sangat dibatasi ruang gerak dalam mengeksploitasi kekayaannya sendiri, semantara kapal-kapal nelayan besar dari Jawa dan Sulawesi, leluasa meraup keuntungan dari kekayaan perikanan Maluku.
“Nelayan kami dibatasi ruang geraknya menangkap ikan hasil kekayaan sendiri. Disisi lain, kapal-kapal nelayan besar dari Jawa dan Sulawesi dibebaskan meraup untung dari kekayaan Perikanan Maluku. Yang kaya nelayan besar, kami jadi miskin,” papar Hanubun.
Tak heran, lanjut Bupati, kebijakan tersebut telah berdampak pada Maluku yang masuk empat besar daerah termiskin di Indonesia. “Jadi bukan kita miskin karena tidak mampu mengelola kekayaan yang kita miliki, tetapi kita miskin karena kita dimiskinkan oleh kebijakan Pemerintah Pusat,” tandasnya.
Perikanan dan Kelautan menjadi sektor andalan Maluku. Hanya saja, sejak diterbitkannya UU Nomor 23 Tahun 2014, kebijakan daerah menjadi kecil. “Saya berharap moratorium yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan harus dibarengi perlakuan khusus terhadap daerah-daerah penghasil ikan seperti Maluku ini,” harapnya.
Bupati berharap, ada kebijakan khusus terkait hal ini seperti pembangunan pelabuhan perikanan sehingga kapal-kapal nelayan yang melakukan penangkapan di Laut Maluku khususnya wilayah laut Malra dapat membangun basecamp di Malra.
Bahkan, lanjut dia, apabila diperlukan dibangun cooldstore besar untuk kepentingan eksport langsung dari Maluku khususnya Malra. Dengan begitu, tambah dia, akan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan pendapatan masyarakat dipelbagai sektor, karena ada efek domino yang diperoleh.
Dikatakan, pemerintah pusat juga harus dapat membantu fasilitas kapal tangkap dengan GT besar bagi nelayan lokal, sehingga mampu bersaing dengan Nelayan dari pulau Jawa dan Sulawesi khususnya. Apabila ini, lanjut Bupati, dapat dilakukan tentunya akan berdampak positif bagi kesejahteraan masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Malra siap memfasilitasinya.
“Jadi garapannya, tidak hanya moratorium tapi harus dibarengi kebijakan pro nelayan kecil di Maluku lebih khusus Malra,” tutupnya.
Sebelumnya, Gubernur Maluku Murad Ismail menyatakan perang ke Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Sebabnya, kebijakan moratorium izin kapal penangkap ikan eks asing sejak 2015 lalu, dinilai telah merugikan Maluku.
Murad menyatakan, kekayaan laut Maluku digerus tapi Maluku tidak mendapatkan apa-apa. Sejak diberlakukan moratorium, menteri yang doyan merokok itu memberikan izin kepada 1.600 kapal beroperasi di laut Arafura dan tidak mempekerjakan satu pun putra Maluku sebagai anak buah kapal (ABK).
Setiap bulan sekitar 400 kontainer berisi ikan diambil dari laut Arafura dan diekspor tidak melalui Maluku. “Setiap bulan Ibu Susi bawa ikan dari laut Arafura diekspor, tapi kita tidak dapat apa-apa. Berbeda sebelum moratorium, uji mutunya ada di daerah. Ini supaya kalian tau semua. Kita perang (terhadap Menteri Susi),” tegas Murad saat menyampaikan sambutannya dalam acara pengambilan sumpah dan pelantikan penjabat sekda Maluku di kantor Gubernur Maluku, Ambon, Senin (2/9).
Murad meminta semua pihak menyuarakan bahwa insiden pembajakan KM Mina Sejati di laut Aru, beberapa waktu lalu itu tidak melibatkan orang Maluku. “ABK tidak ada satu pun orang Maluku. Kasus sandera itu, harus kasi tau kalau tidak ada orang Maluku yang melakukan itu,” kata mantan Dankor Brimob Polri itu.
Murad semakin kesal soal hak wilayah laut. Aturan 12 mil lepas pantai yang merupakan kewenangan pemerintah pusat merugikan Maluku. Hal itu disebabkan nelayan Maluku tidak diperbolehkan melakukan penangkapan di zona tersebut. “Katanya 12 mil lepas pantai itu punya pusat, suruh mereka bikin kantor di 12 mil lepas pantai. Ini daratan punya saya,” cuki mai,” kesal Murad.
Agar kekayaan laut Maluku tidak seenaknya “dirampok” Kementerian Kelautan dan Perikanan, bekas Kapolda Maluku itu akan menyusun peraturan sasi laut. “Tujuannya, supaya kita punya PAD. Padahal kita punya laut itu luar biasa,” kata Murad.
Murad mengungkapkan, salah seorang seniornya di kepolisian sempat menghubunginya via whatsapp meminta agar mencabut moratorium Hak Pengusahaan Hutan (HPH) di Maluku. Alasannya, moratorium yang dibuat Murad sebagai gubernur merugikan negara.
“Lalu saya bilang, komandan justru saya melakukan ini karena tugas kepala daerah itu dua plus satu, yaitu mengentaskan kemiskinan, mensejahterahkan masyarakatnya dan harus mampu menjaga sumber daya alam agar dapat dimanfaatka generasi saat ini dan yang akan datang. Saya gubernur orang Maluku, saya lakukan ini karena Maluku tidak dapat apa-apa,” cerita Murad.
Murad mencontohkan, salah satu HPH yang tidak memberikan dampak bagi Maluku adalah beroperasinya PT. Jayanti di Maluku. “Semua kayu diekspor dari luar daerah. Seperti pengalaman PT. Jayanti. Saya bilang komandan, ini bukan untuk saya tapi untuk masyarakat Maluku,” sambungnya.
Setelah dijelaskan demikian, seniornya tersebut mengerti. Cerita lain, kata Murad, seorang pejabat dari Kementerian ESDM meminta rekomendasi ke Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar untuk pengeboran gas di Pulau Seram. Oleh Menteri Siti diarahkan menemui Murad untuk meminta rekomendasi. “Saya tolak. Kita kalau tidak begitu, sampai kapan kita bisa maju. Makanya HPH semua saya moratorium,” tegas jenderal bintang dua purnawirawan Polri ini. (RUZ/KTM/KIE)
Komentar