Gratifikasi Lahan Tiakur Mantan Bupati MBD “Cuci Tangan”

FOTO: ISTIMEWAILUSTRASI

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON-Sudah ada datanya atau tidak di KPK, penyidik komisi antirasuah itu diminta menelusuri peran sejumlah pejabat di Pemkab Maluku Barat Daya (MBD).  Yakni terkait aliran dana hibah dari PT Gemala Borneo Utama (GBU) yang diperuntukkan kepada masyarakat pulau Romang, namun dialihkan untuk pekerjaan pematangan lahan ibukota baru di Tiakur yang diduga merupakan gratifikasi untuk melancarkan sejumlah ijin PT GBU oleh Pemda setempat.

Terkait  dugaan gratifikasi tersebut, info pentingnya, Alex Orno kerabat dekat mantan Bupati MBD Barnabas Orno ketika itu diduga kebagian Rp 700 juta dari PT GBU setelah PT Sharleen Raya menandatangani kontrak kerja pematangan lahan senilai Rp 8 miliar dengan perwakilan PT GBU, Banjar Nahor. Terkait duit yang diterima Alex ternyata sejumlah pimpinan SKPD di daerah itu diduga ikut kecipratan, tak ketinggalan oknum politisi DPRD Maluku dapil MBD.

Duit senilai Rp 700 juta diduga dibagi-bagi oleh Alex ke beberapa pimpinan SKPD maupun politisi DPRD Maluku sebagai uang receh sebelum datang pencairan tahap berikut dari sisa Rp 5 miliar. Ada yang terima puluhan juta rupiah, bahkan sampai nominal ratusan juta rupiah, diduga diterima oleh oknum anggota DPRD Maluku dapil MBD.

Tapi uang sisa sebesar Rp 5 miliar itu batal dicairkan oleh PT GBU lantaran keburu didemo oleh masyarakat Pulau Romang yang mengklaim sebagai penerima manfaat duit Rp 8 miliar sebagai bentuk tanggungjawab perusahaan tambang milik konsorsium Salim grup itu. 

Waktu itu masyarakat Romang mengklaim dana CSR sesuai aturan tidak bisa dialihkan untuk pemanfaatan lain, hanya untuk masyarakat di area operasional perusahaan pemilik dana hibah.

Alhasil, PT GBU hanya menggelontorkan duit  Rp 3 miliar karena menganggap telah timbul masalah hukum. Di lain pihak pekerjaan pematangan lahan ibukota Tiakur disubkontrakkan oleh PT Sharleen ke perusahaan lain. Batalnya pencairan dana sisa CSR senilai Rp 5 miliar mengakibatkan perusahaan yang disubkontrakkan oleh PT Sharleen Raya, merana. 

Akibat pekerjaan pematangan lahan, tidak berlanjut, perusahaan yang belum diinformasikan namanya oleh sumber Kabar Timur ini, hampir pasti rugi besar. “Karena mobilisasi alat sudah jalan, bawa dengan kapal-kapal landen, tapi seng bisa kerja, itu rugi kah tidak,” ungkap sumber Kabar Timur, Jumat (30/8).

Penyidik KPK juga diminta untuk memperkuat bukti adanya gratifikasi dengan meminta dokumen kunci yang mendasari pengalihan dana hibah CSR ke pihak Pemda Kabupaten MBD yang waktu itu dipimpin Bupati Barnabas Orno. “Masa tiba-tiba muncul kontrak antara GBU dengan Sharleen Raya. Kan harusnya ada dokumen tertulis dulu semacam memo dari Bupati lah, atau rekomendasi DPRD MBD,” kata sumber.

Ada atau tidaknya dokumen dari Bupati Barnabas Orno atau rekomendasi DPRD MBD yang mendasari kontrak dengan pihak PT Sharleen Raya untuk pekerjaan pemtangan lahan ibukota Tiakur, ini menjadi kunci mengungkap kasus dugaan gratifikasi oleh KPK.

Di lain sisi, jika tidak ada rekomendasi DPRD Kabupaten MBD, itu juga jadi indikasi kalau dana tersebut tidak pernah dibahas di legislatif untuk disikapi penggunaannya seperti apa. Kalau dokumen itu tidak bisa dibuktikan oleh Barnabas Orno selaku Bupati, apalagi rekomendasi DPRD MBD, maka kuat dugaan ini kasus gratifikasi. 

Di lain pihak, kalau perintah pengalihan dana Rp 8 miliar untuk ibukota Tiakur hanya berdasarkan komunikasi lisan, itu indikasi kalau Pemda MBD ingin cuci tangan. “Settingannya kalau nanti jadi masalah, cuma PT GBU dan PT Sharleen Raya yang diproses hukum. Sedangkan Pemda tidak, kalau memang tidak ada bukti tertulis. Tapi ada tidaknya peran Bupati MBD Barnabas Orno, kita serahkan kepada KPK mereka tentu lebih ahli,” papar sumber.

Sebagabaimana diberitakan sebelumnya Tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang melakukan serangkaian pemeriksaan kasus dugaan korupsi di Maluku, pekan, kemarin, salah satunya, kasus  proyek pematangan lahan Tiakur mengakui, kakak beradik, Barnabas Orno dan Alex Orno atau duo Orno “kecipratan” atau terima dana gratifikasi dari proyek yang tengah diusut KPK.

Ketua Tim KPK Hendrik Cristian mengungkapkan itu, saat dihubungi Kabar Timur, via telepon selulernya, Kamis, kemarin. Kepastian diterimanya aliran dana gratifikasi dari proyek setelah pihaknya melakukan pemeriksaan sejumlah saksi. “Ada saksi yang mengakui dalam keterangannya memberikan dana kepada keduanya,” kata Hendrik yang mengaku, Tim KPK yang dipimpinnya itu, saat ini telah kembali ke Jakarta.

Hanya saja, lanjut Hendrik terkait aliran dana dari proyek lahan Tiakur, tidak hanya mengalir ke duo Orno saja, tapi pengakuan saksi yang diperiksa juga ada sejumlah pejabat yang ikut menerima aliran dana gratifikasi itu. Hendrik tidak merinci, seberapa besar aliran dana yang diterima duo Orno maupun sejumlah pejabat tersebut.

Dikatakan, dari pengakuan saksi bahwa ada sejumlah pejabat termasuk Barnabas Orno dan Alex Orno yang ikut “menikmati’ aliran dana proyek itu, selanjutnya dikembangkan Tim KPK yang di-BKO-kan, di Maluku itu.  “Kita terus bergerak, dan kita pastikan kasus lahan Tiakur ini akan ditangani tuntas,” terangnya.;  

Saat menerima aliran dana itu, Barnabas Orno sebagai kepala Daerah atau Bupati di MBD. Sementara Alex Orno berstatus sebagai Anggota DPRD Provinsi Maluku. “Keduanya berdasarkan pengakuan saksi menerima aliran dana hibah PT GBU itu,” tambahnya.

Selain itu, Hendrik menegaskan, Tim KPK yang bertugas di Maluku tidak hanya fokus pada kasus lahan Tiakur semata, tapi ada sejumlah kasus dugaan korupsi pada Kabupaten lainnya yang dibidik lembaga anti rasuah itu.  “Kita tidak hanya fokus pada kasus lahan tiakur semata, tapi juga ada kasus-kasus dugaan korupsi pada kabupaten lain yang ikut dibidik KPK,” terangnya.

Menyoal tentang APBD produk “Orno-Letelay” masuk dalam bidikan KPK? Ditanya begitu, Hendrik mengakui bahwa APBD produk Orno-Letelay dibidik pihaknya. Namun, lanjut dia, APBD yang menjadi bidikan KPK tidak hanya pada Kabupaten MBD semata, tapi ada juga kabupaten-kabupaten lainnya yang tidak dirinci Hendrik.

“Untuk kasus APBD, bukan hanya Kabupaten MBD, tapi Kabupaten-Kabupaten lainnya yang sementara dilidik pihaknya,” kata Hendrik, seraya mengaku, kabupaten-kabupaten lain yang dimaksudkan itu, belum bisa dibuka pihaknya, karena masih dalam proses penyelidikan pihaknya.

Untuk diketahu, pengusutan kasus lahan tiakur, sejumlah pihak telah dimintai keterangan sebagai saksi, yang berlangsung di Mako Brimob Polda Maluku, diantaranya: Alex Orno, mantan Kadis PU, Rein Siwitiory, kontraktor Teli Nio, pengusaha Nini Marlina. Untuk mencari bukti-bukti terkait kasus ini, KPK menggeledah kantor Jeco Group milik Jhon Alfred di kawasan belakang Soya. 

Untuk diketahui, pematangan lahan tiakur didanai PT GBU (Germala Borneu Utama), sebesar Rp 8 miliar. Kesepakatan pendanaan proyek dilakukan  penandatanganan (MoU), antara Pemkab MBD yang ditekan Bupati Barnabas Orno (Saat ini Wakil Gubernur), bersama  PT Robust  Recources (anak perusahaan PT Germala Borneu Utama) perusahaan tambang emas di pulau Romang,  tahun 2011.

Proses pematangan lahan Tiakur, dilakukan tahun 2012. Meski, lahan Tiakur, ratusan hektar, perusahaan yang melakukan pematangan lahan, di lokasi perumahan Nini Marlina, sekitar  enam sampai   tujuh hektar. (KTA)

Komentar

Loading...