Politisi dewan asal Partai Golkar ini, mengaku, banyak proyek-proyek pemerintah di daerah terhambat karena harus berhadapan dengan kepemilikan lahan oleh masyarakat.
Di lain pihak, sesuai catatan Kabar Timur BWS Provinsi Maluku memang kerap bermasalah dengan masyarakat. Sebut saja, bendung Waibobi di kawasan Jakarta Baru, proyek dimaksud akhirnya dipalang oleh warga, karena proyek tersebut berpotensi merusak lingkungan. Indikasinya, proyek itu ternyata tidak mengantongi ijin Amdal.
Menyangkut kasus bendung Waiapo di kecamatan Waiapo, Kabupaten Buru, lagi-lagi persoalan BWS dengan masyarakat adat terjadi. Berdasarkan informasi dari lapangan, proyek dimaksud sementara diberlakukan sanksi adat yang disebut “Sasi” oleh masyarakat adat setempat.
“Dipalang, dalam bahasa sini bilang disasi. Masyarakat adat palang, belum tahu, apa lahan belum dibayar atau apa, katong ana-ana belum tahu,” akui sumber anak adat setempat yang menolak namanya dikorankan.
Ditanya, soal marga-marga yang mengklaim hak ulayat tersebut, sumber Kabar Timur ini menyebutkan beberapa, diantaranya, marga Nurlatu, Latbual dan Nacikit.
Sementara itu Jack, yang merupakan PPK Bendung Waiapo, juga salah satu staf di BWS Maluku, berulang-ulang dimintakan konfirmasi belum juga memberikan penjelasan. “B (beta) masih di luar daerah,” kata PPK tersebut melalui sebuah pesan singkat. (KTA)



























