Rahayaan Disebut Wali Kota Kacang Lupa Kulit

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Pemberhentian dengan tidak hormat atau PDTH terhadap ASN eks napi koruptor dari Kota Tual Azis Fidmatan berbuntut politis. Walikota Tual Adam Rahayaan disebut “kacang lupa kulit”.
Kepada Kabar Timur, Azis Fidmatan mengungkapkan kala Pilwakot Kota Tual digelar 2013 lalu, masyarakat kecamatan Pulau-Pulau Kur dan Tayando memberikan pilihan mutlak terhadap Rahayaan yang ketika itu mendampingi Walikota MM Tamher.
Mantan Camat Pulau-Pulau Kur ini mengaku, bukannya pernah terlibat politik praktis, namun selaku anak daerah asal kecamatan tersebut, juga jabatan camat yang melekat pada dirinya hal itu ikut berkontribusi terhadap kemenangan pasangan Tamher-Rahayaan.
“Adam Rahayaan itu tipe wali kota kacang lupa kulit. Ribuan suara pemilih pa, dari masyarakat pulau Kur dan Tayando, untuk haji MM Tamher dan Adam Rahayaan waktu itu. Tapi hasilnya apa, beta dipecat tanpa ingat beta punya jasa,” ujar Azis Fidmatan yang menghubungi Kabar Timur melalui telepon selulernya, Kamis (30/5).
Mantan pejabat eselon II Pemkot Tual ini, mengungkapkan, dirinya merupakan korban kriminalisasi yang dilatari kepentingan politik. Sebelum terkena masalah korupsi, setelah menjabat Kadis Perhubungan Kota Tual dia digadang-gadang untuk menjabat posisi Sekretaris Daerah.
Guna menapaki jenjang tersebut dia ikut mendaftar mengikuti fit and propert test untuk jabatan Asisten di Setda Kota Tual.
Namun alih-alih ditempatkan setelah lolos uji kelayakan itu, dia malah ditunjuk untuk posisi staf ahli. Jelas, Azis tak terima, dia menolak posisi tersebut secara terang-terangan di hadapan Wali Kota MM Tamher.
Diakui, perkara korupsi yang menyebabkan dirinya menjalani hukum 2 tahun LAPAS Kelas II Ambon itu menimbulkan wacana politik yang baru di Kota Tual. Yakni pemisahan kecamatan Pulau Kur dari Kota Tual. “Jangan heran kalau Kecamatan Pulau Kur ingin pisah. Gabung aja dengan Gorom di SBT, apalagi kedua daerah cukup dekat,” ujarnya.
Lagi pula perkara korupsi yang pernah menyebabkan dia diganjar hukuman LAPAS, dinilai oleh Azis sebagai upaya kriminalisasi berlatar belakang kepentingan politik seperti dia tuturkan. Faktanya, meski telah bebas sepenuhnya, Azis masih mengajukan PK ke Mahkamah Agung RI.
“Ini hanya kriminalisasi hukum, nilai kerugian yang dihitung tidak mempunyai besaran pasti. Ada Rp 95 juta, Rp 97 dan terakhir Rp 103 juta. Padahal nilai kerugian tersebut harus pasti, sesuai aturan salah satunya Pasal 1 ( 15) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK,” paparnya soal perkara korupsi pembangunan SMK Tayando yang pernah menjerat dirinya itu.
Diberitakan sebelumnya Azis Fidmatan (52) mengadukan Walikota Tual Adam Rahayaan ke Badan Pertimbangan Jabatan menyusul banding administratif ke badan yang mengurusi ASN ini. Dia tidak terima diberhentikan karena perkara korupsi dan akan menggugat Rahayaan Rp 1 miliar.
Mantan Camat Pulau-Pulau Kur, Kota Tual yang akrab disapa “CK” alias Camat Kur ini pernah terbelit perkara korupsi, pembangunan SMK Negeri Tayando. Di pengadilan dia divonis 2 tahun. Setelah bebas, sesuai aturan dia kembali diaktifkan oleh Rahayaan.
Namun sial bagi CK, keberadaannya di birokrasi Pemkot Tual sepertinya sudah lama tidak diinginkan. Dia mengalami Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PTDH) sebagai imbas Surat Kesepakatan Bersama atau SKB tiga menteri yang mengimbau para kepala daerah menonkatifkan ASN koruptor atau ASN mantan napi koruptor.
Padahal dari konsultasi yang dilakukan pada 21 Mei lalu, dia mendapat penjelasan dari Kabag Advokasi, Biro Hukum Kemendagri, Wahyu Chandra Kusuma, bahwa tidak semua ASN pelaku korupsi harus dipecat.
Menurut Wahyu, kata Azis,PTDH sifatnya kasuistis, atau bergantung kasus, dalam hal ini hanya korupsi dengan modus fiktif atau di-OTT oleh KPK. Di lain pihak, Pemkot Tual sendiri, diakui Kemendagri ternyata tidak pernah datang berkonsultasi ke Kemendagri menyangkut SKB yang masuk ranah diskresi kepala daerah itu.
“Karena Walikota takut kena sanksi Mendagri, dia ikut saja SKB itu secara buta. Kepala daerah macam apa? seng punya nyali, seng bisa bela anak buah sendiri di pemerintah pusat. Beta akan tuntut dia Rp 1 miliar pak,” ujar Azis Fidmatan.
Bagi dia, Walikota Adam Rahayaan dinilai bukan sosok kepala daerah yang patut dicontoh. SKB tiga menteri tersebut seperti hasil konsultasi dengan pihak Kemendagri, bukan harga mati yang harus dituruti setiap kepala daerah.
Azis Fidmatan, merupakan salah satu dari 8 ASN yang mengajukan banding administratif ke Badan Pertimbangan Aparatur Sipili Negara (BP-ASN). Tujuh yang lain adalah ASN dari Pemkot Ambon masing-masing, Morits Lantu, Heny Deetje Nanlohy, Haidee Nikijuluw, Paulus Souhuwat, Harman Sahupala, Evert Soplantila dan Pollatu Josephina.
Ketujuh ASN Pemkot Ambon ini, mengajukan banding administratif, karena PTDH yang mereka alami dinilai mal-administratif. Sebab, sesuai fakta hukum di pengadilan, mereka merupakan korban kebijakan pimpinan di instansi masing-masing. (KTA)
Komentar