KABARTIMURNEWS.COM, AMBON – Sebagai pimpinan di wilayah hukumnya Kajati, harus pastikan kasus ini diusut tuntas, dan tidak bisa tidak tahu soal kasus ini.
Kejaksaan Agung RI diminta membentuk tim khusus yang diawasi oleh KPK dikarenakan mandeknya penyelidikan kasus mark up NJOP lahan proyek PLTMG Namlea, Kabupaten Buru. Kepala Kejati Maluku juga perlu dievaluasi.
Koordinator Indonesia Investigasi Korupsi (IIK) Faizal Yahya Marasabessy menduga penyelidikan kasus ini mandek dikarenakan tidak optimalnya Kejati Maluku melakukan pengusutan. Klaim Kejati Maluku kalau kasus ini masih penyelidikan dikuatirkan hanya dalih, sebelum akhirnya kasusnya ditutup alias SP3.
Menurut penggiat anti korupsi ini, Korps Adhyaksa perlu didorong supaya maksimal, mengingat kasus dugaan mark up Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), uang negara berpotensi dirugikan oleh PT PLN. Dan jika pengusaha Fery Tanaya dilaporkan menjual lahan milik orang itu juga harus diusut.
“Harus diusut tuntas. Baik pengusaha tersebut, PT PLN sebagai pembeli lahan, maupun pemilik lahan yang mengklaim sebagai pemilik harus dimintai keterangan. Siapa pun yang punya kaitan, patut diperiksa,” tandas Faizal Yahya dihubungi Kabar Timur, Jumat, kemarin.
Kehadiran tim khusus dari Kejagung untuk melakukan penyelidikan, kata dia, untuk memastikan kasus ini diusut, tuntas. Selain untuk mengembalikan uang negara yang berpotensi dirugikan, juga untuk memenuhi harapan masyarakat pencari keadilan sebagai pelapor kasus ini. “Khan sangat lucu kalau Kajati tidak tahu. Sebagai pimpinan di wilayah hukumnya Kajati, harus pastikan kasus ini diusut tuntas,” ingat Faizal Yahya.
Sekadar tahu, Kejati Maluku mulai menggelar penyelidikan kasus ini sejak tahun lalu. Bebepa pihak telah dimintai keterangan oleh tim Pidsus Kejati, tapi herannya, Fery Tanaya yang dilapor oleh masyarakat tak kunjung dipanggil untuk menghadap jaksa guna dimintai keterangan.
Di lain pihak, Moch Mukadar, pelapor kasus ini mengaku telah diperiksa sebagai saksi pada 15 November 2018. “Sudah dipanggil dan diperiksa di ruang pemeriksaan kantor Kejati Maluku. Klien saya diperiksa oleh penyidik Pak Sapta,” ungkap Samrin Sahmad, pengacara Moch Mukadar 21 Nopember 2018 lalu.
Dalam pemeriksaan perdana itu, jaksa pemeriksa, ungkap Sahmad, meminta keterangan soal status kepemilikan lahan tersebut. Jaksa juga, kata dia, meminta keterangan soal NJOP lahan yang diduga dijual oleh Fery Tanaya itu. Yang mana, NJOP dinilai tidak wajar dalam transaksi jual beli lahan dimaksud.
Yang mana harga lahan dinaikkan berlipat, sementara pihak PLN terkesan melakukan transaksi tidak melibatkan notaris. Bahkan BPN Kabupaten Buru sesuai informasi yang dikantongi pihaknya, tidak dilibatkan.
“Kami menduga, pengadaan lahan yang dilakukan PLN dengan Fery Tanaya ada konspirasi merugikan keuangan negara. Dalam prosesnya pun, pihak BPN Buru, tidak dilibatkan,” kata Sahmad.
Selain melapor ke Kejati Maluku, kasus dugaan korupsi tersebut juga dilaporkan ke Jampidsus Kejaksaan Agung RI dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta pada 12 Nopember 2018.
Diberitakan sebelumnya, aroma korupsi merebak dalam kasus pembelian lahan oleh PT PLN untuk pembangunan PLTMG Namlea. Ini setelah terungkap kalau Badan Pertanahan Negara (BPN), Notaris dan Pemda Kabupaten Buru tidak dilibatkan dalam proses jual beli lahan tersebut.
Hal itu, terkuak dengan adanya surat penyerahan atau pelepasan hak atas tanah kepada negara seluas 48.654.50 meter persegi atau 48 hektare. Selain itu, lahan yang dibeli PLN diduga mengalami pembengkakan dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tahun 2016. Harga sesuai NJOP Rp 36.000. Namun melonjak menjadi Rp 131.600 per meter persegi.


























