Medsos Timbul Efek Negatif Demokrasi Jelang Pemilu
KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Tingginya pengguna Medsos Indonesia timbulkan efek negatif terhadap demokrasi jelang Pemilu, 17 April 2019, mendatang.
Pastikan Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden-Wakil Presiden dan Anggota Legislatif Tahun 2019 berjalan baik dan aman, Badan Koordinasi (Badko) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Maluku dan Maluku Utara menggelar dialog publik dan lounching Gerakan Jempol Pintar.
Mengusung tema “Lawan Hoax dan Ujaran Kebencian Menjelang Pemilu,” dua kegiatan tersebut berlangsung di Paccific Hotel, Kota Ambon, Jumat (8/3). Dialog publik menghadirkan narasumber dari Polda Maluku, Bawaslu, dan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Maluku.
Firdaus Arey, Ketua Badko HMI Maluku dan Maluku Utara mengaku, sebagai pemuda Maluku, HMI secara kelembagaan memiliki tanggung jawab moril untuk memastikan pesta demokrasi berjalan aman, damai dan lancar. Namun, ditengah upaya pemerintah memastikan tahapan pemilu berjalan baik, justru diperhadapkan dengan satu fenomena dan fakta demokrasi yang cukup mengkhawatirkan.
Kekhawatiran itu terjadi dengan tingginya perkembangan teknologi yang semakin canggih. Diantaranya penggunaan internet melalui media sosial (medsos). Di Indonesia, kata Firdaus, tingkat penggunaan internet dari total sekitar 200 juta jiwa, terdapat kurang lebih 24 juta berusia 25 sampai 29 Tahun. Sementara 700 ribu jiwa berada di usia 15 sampai 20 Tahun mencapai .
“Artinya apa, ada jumlah yang begitu besar menggunakan internet di Indonesia. Kondisi inilah yang kemudian menimbulkan efek negatif terhadap masalah demokrasi dalam hal ini pemilu,” terangnya.
Folume penggunaan internet tersebut, kata Dia, tidak berbarengan dengan kecerdasan dalam menggunakan smartphone atau handphone pintar. Hal inilah yang kemudian justru menjadikan kaum millenial atau generasi muda terlibat dalam menyebarkan berita bohong alias hoax, secara sistematis.
“Penggunaan internet itu membuat gesekan di dunia maya menjadi sesuatu yang lumrah secara sosiologis. Sebagai kaum intelektual, tugas dan tanggungjawab kita adalah memastikan tahapan pemilu 2019 berjalan dengan damai. Sehingga harus ada upaya dan iktiar bersama,” pintanya.
Badko HMI Maluku dan Maluku Utara mengajak kaum muda untuk bersama sama turun tangan untuk memastikan tahapan pemilu berjalan sesuai dengan harapan bersama, yaitu aman, damai, dan lancar, sehingga melahirkan pemimpin yang berkualitas.
“Gerakan (Jempol Pintar) ini kita buat karena generasi millenial punya pengaruh yang cukup besar dalam proses pemilu,” ujarnya.
Dikatakan, dari total jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) sekitar 197 juta jiwa, sekitar 34 persen DPT adalah kaum millenial. Olehnya itu, pemuda mempunyai pengaruh yang begitu besar dalam konstestasi Pemilu untuk melakukan perubahan.
“Sehingga kami mengajak seluruh elemen pemuda kaum milenial agar sama sama menggunakan internet secara sehat untuk meminimalisir angka penyebaran hoax dan hate speech di media sosial. Ini hal sederhana yang bisa kita lakukan,” harapnya.
PERANGI HOAX
Kepolisian Daerah (Polda) Maluku siap mengamankan Pemilihan Umum (Pemilu) Tahun 2019, dengan mengerahkan sebanyak 7.000 personil gabungan TNI/Polri. Polda juga mengajak mahasiswa untuk bersama-sama memerangi berita bohong alias hoax dan ujaran kebencian di media sosial.
Pernyataan itu disampaikan Kabid Humas Polda Maluku Kombes Pol Muhamad Roem Ohoirat mewakili Kapolda Maluku Irjen Pol Drs. Royke Lumowa, M.M, dalam dialog publik dan lounching Gerakan Jempol Pintar yang dilaksanakan Badan Koordinasi (Badko) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Maluku dan Maluku Utara di Paccific Hotel, Kota Ambon, Jumat (8/3).
Menurut Ohoirat, selama berlangsungnya perhelatan pesta demokrasi, Maluku kerap dicap tidak aman oleh Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) Pusat. Padahal, faktanya selama ini berbanding terbalik dan justru Maluku merupakan salah satu daerah yang paling aman di Indonesia.
“Kemarin Kota Tual berada di peringkat pertama yang tidak aman. Sementara Provinsi di urutan ke dua. Namun pada pilkada kemarin kalau kita mau jujur baik di Kota Tual maupun Provinsi Maluku secara keseluruhan itu berada pada daerah yang paling aman, bila dibandingkan dengan daerah-daerah lain,” kata Ohoirat.
Keamanan penyelenggaran Pemilu selama ini, tambah Ohoirat, tercipta bukan karena semata-mata kehebatan Polri, TNI, KPU dan Bawaslu semata, tapi merupakan kehebatan dari semua elemen masyarakat Maluku. Masyarakat Maluku secara sadar dan merasa tanggung jawab untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas). Sehingga setiap pelaksanaan pesta rakyat lima tahunan tersebut, kerap berlangsung aman, damai dan lancar.
“Prediksi orang boleh mengatakan daerah kita adalah yang paling tidak aman. Tapi faktanya adalah, kita merupakan daerah yang paling aman. Buktinya pada Pilkada kemarin,” tegasnya.
Di Pemilu Presiden-Wakil Presiden (Pilpres) dan Anggota Legislatif (DPR, DPD dan DPRD) pada 17 April mendatang, Bawaslu Pusat menempatkan Maluku pada peringkat ke 4 daerah rawan, setelah Sumatera Barat, Yogjakarta, dan urutan pertama adalah Papua Barat.
“Kalau ada Bawaslu Pusat disini, selaku orang Maluku saya akan protes. Dimana-mana masyarakat tanya, pak tidak aman itu modelnya dimana? Padahal selama proses Pilkada di Maluku tidak pernah terjadinya bakar membakar, apalagi saling membunuh. Yang terjadi itu di daerah luar. Kenapa daerah kita dikategorikan paling rawan,” terangnya.
Maluku, tambah Juru Bicara Polda Maluku ini, justru lebih aman dari Papua. Pasalnya, pada Pilkada Tahun 2018 kemarin, kondisi Kamtibmas di Papua diketahui bergejolak dan banyak terjadi permasalahan.
“Tapi biarlah, yang penting bagi kita pileg dan pilpres nanti harus berjalan secara aman dan lancar. Kita sudah siap. 7.000 personil dari Polda Maluku dibantu rekan-rekan TNI. Dan modal utama kami adalah masyarakat Maluku yang mempunyai kesadaran tinggi untuk menjaga keamanan dan ketertiban. Tentunya didalamnya ada rekan-rekan dari OKP-OKPI serta mahasiswa dan lain sebagainya,” tandasnya.
Ketua Bawaslu Maluku Abdullah Ely dalam memaparkan materinya terkait strategi pengawasan dalam menciptakan pemilu yang adil dan bermartabat, mengaku, pihaknya pertama kali membentuk struktur yang berada di tingkat Kabupaten/Kota, Panwascam, Pengawas Desa dan Kelurahan.
“Yang saat ini sementara berlangsung adalah pembentukan pengawas TPS. Pengawas TPS berjumlah 5.525 orang. Nantinya mereka akan disebar di setiap TPS. Strategi ini untuk memastikan pemilih benar-benar tinggal atau menetap di RT/RW di Desa setempat dan terdaftar dalam DPT,” terangnya.
Strategi ini, kata Abdullah didukung oleh sekretariat Bawaslu. Didalamnya terdapat komisioner yang bertugas untuk merancang berbagai program kegiatan terkait terkait pencegahan dan penindakan. “Dalam proses untuk menjalankan strategi ini, Bawaslu menerapkan 2 strategi utama yaitu pencegahan dan penindakan,” katanya.
Dalam proses penindakan, Abdullah mengaku telah membentuk sentra penegakan hukum terpadu (gakkumdu) Provinsi Maluku. Gakkumdu didalamnya terdapat unsur Bawaslu, Polda Maluku dan Kejaksaan Tinggi Maluku. “Mereka ini berada dalam satu wadah, satu kantor, satu atap. Karena waktu yang diberikan dalam proses pelaksanaan satu dugaan pelanggaran pemilu itu hanya 14 hari,” jelasnya.
Sementara proses pencegahan, kata Abdullah telah banyak dilakukan pihaknya antara lain sosialisasi, ngopi, ngobrol pemilu dengan audensya berasal dari penikmat Kopi di Maluku. “Hal yang lain adalah kita mengajak perguruan tinggi untuk bersama-sama dengan Bawaslu untuk melakukan pengawasan secara partisipatif,” terangnya. (CR1)
Komentar