Korupsi Dana Desa Kulur Tetap Diusut
KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Penyelidikan kasus dugaan penyimpangan dana desa dan anggaran dana desa Negeri Kulur, masih menunggu hasil audit Inspektorat Daerah Kabupaten Maluku Tengah.
Namun rekomendasi Inspektorat jika ternyata tidak menemukan penyimpangan hal itu tidak menghalangi jaksa mengusut kasus ini.
“Kita tetap usut, seperti kasus DD dan ADD Porto, Inspektorat bilang kerugian negaranya kecil sekali Rp 12 juta.
Kita tetap usut, ternyata khan lebih daripada itu,” ujar Kepala Cabang Kejari Saparua Leonard Tuanakotta kepada Kabar Timur, di Pengadilan Negeri Ambon, Kamis (21/2).
Namun begitu sesuai surat keputusan bersama (SKB) Kementerian Dalam Negeri, Kejaksaan Agung RI, dan Polri, pihaknya harus menghormati proses yang dilakukan Inspektorat Malteng. Yakni, proses penghitungan kerugian negara oleh aparat pengawas intern pemerintah (APIP) tersebut.
“Jadi kita belum tindaklanjuti DD atau ADD Kulur itu. Kita masih tunggu laporan APIP,” akuinya.
Ditandaskan Tuanakotta, pihaknya tetap akan mengusut dugaan penyimpangan DD dan ADD Negeri Kulur.
Penyelidikan terhadap kasus yang berasal dari laporan masyarakat itu baru sebatas puldata dan pulbaket.
Pengelolaan DD dan ADD Negeri Kulur tahun 2016 disinyalir sarat masalah. Dari laporan yang masuk, penyelewengan dilakukan dengan cara memanipulasi laporan pertanggungjawaban, padahal kenyataan lapangan diduga mark up dan fiktif.
Dugaan korupsi dilaporkan Forum Bersama Masyarakat Kulur (FBMK) ke Kejaksaan Tinggi Maluku, dan akhirnya didisposisikan ke Kecabjari Saparua.
Dalam laporannya, FBMK menilai ada indikasi penyelewengan jabatan oknum aparat pemerintah maupun Saniri Negeri Kulur sehingga berpotensi merugikan keuangan negara pada DD ada ADD tahun 2016.
Beberapa mata anggaran seperti bantuan pertanian sebesar Rp 25 juta kepada 25 orang yang terbagi dalam 5 kelompok, uangnya disunat. Yang mana masing-masing mendapat bantuan berupa satu buah linggis, parang disertai uang sebesar Rp 600 ribu.
Anggaran pemberdayaan senilai Rp 300 ribu per orang juga disunat oknum pemerintah desa dalam item kegiatan usaha mikro. Penerima bantuan sebanyak 21 orang dengan anggaran sebesar Rp 2 juta per orang atau total Rp 42 juta.
Sementara LPJ-nya, oknum pemerintah negeri menambahkan 20 orang lagi sehingga menjadi 41 orang penerima bantuan. Namun tambahan tersebut diduga fiktif.
Bukan saja pos pemberdayaan dan bantuan pertanian indikasi korupsi juga terjadi pada pos pengadaan anakan cengkeh yang menelan anggaran sebesar Rp 180 juta. Setelah dikalkulasi penyelewengan anggaran sebesar 30 persen lebih atau sekitar Rp 60 juta.
Begitu juga item kegiatan pembukaan lahan untuk Jalan Tani, pelaksanaannya diduga janggal. Pekerjaan tidak dilengkapi papan nama berisi informasi proyek tentang berapa besar anggarannya, prasasti, maupun pihak yang menangani proyek tersebut. (KTA)
Komentar