Tokoh Leihitu Desak Kejati Periksa Gubernur-Walikota

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Desakan publik agar Kejaksaan Tinggi Maluku menyidik peran Gubernur Said Assagaff dan Wali Kota Richard Louhenapessy di kasus korupsi pengadaan kantor cabang Bank Maluku di Surabaya, makin kuat.

Media juga diminta mempresur kepentingan daerah ke depan dengan mulai mengingatkan Gubernur Maluku terpilih Murad Ismail mengawal proses hukum semua kasus korupsi yang melilit Bank Maluku.

“Ini semua ada di kamong (kalian) para jurnalis, bagaimana teriakkan masalah daerah seperti itu, bila perlu sampai di Senayan (DPR RI). Sementara di daerah, setelah rezim (pemerintahan Said Assagaff-Zeth Shuburua) satu bulan itu turun, kamong harus ingatkan Pemprov Maluku berkoordinasi dengan Kejati, buka semua kasus di Bank Maluku. Kasus Surabaya tidak cukup cuma Idris Rolobessy, ada lain yang seharusnya lebih bertanggungjawab,” ujar tokoh paguyuban masyarakat Leihitu-Salahutu “Hena Hetu” Ma’mun Pelu kepada Kabar Timur, Minggu (17/2).

Menurut dia, sekali pun telah jadi terpidana di perkara pengadaan kantor Bank Maluku cabang Surabaya senilai Rp 54 miliar, belum tertutup kemungkinan bagi Idris Rolobessy bernyanyi.

Dan di perkara reverse repo Bank Maluku senilai Rp 238,5 miliar Idris yang berstatus tersangka diharapkan bisa membuka peran sejumlah oknum petinggi Bank Maluku yang memanfaatkan posisi untuk kepentingan pribadi, kelompok maupun politik.

Baginya, kasus pembelian lahan dan gedung kantor cabang bank milik Pemprov Maluku dan Maluku Utara dan kasus reverse repo tidak berdiri sendiri. Ada benang merah antara kedua perkara korupsi tersebut. “Jadi dalam perkara repo Rp 238 miliar itu kalo Pak Idris mau muntah, dia musti muntah satu kali. Supaya yang kotor-kotor di Bank Maluku itu keluar semua,” ujarnya berilustrasi.

Ditambahkan Pelu, rezim yang memanfaatkan kekuasaan politik di birokrasi Pemprov Maluku dan perusahaan daerah saatnya digiring ke meja hijau. Menurutnya, rezim ini kerap menabrak aturan perundang-undangan, terungkap di persidangan perkara korupsi kantor cabang Bank Maluku di Surabaya senilai Rp 54 miliar.

“Di kasus Surabaya, khan ada SK RUPS Terbatas. Fakta persidangannya, RUPS itu ditandatangani Gubernur dan Wali Kota Ambon. Artinya, kasus Surabaya seng mungkin terjadi kalau Gubernur dan Wali Kota seng (tidak) setujui,” ujar Pelu.

Karena itu, Kejati Maluku diminta tidak menutup mata fakta persidangan perkara Bank Maluku. Tupoksi jaksa penuntut umum, selain mengembalikan uang negara dari sebuah perkara korupsi, di lain sisi menegakkan rasa keadilan hukum bagi semua warga negara tanpa pandang bulu.

Dikonfirmasi berulang kali, Kejati belum juga menanggapi kemungkinan dibukanya kembali perkara pembelian dan pengadaan lahan kantor cabang Bank Maluku di jalan Darmo 51 Surabaya. Jika merunut pada fakta persidangan, perkara ini belum tuntas membongkar dalang dan aktor utama di balik korupsi anggaran daerah tersebut. (KTA)

Komentar

Loading...