8 PETI & BPS Resmi Tersangka

ILUSTRASI Dok/Kabartimurnews

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Penanganan kasus pertambangan terkait ijin operasi perusahaan dan Penambang Emas Tanpa Ijin (PETI) di sekitar tambang emas Gunung Botak, Kabupaten Buru, membuahkan hasil. Bareskrim Polri menetapkan PT BPS sebagai tersangka. Sementara Polda Maluku juga menjerat delapan orang PETI sebagai tersangka.

Penyelidikan yang dilakukan Bareskrim Polri dengan menggunakan sistem Multidor, terhadap sejumlah perusahaan yang beroperasi di Gunung Botak, baru menjerat satu corporate sebagai tersangka. Adalah PT. Buana Pratama Sejahtera (BPS). Dia jadi tersangka, khususnya di bidang pertambangan. Sementara untuk masalah lingkungan hidup, dalam waktu dekat statusnya akan dinaikan menjadi penyidikan.

Direktur Kriminal Khusus Polda Maluku, Kombes Pol. Firman Nainggolan mengungkapkan, BPS ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Subdit 5 Tindak Pidana Tertentu (tipidter) Bareskrim Polri yang membawahi masalah pertambangan.

“Yang jelas PT BPS telah ditingkatkan ke penyidikan dan telah ditetapkan sebagai tersangka,” kata Nainggolan yang didampingi Kasubdit 2 Bareskrim Polri Kombes Pol. Sulistiyono dan Kabid Humas Polda Maluku Kombes Pol. Muhamad Roem Ohoirat dalam konfrensi pers yang berlangsung di Mapolda Maluku, Kota Ambon, Jumat (11/1).

Status tersangka yang disematkan, kata Nainggolan, adalah kepada corporate perusahaan. Kini, tim Subdit 5 Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Bareskrim Polri yang membawahi pertambangan telah melakukan pemanggilan terhadap corporate untuk diperiksa sebagai tersangka.

“Karena ini adalah corporate, berarti yang ditetapkan tersangka adalah corporate-nya. Baik itu pemilik perusahaan maupun berkaitan dengan yang lain. Kalau tidak salah, sesuai informasi yang kami terima dari Direktur Tipidter, itu sudah dilakukan pemanggilan-pemanggilan untuk diperiksa sebagai tersangka,” katanya.

Dikatakan, BPS dijadikan tersangka karena telah menyalahi ijin yang diberikan. Ijin yang semestinya melakukan penataan dan rehabilisasi sungai Anahoni, kawasan Gunung Botak dari limbah kimia berbahaya, justru melenceng dan malah melakukan aktivitas pertambangan emas.

“Awalnya melakukan perijinan penataan dan rehabilitasi paska penutupan (Gunung Botak) yang dulu (Tahun 2015). Dalam perjalannya, tim yang dibentuk baik itu Bareskrim maupun Polda Maluku menemukan penataan dan rehabilisasi itu tidak berjalan. Bahkan yang ditemukan adalah aktivitas pertambangan,” ujarnya.

Menurutnya, aktivitas pertambangan yang dilakukan perusahaan dalam mengolah emas menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya. Salah satunya adalah Sianida. “Kalau dia penataan, mestinya tidak menggunakan Sianida, tapi mengangkat sedimen, taruh di suatu tempat. Kemudian yang bukit (Gunung Botak) itu ditata kembali dan ditanami sedi hutan (tanaman),” jelasnya.

Terkait perkembangan lebih lanjut, Nainggolan mengaku pihak Bareskrim Polri yang akan menyampaikan selanjutnya. “Mereka (Bareskrim) yang akan menyampaikan perkembangannya. Tapi yang jelas PT BPS telah ditetapkan sebagai tersangka,” katanya lagi.

Kombes Pol. Sulistiyono, Kasubdit 2 Tipidter Bareskrim Polri yang membawahi lingkungan hidup, mengaku pihaknya melakukan penyelidikan terhadap 3 perusahaan. Selain BPS, tim yang dipimpinnya juga tangani PT. Prima Indo Persada (PIP) dan Sinergi Sahabat Setia (SSS).

Sistem penyelidikan yang dilakukan bersifat Multidor. Artinya penyelidikan terhadap setiap perusahaan berdiri sendiri-sendiri, baik itu masalah pertambangan, lingkungan hidup dan kehutanan. BPS sendiri diakui telah dijadikan sebagai tersangka khususnya di bidang pertambangan. Sedangkan untuk lingkungan hidup, menurutnya dalam waktu dekat pihaknya akan menaikan status penyelidikan ke penyidikan.

“Ini juga kami kenakan pasal 102, 103, 104 junto Pasal 116 UU nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolahan lingkungan hidup. Pasal 116 ini corporate perusahaan, bisa juga nanti (tersangka) terhadap direktur utamanya. Yang tersangka kalau yang pertambangan. Sementara kami lingkungan hidup akan menuju (naik penyidikan),” sebutnya.

Mantan Direktur Krimsus Polda Maluku, ini mengaku saat ini pihaknya masih fokus memeriksa PIP, khusus di masalah lingkungan hidup. Statusnya saat ini telah ditingkatkan ke penyidikan, dan dalam waktu dekat, pihaknya akan menetapkan siapa yang jadi tersangka. “Kalau SSS dalam penyelidikan. Sementara BPS nanti kita akan tindaklanjuti ke penyidikan. Kalau PIP sudah sidik,” terangnya.

Dari sisi lingkungan hidup, Sulistiyono melihat kawasan pertambangan emas Gunung Botak telah dicemari limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Limbah B3 terjadi saat pengolahan emas dari Teling yang berlangsung dari gunung botak, kemudian melalui sungai Anahoni. Sedimen limbah itu diambil dan ditampung kemudian dikelola menjadi emas.

“Itu yang diduga mengandung limbah B3 yang mungkin juga didalamnya ada Sianida dan yang lain lain. Limbah B3 itu berasal dari sungai Anahoni,” ungkapnya.

Dia mengakui, pihaknya telah melakukan pemasangan police line pada kolam pengolahan emas yang berada di kawasan PIP. Luas kolam penampungan sedimen yang kemudian dikelola menjadi emas itu mencapai sekitar 2 hektar.

Selain pemasangan garis polisi, pihaknya juga memasang plang larangan pada BPS dan SSS yang tertulis dalam proses Direktorat Tipidter Bareskrim Polri. “Untuk PIP, saksi yang sudah diperiksa terdiri dari Lingkungan Hidup Provinsi Maluku ada 4 orang termasuk Kadis. BLH Buru 2 orang, pihak perusahaan 10 orang. Dari para saksi pasti akan ada yang ditetapkan tersangka. Kalau dari perusahaan nanti dari corporate atau direkturnya yang bertanggung jawab,” tandasnya.

Selain perusahaan yang ditangani Bareskrim Polri, Nainggolan menambahkan, bahwa Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Maluku, juga telah mengamankan sebanyak delapan orang PETI. Mereka telah dijerumuskan ke dalam penjara setelah ditetapkan sebagai tersangka.

Delapan orang PETI itu diantaranya terdiri dari jaringan pendistribusian B3 atau penyedia bahan kimia berbahaya, penyandang dana, dan pembeli hasil tambang alias penada. “Yang sudah kita amankan salah satunya adalah jaringan yang berkaitan dengan pendistribusian bahan berbahaya, pelaku tambangnya, penyandang dananya, sudah kita proses dan kita tahan. Ada sekitar 8 orang itu,” kata Nainggolan.

Untuk mencegah peredaran B3 di kawasan pertambangan emas Gunung Botak, Nainggolan, mengaku pihaknya atas perintah Kapolda Maluku Irjen Pol. Royke Lumowa, secara rutin terjun ke lapangan untuk melakukan sosialiasi kepada masyarakat.

Sosialiasi yang disampaikan, meminta dan menghimbau masyarakat di Kabupaten Buru, bahkan Maluku secara keseluruhannya agar dapat menyerahkan B3 yang disimpan. Pihaknya, tambah Dia, tidak akan segan melakukan penindakan, jika masih terdapat B3 di tangan masyarakat.

“Ada beberapa orang masyarakat yang setuju menyerahkan bahan kimia berbahaya. Sekarang kami menunggu. Bagi kami Krimsus konsennya adalah penegakan hukum,” tegasnya.

Selain itu, upaya pencegahan peredaran B3 di Gunung Botak telah dilaksanakan sejak Bulan Maret 2017 lalu. “Kami sudah melakukan upaya untuk mencegah distribusi bahan berbahaya ke Gunung Botak. Baik dalam bentuk Merkuri, Sinabar yang dikelola jadi Merkuri, kemudian Sianida,” terangnya.

Disisi lain, pihaknya juga telah melakukan penandatanganan kesepahaman bersama dengan sejumlah ekspedisi. Kendati demikian, Dia tidak menampik sempat kecolongan terhadap masuknya B3 jenis Sianida sebanyak 1 kontener melalui PT PELNI pada Bulan September 2018.

“Memang ada beberapa yang berupaya untuk memasukkan. Buktinya Bulan September kemarin kami berhasil mengungkap pengiriman Sianida 1 kontainer di Namlea. Ini sudah proses penyidikan. Itu yang diangkut oleh PT Pelni,” ujarnya.

Dalam penandatanganan kesepahaman kemarin, diakuinya pihaknya tidak melibatkan PELNI. Sebab, PELNI sifatnya transportasi nasional. “Ini yang nanti ke depan akan kami panggil untuk ikut menandatangani kesepahaman tersebut,” katanya.

Penandatanganan kesepahaman bersama dilakukan agar para ekspedisi pengiriman lebih berhati hati dan menolak mengangkut bahan berbahaya ke Gunung Botak atau pun seluruh wilayah hukum Polda Maluku.

“Agar mereka tidak mau mengangkut barang berbahaya ke Gunung Botak atau kemanapun juga. Seperti pengiriman Sinabar dari wilayah sini (Maluku) ke luar dan sebagainya,” pintanya. (CR1)

Komentar

Loading...