Nikah Sekantor, Pegawai BM Diskorsing, Direksi Digugat
KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Dua pasangan suami isteri (pasutri) yang juga pegawai PT Bank Maluku-Malut diskorsing dari pekerjaan karena melakukan pernikahan satu kantor. Bahkan keduanya bakal dipecat setelah tiga bulan skorsing sampai 25 Januari 2019.
Tak terima kedua pasutri yang telah menikah sah ini mengajukan gugatan ke pengadilan. “Kebiasaan di Bank Maluku setelah skorsing tiga bulan biasanya menyusul pemecatan. Ini semena-mena, kecuali katong korupsi kah, atau apa kah yang bikin malu dan bikin rugi bank. Khan tidak, makanya katong gugat,” ujar Ny. Johanna Siauta kepada Kabar Timur, Kamis (20/12) usai persidangan kedua pasutri di Pengadilan Negeri Ambon.
Bersama sang suami, Paulinus Lodar, pegawai pemeriksa atau auditor keuangan pada Satuan Kerja Anti Fraud-SKAI PT Bank Maluku-Malut menggugat Plt Dirut Burhanudin Waliulu, Direktur Pemasaran Aletta da Costa, Ketua Tim Pertimbangan Hukum Jabatan Jacobis Leasa dan Kepala Divisi SDM Ingrid Sahusilawane.
Mereka empat orang pejabat bank ini dinilai mengeluakan kebijakan sepihak, yang bertentangan dengan UUD 1945 bahkan HAM Internasional.”Karena bertentangan dengan UUD 45 dan HAM, makanya pernikahan teman sekantor ini sekarang sudah dibolehkan oleh negara. Mahkamah Konstitusi sudah membolehkan,” terang Penasehat Hukum kedua penggugat, Korneles Latuny SH dari Kantor Advokat Anthoni Hatane dan Rekans.
Korneles menjelaskan, gugatan terhadap PT Bank Maluku dalam hal ini empat pejabat bank tersebut setelah kliennya memohon ijin melakukan pernikahan. Dalam permohonan ijin tersebut, juga disampaikan adanya putusan MK Nomor 13 Tahun 2017 yang bersifat inskonstitusional bersyarat. Sehingga UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tetap berlaku, yakni, pasal 153 ayat (1) huruf f, yaitu, “Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan".
Dari bunyi pasal tersebut, kata Korneles, itu berarti peringatan pertama, kedua, dan ketiga menyusul surat keputusan Direksi terkait skorsing sampai pemblokiran rekening gaji kedua kliennya adalah perbuatan tanpa hak, melawan hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum.
“Materi gugatannya bahwa Bank Maluku-Malut melakukan perbuatan melawan hukum. Lalu surat peringatan satu, dua, dan tiga kita bahkan kita sudah sampaikan legal opinion. Dalam gugatan, kita minta surat peringatan Ibu Johanna dan Pa Paul Lodar dicabut karena putusan MK tadi. Lalu kita minta mereka bisa kerja kembali. Juga surat pemblokiran rekening gaji tiga bulan milik ibu Johana dan Pa Paul dicabut,” terang Korneles.
Sekadar tahu saja, sebelum menikah 25 Mei 2018 lalu, pada tanggal 16 April Johanna Pieternella Siauta dan Paulus Lodar lebih dulu mengajukan permohonan ijin menikah. Tapi anehnya hingga jelang hari H pernikahan, tidak ada respon dari manajemen bank tersebut.
Juga tak ada pemanggilan terhadap kedua pasangan untuk membicarakan masalah ini, tapi pihak bank langsung mengeluarkan surat peringatan satu, dua dan tiga. Bahkan tak lama kemudian, surat skorsing dikeluarkan.
Tak hanya itu Bank Maluku selaku tergugat juga mengeluarkan surat pemblokiran terhadap rekening gaji kedua penggugat. Dan terhadap pemblokiran rekening gaji ini, kedua pegawai bank ini melalui kuasa hukum mereka itu, telah melapor ke Polda Maluku.
“Yang pasti kita sudah lapor tanggal 19 Desember kemarin, di bagian Reskrim Polda Maluku. Pemblokiran itu melanggar pasal 335 ayat (1) ke-1 dan pasal 415, 416 KUHP, terkait hak-hak ekonomi. Gaji itu sumber ekonomi keluarga klien kami,” akui Korneles Latuny. (KTA)
Komentar