Setelah RUPS, Direksi BM Diharapkan Lebih Profesional

Istimewa/Kabartimurnews

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Senin kemarin, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Bank Maluku-Malut digelar di Hotel Mandarin, Jakarta Pusat. Terkait hal ini Serikat Pekerja (SP) Bank Maluku mendesak pengurus bank pelat merah ini lebih profeional, termasuk menyikapi sejumlah skandal yang pernah terjadi.

“Yang kita heran ada skandal yang merugikan bank tapi tidak diatasi, sedang yang tidak merugikan malah dikejar hingga ranah hukum,” ujar Kuasa Hukum SP Bank Maluku Ode Abdul Mukmin, Senin (17/12) kepada Kabar Timur.

Sebut saja, kata dia, perkara pembelian lahan dan gedung kantor Cabang Bank Maluku di Surabaya. Ternyata dari hasil perhitungan OJK maupun BPK RI tidak ditemukan kerugian keungan negara.

Sementara kasus kredit macet Yusuf Rumatoras, dengan total mencapai Rp 14,5 miliar, yang diperkarakan hanya Rp 4 milir. “Lalu yang sisanya Rp 9 miliar lebih itu dikemanakan dananya? ikut dimakan Yusuf Rumatoras atau dimakan oleh siapa, kenapa tidak minta Kejaksaan usut?,” ujar Ode.

Ironisnya lagi, kata Ode, pengusutan perkara Reverse Repo Obligasi senilai Rp 238,5 miliar, hanya dua tersangka ditetapkan. Dari sisi pengembalian uang bank, kedua tersangka relatif sulit mengembalikan duit kerugian negara bernilai jumbo tersebut.

Menurutnya, jika pengurus bank lebih mengedepankan pengembalian uang ratusan miliar rupiah tersebut, sejak awal kasus ini dibawa ke ranah perdata. Di ranah perdata, kata Ode, peluang uang itu kembali lebih besar daripada di ranah tipikor.

“Itu kalau memang mantan Dirut Dirk Soplanit dan mantan Direktur Pemasaran Wellem Patty bilang tidak ada masalah di awal-awal transaksi, yang berarti ada perjanjian. Nah perjanjian itu khan harusnya dikejar, pertanggungjawaban PT AAA dan pengurus Bank Mauku seperti apa,” terang Ode.

Dia berharap dengan ditunjuknya Direktur Kepatuhan Bank Maluku yang baru, yakni Abidin, dalam RUPS kemarin, ke depan PT Bank Maluku-Malut lebih profesional mengambil kebijakan keuangan maupun hukum jika terjadi persoalan.

Menurut dia, jika pengurus bank salah mengambil langkah, banyak imbas negatif terjadi. Sebut saja, dengan diseretnya sejumlah pejabat bank ke meja hijau dengan sendirinya Bank Maluku kehilangan aset sumberdayanya sendiri.

“Katakanlah, Idris Rolobessy, Petro Tentua, Jack Manuhutu, ini aset SDM yang berharga. Butuh waktu lama untuk menghasilkan orang-orang seperti ini. Padahal dalam penilaian kami, Bank Maluku sebetulnya tidak rugi-rugi amat koh membeli aset di Surabaya itu,” ujarnya.

Sekadar tahu saja, kerugian atas transaksi Pembelian Lahan di Surabaya di tahun 2014, ternyata setelah disimpulkan hanya terjadi kekeliruan prosedur. Karena bank tidak melakukan proses negosiasi dan menggunakan appraisal independen. Tetapi berdasarkan Laporan Perhitungan Kerugian Keuangan Negara (LHPKKN) BPKP Provinsi Maluku ditemukan Kerugian Keuangan Negara sebesar Rp. 7,6 miliar.

Anehnya BPKP tidak pernah memeriksa Laporan Keuangan Bank di satu pihak. Lagi pula LHPKKN tersebut tidak pernah disampaikan atau dikoordinasikan dengan pihak Bank Maluku untuk dibukukan sebagai kerugian Bank.

Parahnya lagi, kerugian dimaksud tidak juga dikonsultasikan dengan pihak OJK dan Akuntan Publik yang sebelumnya melakukan audit atas uang senilai Rp 7,6 yang dianggap sebagai kerugian bank tersebut. Padahal sesuai ketentuan, BPKP wajib menyampaikan LHPKKN tersebut kepada BPK sebagai institusi yang berwenang menyatakan ada atau tidaknya kerugian negara. Tap nyatanya, LHPKKN BPKP ini tidak disampaikan kepada pihak manapun, kecuali kepada pihak Kejaksaan.

Yang lebih aneh lagi, berdasarkan temuan BPKP, pihak yang diketahui menerima uang adalah Izaac Thenu (mantan Direktur Kepatuhan) dan Almarhum Freddy Donald Sanaky (mantan Kepala Divisi Umum dan Hukum). Tapi ternyata yang dijadikan tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Maluku adalah Idris Rolobessy, Petro Tentua dan Jack Manuhutu. (KTA)

Komentar

Loading...