19 Tahun Tanpa Raja, Saniri Liang Desak Bupati Percepat Raja Definitif

KABARTIMURNEWS.COM, MASOHI - Setelah mengalami kekosongan jabatan Raja Negeri Liang selama 19 tahun lamanya, masyarakat negeri adat di Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) itu berharap agar bupati setempat segera mempercepat proses pengangkatan dan pelantikan Raja Liang yang definitif. Bupati Malteng, Tuasikal Abua, saat ditemui perwakilan saniri dan tokoh masyarakat Negeri Liang, berjanji akan mempelajari kembali proses yang sudah dilakukan oleh Saniri Negeri Liang, dan akan segera menindaklanjutinya.

Umar Wael, perwakilan Saniri Negeri Liang saat bertemu bupati mengatakan, sesuai mekanisme pencalonan raja yang telah dilakukan pihaknya sejak September 2017 lalu berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Malteng Nomor 03 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pencalonan, Pemilihan dan Pelantikan Kepala Pemerintahan Negeri, maka proses yang dilakukan pihaknya sudah final, tinggal ditindaklanjuti saja oleh Pemkab Malteng.

“Proses verifikasi calon Raja Liang sudah selesai dilakukan oleh saniri sesuai amanat Perda 03, mulai dari tahap pendaftaran hingga berakhirnya tahapan itu. Dari awal pembukaan pendaftaran hingga penutupan, hanya ada tujuh calon yang mendaftar, dan setelah diverifikasi tinggal satu calon raja dari mata rumah parentah Hulan Latu Abubakar Samual yang dinyatakan memenuhi syarat menjadi raja,” ungkap Umar dihadapan Bupati Malteng di ruang kerjanya di Masohi, Kamis (22/11).

Menurut Umar, sesuai dengan mekanisme yang telah diatur oleh Perda 03, maka satu orang calon yang telah dinyatakan memenuhi syarat seharusnya langsung diproses menjadi raja definitif. Apabila hal ini dibiarkan berlarut-larut, maka meninggalkan kesan yang tidak baik di tengah-tengah masyarakat.

“Kami sangat berharap ada kebijaksanaan dari pak bupati agar masalah ini jangan berlarut-larut dan terkesan tidak ada kepastian hukum, sehingga membingungkan masyarakat. Padahal proses yang dilakukan saniri sudah sesuai ketentuan Perda dan aturan hukum lainnya,” ujarnya.

Ia mengakui, memang ada oknum saniri negeri yang sengaja melakukan gerakan di luar mekanisme saniri yang sudah berjalan. Tujuannya, kata Umar, adalah ingin menghambat proses saniri yang sudah dilakukan dan disepakati.

“Saat proses verifikasi terhadap para calon raja, oknum saniri ini juga ikut didalamnya. Parahnya diluar keputusan saniri atas proses verifikasi yang sudan dilakukan, oknum saniri ini malah mau meloloskan calon yang tidak penuhi syarat, dan dipaksakan untuk menjadi raja. Seharusnya untuk kepentingan negeri yang lebih besar, kita harus melepaskan segala kepentingan pribadi dan golongan, apalagi sampai menciderai Perda dan proses yang sudah dilakukan oleh saniri,” tegasnya.

Di tempat yang sama, Tokoh Pemuda Liang, Guntur Rehalat, yang hadir dalam pertemuan itu menambahkan, kondisi ini menjadi semakin mengambang karena dia menduga Camat Salahutu dan Penjabat atau Carateker Negeri Liang juga ikut sengaja memelihara situasi tersebut dengan berlaku tidak netral. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan status quo mereka atas Negeri Liang.

“Saya menilai pak camat dan carateker terlalu memaksakan kehendaknya ke Saniri Negeri Liang untuk menyetujui Perneg (Peraturam Negeri) yang terkesan sepihak tanpa melalui pembahasan di tingkat saniri sebelumnya. Camat sendiri sengaja membuka ruang untuk masyarakat yang tidak setuju agar ke pengadilan bila tidak setuju, padahal petunjuk Perda sudah jelas. Ini artinya camat ingin memelihara konflik di masyarakat dengan adanya pemilihan raja ini, padahala landasan yuridis formil pemilihan raja ini sudah jelas adalah Perda,” ungkapnya.

Menurut Guntur, sebagai mantan praktisi hukum, tentu Bupati Malteng tidak akan menabrak regulasi Perda yang menjadi landasan yuridis formil dari proses raja yang sementara dilakukan. Dijelaskanya, Soa Parentah di Negeri Liang yakni Soa Sitanala, menaungi dua marga yakni Rehalat dan Samual. Namun untuk menjadi raja, lanjut dia, misalnya di marga Samual tidak semua orang bisa jadi raja karena sudah ada pembagian tugas. Misalnya, ada yang sebagai tukang, mengurus masjid, dan di pemerintahan.

“Masalah ini akan selesai bila semua orang memahaminya. Tidak mungkin tugasnya sebagai kepala tukang, kemudian dia mau menjadi raja, ini kacau namanya. Berarti kita juga telah menyalahi Perda. Misalnya bapak dan kakek saya tidak pernah jadi raja, bagaimana mungkin saya bisa jadi raja,” jelasnya.

Dia mencurigai, jangan sampai Camat Salutu dan Carateker Negeri Liang sengaja tidak melaporkan kondisi sebenarnya ke bupati, karena ingin mempertahankan status quo mereka. “Atau mungkin saja mereka tidak melaporkan sama sekali, sebab pak bupati orang hukum, dan pasti memahami posisi hukum dari kasus ini,” ujarnya.

Salah satu Tokoh Masyarakat Liang, H. Rahman Tis menyatakan, harapan terakhir masyarakat Liang ada di Bupati Malteng sebaga kepala pemerintahan di kabupaten. Ditegaskannya, apabila hasil verifikasi dan rekomendasi Saniri Negeri Liang tidak ditindaklanjuti, maka pihaknya tidak segan-segan mengerahkan massa untuk menduduki kantor desa, kantor camat dan kantor bupati.

“Karena itu kami minta masalah raja ini menjadi perhatian serius Pemkab Malteng,” tandasnya.

Menyikapi aspirasi masyarakat Negeri Liang tersebut, Bupati Tuasikal Abua yang didampingi Bagian Pemerintahan Pemkab Malteng meresponya dengan berjanji akan segera menindaklanjutinya. “Saya akan mempelajari proses ini, dan akan menindaklanjutinya,” jani Tuasikal.

DESAK GANTI CARATEKER DAN SEKDES

Selain meminta agar proses pelantikan Raja Liang segera dilakukan dalam waktu dekat, masyarakat Negeri Liang juga meminta Bupati Malteng menggantikan penjabat atau carateker Negeri Liang, Hasan Res Lestaluhu, yang saat ini rangkap jabatan menjadi carateker Negeri Tulehu. Lestaluhu dianggap gagal karena selama tiga tahun menjadi carateker Negeri Liang tidak mampu mengawal proses pemilihan dan pelantikan raja.

“Apakah Pemkab Malteng ini mengalami krisis SDM sampai Hasan Res Lestaluhu tetap dipertahankan meskipun sudah gagal, bahkan diberi kewenangan untuk memimpin dua negeri adat di Salahutu. Saya melihat dia hanya berorientasi pada proyek-proyek dana desa saja, dan tidak fokus pada tugas utamanya yakni menghadirkan raja definitif,” jelasnya.

Sementara itu, perwakilan masyarakat Jabir Wael mendesak agar bupati juga segera mencopot Sekretaris Negeri Liang, Yamin Soplestunny, sebab bersangkutan saat ini sudah resmi masuk sebagai calon anggota legislatif Provinsi Maluku dapil Maluku III (Maluku Tengah) dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

“Sesuai ketentuan hukum, saudara Yamin Soplestunny tidak lagi bisa menjalankan tugas sebagai sekretaris negeri karena sudah menjadi caleg, sebab yang bersangkutan setiap bulan menerima honor berupa dana intensif yang bersumber dari keuangan negara, dan itu tidak dibenarkan. Paling terpentig lagi, jangan sampai dia memanfaatkan program desa untuk sosialisasi politiknya,” ujar Jabir.

Ketua Komisi A DPRD Malteng, M. Nur Nukuhehe, yang ditemui perwakilan saniri dan masyarakat Liang di kediamannya, mengakui bila sudah saatnya carateker Negeri Liang diganti karena telah lalai dan gagal menjalankan tugas pokoknya sebagai carateker selama tiga tahun ini.

Dia mengakui, pernah dua kali pihaknya melakukan kunjungan kerja ke Negeri Liang, namun tidak pernah bertemu dengan carateker Negeri Liang di tempat. “Dua kali Komisi A DPRD Malteng ke Liang, namun tidak pernag ketemu dengan carateker. Pertama saat komisi di pimpin oleh Pak Wahid Laitupa, dan sekali setelah saya menjadi ketua komisi. Menurut saya, sudah saatnya carateker ini diganti,” tegasnya. (KIE)

Komentar

Loading...