Plh Sekda Malra Hambat Rekonsiliasi Pasca Pilkada

Ilustrasi

KABARTIMURNEWS.COM,LANGGUR-Jelang berakhirnya periodisasi pemerintahan daerah sebelumnya di Kabupaten Maluku Tenggara (Malra), Pemda setempat membuat kebijakan kontroversi. Dengan menunjuk Plh Sekretaris Daerah (Sekda) yang hampir purna tugas alias pensiun.

Tapi hal ini jadi isu tak sedap di publik Malra. Plh yang ditunjuk adalah Hironimus Rettobjaan, yang pada 30 September 2018 akan masuk masa pensiun. Selain itu, penunjukkan Rettobjaan, sarat kepentingan politik kelompok tetentu pasca Pilkada Malra lalu.

Praktisi hukum Malra, Melky Pranata Koedoeboen menilai penunjukkan Hironimus selaku Plh, semakin membangun imej, Pemda Malra masih ingin mempertahankan “status quo” yang sebetulnya sudah berakhir pasca Pilkada.

Pasca kemenangan paslon Taher Hanubun-Petrus Beruatwarin di Pilkada Malra, mestinya rejim Pemda sebelumnya menunjukkan ittikad baik untuk rekonsiliasi politik demi pembangunan Malra ke depan.  “Ini khan massa transisi, Pemda Malra harus tetap on the track, atau tetap pada visi misi membangun Malra. Ingat loh Plh bukan Plt atau pelaksana tugas, maknanya beda menurut undang-undang. Pemda Malra mesti profesional dan proposional soal penunjukkan Plh Sekda,” ingat Koedoeboen melalui telepon selulernya, tadi malam.

Menurut dia, sesuai mekanisme hirarki Organisasi Perangkat Daerah (OPD) sudah cukup dengan menunjuk Asisten I Setda Malra yang membidangi Pemerintahan Daerah selaku Plh. Yang bertugas untuk menjembatani proses alih transisi pemerintahan saat ini yang akan berakhir Oktober 2018 nanti. “Kenapa harus cukup dengan Plh Sekda? karena waktu yang sudah mendekati masa jabatan periodesasi Bupati 2013 - 2018, yang jatuh pada tanggal 30 oktober,” katanya.

Di lain sisi, ada aturan yang mengikat, yaituPP Nomor 11 tahun 2017 tentang manajemen pegawai negeri sipil pasal 107 huruf (c). Dimana muatannya jelas terkait kriteria yang harus dipersiapkan bagi Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama atau Sekda.

Sementara penunjukkan Hironimus Rettobjaan, ujar dia, improsedural. Pasalnya, selain batas usia yang tidak lagi memungkinkan, yang bersangkutan belum pernah mengikuti Diklat PIM II. “Dalam perspektif hukum tata negara sudah tidak profesional dan proposional bahkan cenderung meninggalkan bom waktu bagi pemerintahan yang akan datang” ingatnya.

Menurutnya, jika Plh Sekda tetap dijabat Rettobjaan, dia yakin proses transisi pemerintahan yang diharapkan mampu mempersiapkan pemerintahan yang jauh dari konflik interest di periode berikut, hanya obsesi.

Sebab Plh Sekda mestinya sosok yang mampu berkomunikasi intensif dan menjembatani kepentingan pemerintahan sebelumnya dengan yang baru. Khususnya dalam hal tata kelola pemerintahan yang lebih bermartabat dan berwibawa hingga saat serah terima jabatan nanti.

“Yang saya khawatirkan akan terjadi conflict of interest. Yang kalah Pilkada benar-benar belum mengakui kekalahan. Padahal pasangan Bupati-Wakil Bupati yang baru t erpilih ingin hal itu dihindarkan, mereka ingin rekonsiliasi,” ujar Koedoeboen.

(KTA)

Komentar

Loading...