Dugaan Rekayasa Perkara Silooy Oleh Jaksa Terkuak
KABARTIMURNEWS.COM,AMBON-Kejanggalan perkara dugaan korupsi TPAPD Kabupaten SBB di masa pemerintahan Bupati Jacobus Puttileihalat makin terkuak. Terdakwa mantan Kepala BPMPD Roenaldo Silooy mengungkapkan adanya dugaan permainan jaksa penyidik dalam perkara ini.
Kepada Kabar Timur, Kuasa Hukum terdakwa, Yustin Tuny mengungkapkan, dugaan rekayasa fakta oleh jaksa penyidik sudah terlihat di awal penyelidikan kasus tersebut. Ketika Laporan BPK RI merekomendasikan Pemda Kabupaten SBB meminta para raja mengembalikan duit yang diambil dari kucuran ADD tahun 2015 tim penyidik Kejari Piru malah menolak pengembalian dilakukan.
“Tim penyidik Kejari Piru tolak. Nanti pada saat pemeriksaan kasus barulah pengembalian TPPAD itu diterima. Ini artinya, Kejari bukan mencegah korupsi, tapi mencari-cari kesalahan orang, supaya dapat uang perkara,” cetus Yustin kepada Kabar Timur, Senin (24/9).
Menurutnya, penolakan pengembalian uang oleh penyidik bisa dinilai sebagai bagian dari kriminalisasi. Ada peluang dikembalikannya uang negara akibat perbuatan hukum seseorang, namun hal ini tidak dipergunakan oleh penyidik.
Berdasarkan keterangan para saksi dalam persidangan di bawah sumpah, termuat dalam Putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Ambon Nomor: 09/Pid.Sus/TPK/2017/PN.AB halaman 69 sampai dengan 74. Dijelaskan, saksi Emil Rumalatu mengaku ada oknum penyidik bilang jangan kembalikan uang dulu nanti setelah diperiksa baru kembalikan uang. Tapi saksi diam-diam telah mengambalikan pinjaman ke kas daerah sebesar Rp. 12. 300.000.000. Selain itu saksi Benoni Haurissa juga mengaku, penyidik yang sama bilang jangan kembalikan uang dulu. Tapi faktanya saksi mengembalikan semua pinjaman ke kas daerah sebesar Rp. 12,3 juta melalui jaksa lainnya, Meggie Parera.
Sementara saksi lain, Oktovianus Corputty telah berniat mengembalikan pinjaman dimaksud, sejak Januari 2016. “Tapi lantaran ada pernyataan jangan pengembalian dulu nanti diperiksa baru dikembalikan, maka tidak dikembalikan,” beber Yustin.
Menurutnya, fakta yang terungkap di persidangan, menjadi dasar bagi pihaknya selaku kuasa hukum Roenaldo Silooy mengajukan kasasi di Mahkamah Agung RI. Hukuman untuk Roenaldo Silooy akhirnya diperberat Hakim Pengadilan Tinggi Ambon, dari vonis 1,6 tahun denda Rp 200 juta di tingkat Pengadilan Tipikor Ambon menjadi 4 tahun, denda Rp 50 juta.
Usut punya usut, setelah perkara ini dibedah Yustin, ditemukan kejanggalan ketika perkara ini bergulir di tingkat penyidikan Kejari SBB. Yaitu, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari BPK RI merekomendasikan supaya para raja mengembalikan uang sesuai petunjuk BPK. Hal itu sudah dilaksanakan, sehingga potensi kerugian negara sebetulnya tidak ada lagi.
Tapi nyatanya JPU merangkap jaksa penyidik Kejari SBB Gino Talakua tetap menyeret Silooy ke meja hijau.
Sekadar tahu saja, perkara yang membelit Reinaldo Silooy sebagai akibat kebijakan “bagi-bagi duit” Bupati SBB Jacobus Puttileihalat. Pemda Kabupaten SBB didemo puluhan kepala desa dan raja karena tunjangan mereka tidak dibayar. Puttileihalat mengambil kebijakan, Alokasi Dana Desa dipergunakan untuk membayar tunjangan tersebut. Namun BPK RI dalam hasil audit LHP-nya, merekomendasikan Pemda SBB mengembalikan duit tersebut.
“Uang yang jadi potensi kerugian negara sudah dikembalikan. Tapi Roenaldo Silooy digiring sampai pengadilan,” kata Yustin.
Menurut Yustin, dalam perkara terkait duit ratusan juta yang diambil dari kas daerah tahun 2015 ini jaksa penyidik cuma mengejar target. Namun satu tahapan penting penanganan kasus korupsi diabaikan.
Yaitu, rekomendasi LHP BPK RI dibaikan lalu penyidik merekayasa fakta seolah uang belum dikembalikan oleh para raja. Menurut Yustin, jaksa penyidik telah melakukan tebang pilih kasus, karena mengiming-imingi uang perkara sebagai imbalan.
“Pertanyaannya, berapa uang negara yang sudah dikeluarkan mulai dari tingkat penyidikan sampai pelipahan perkara ini di pengadilan? Menurut kami ini justru yang jadi kerugian negara,” ujar Yustin.
Dia menilai Kejari SBB menganulir LHP Keuangan Pemda SBB Tahun Anggran 2015 itu disengaja. Yakni pada Buku III LHP Atas Kepatuhan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Nomor: 11.C/HP/XIX/.AMB/06/2016 tanggal 21 Juli 2016.
Berdasarkan LHP BPK RI Wilayah Maluku, Tanggal 21 Juli 2016 BPK merekomendasikan Bupati Seram Bagian Barat saat itu dijabat oleh Jacobus F. Puttileihalat, agar pertama, memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada Kepala BPMPD selaku pengguna anggaran yang lalai dalam melakukan pengendalian dan pengawasan. Kedua, memerintahkan kepada Kepala BPMD untuk (1) memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada bendahara pengeluaran yang kurang cermat dalam melaksanakan tugasnya. (2) Mempertanggungjawabkan sisa dana sebesar Rp. 108.300.000,00 dengan menyetor ke kas daerah. (3) Meminta kepala desa terkait untuk menyetorkan penghasilan tetap kepala desa ke Kas Daerah sebesar Rp. 1.497. 900.000,00- sesuai hasil LHP BPK RI.
Dikatakan, berdasarkan LHP BPK RI, kemudian ditindaklanjuti oleh Bupati SBB, Jacobus F. Puttileihalat dengan mengeluarkan Surat Perintah Nomor: 700/144.4 Tahun 2016, Tanggal 11 Juli 2016 Kepala BPMPD saat itu dijabat oleh Donald J. de Fretes, S.Sos dimintakan untuk, (1) memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada bendahara yang tidak cermat melaksanakan tugasnya, (2) mempertanggungjawabkan sisa dana sebesar Rp. 108.300.000,00 dengan menyetor ke kas daerah. (3) meminta kepala desa terkait untuk menyetorkan penghasilan tetap kepala desa ke Kes Daerah sebesar Rp. 1.497. 900.000,00-
Tapi yang menjadi pertanyaan selaku Kepala BPMPD Seram Bagian Barat, Donald J. de Fretes menindaklanjuti surat tersebut ataukah tidak, karena berdasarkan dokumen terdakwa, Roenaldo Silooy bahwa Donald J. de Fretes, S.sos tidak pernah terlihat atau dimintai keterangan sabagai saksi untuk mempertanggungjawabkan surat perintah bupati tersebut,” tutur Yustin.
Ditambahkan, Pemkab SBB Ispektorat Daerah yang dijabat oleh Ir. A.P. Titawano, Tanggal 1 Maret 2017 menyurati Kepala BPMPD Kab SBB Nomor: 700/21/2017, perihal Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan BPK RI tahun 2015 yang pada intinya meminta Kepala BPMPD untuk memerintahkan Kepala Desa/Raja untuk mengembalikan/menyetorkan ke Kas Daerah bagi yang belum melaksanakannya berdasarkan rekomendasi BPK RI Tahun Anggaran 2015 atas dana TPAPD.
Selanjutnya pada 6 Maret 2017, Kepala Dinas BPMPD Kab SBB saat dijabat oleh, Drs. Reonaldo Silooy menyurati Camat se-Kabupaten Seram Bagian Barat yang bersifat Segera, Perihal Pemberitahuan, intinya meminta kepada Camat se-Kabupaten Seram Bagian Barat untuk memberitahukan kepada kepala Desa/Raja yang sampai dengan tanggal 6 Maret 2017 belum mengembalikan TPAPD ke Kas Daerah. Tindak lanjut LHP BPK RI secara berjenjang telah dilakukan dan faktanya seluruh pinjaman kepala desa telah dikembalikan.
Menurutnya, setelah mempelajari berkas Roenaldo Silooy, Kejaksaan maupun Pengadilan yang pernah memperkarakan dan mengadili terdakwa telah bertindak keliru. Karena alasan itu, berdasarkan bukti hukum yang ada, terdakwa, Roenaldo Silooy telah menyatakan kasasi serta telah memasukan memori kasasi ke Mahkamah Agung.
Yustin menyatakan, bukan hanya memasukan Memori Kasasi, tetapi berdasarkan bukti hukum pihaknya akan mengambil langkah hukum untuk membuka tabir penanganan kasus ini secara terang benderang, transparan. “Dan biarlah publik yang menilai, apakah terdakwa, Roenaldo Silooy melakukan tindak pidana korupsi dan merugikan keuangan Negara atau proses yang keliru oleh Kejari Piru. (KTA)
Komentar