Kejari Bidik Tersangka Lain Korupsi Panwas Malteng

Ilustrasi

KABARTIMURNEWS.COM,AMBON- Kasus korupsi dana hibah Panitia Pengawasan Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Maluku Tengah tahun 2017, berlanjut. Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Malteng kembali membidik tersangka lain di kasus korupsi dana hibah sebesar Rp75 juta tersebut.

Penyidikan kembali dilakukan berdasarkan fakta persidangan terhadap terdakwa Jhon Richard Wattimuri, mantan bendahara Panwas Malteng yang telah divonis bersalah selama 2 tahun penjara pada 1 Agustus 2018.

Kepala Kejari Malteng, Robinson Sitorus, mengaku telah menandatangani Surat Perintah Penyidikan (Sprindik). Tujuannya, untuk menelusuri kemana lagi aliran dana hibah puluhan juta rupiah tersebut bermuara. “Sprindik sudah saya tandatangani tadi (kemarin),” kata Sitorus yang dihubungi wartawan melalui telepon genggamnya, Selasa (14/8).

Setelah ditandatanganinya Sprindik, penyidikan kasus korupsi sebesar Rp75 juta dari total anggaran Rp10 juta itu, resmi berjalan. “Penyidikan sudah dimulai untuk menyelidiki apakah ada tersangka lain di kasus ini,” ungkap Sitorus.

Untuk diketahui, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Ambon menjatuhkan hukuman pidana 2 tahun penjara kepada Jhon Richard Wattimury, mantan Bendahara Panwas Pilkada Kabupaten Malteng, Rabu (1/8). Wattimury terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dana hibah Panwas Pilkada Malteng tahun 2017 sebesar Rp75 juta dari total anggaran Rp10 miliar.

Terdakwa juga didenda Rp 50 juta subsider satu bulan kurungan, dan diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 75 juta, subsider tiga bulan kurungan. “Menyatakan perbuatan terdakwa Jhon Richard Wattimury terbukti melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” ucap Ketua Majelis Hakim Jimmy Wally saat membacakan amar putusan yang didampingi dua hakim anggota Herry Leliantono dan Felix R. Wiusan.

Diberitakan sebelumnya, beberapa saksi dalam persidangan, diantaranya mantan Kasek Yanti Nirahua dan Klara Soukotta, telah membeberkan kejahatan Ketua Panwas Pilkada Malteng Stenly Melissa. Namun dalam perkara ini, Jaksa tidak menetapkannya sebagai tersangka.

Menurut saksi Yanti Nirahua, Stenly Maelissa adalah orang yang paling bertanggung-jawab dalam pengelolaan dana hibah Panwas Pilkada Malteng tahun anggaran 2016-2017, mulai dari penggunaan hingga pembelanjaan mobiler diatur berdasarkan petunjuk dan kebijakan Stenly Maelissa selaku pimpinan Panwas saat itu.

Yanti mengaku, kalau dirinya hanya dipercayakan untuk tanda-tangan setiap kwintansi yang disodorkan eks Komisioner Panwas Malteng. Sedangkan untuk pengelolaan dan penggunaan anggaran dana hibah pengawasan Pilkada Malteng 2016-2017 merupakan kewenangan Komisioner Panwas.

“Saya hanya tahu soal tanda-tangan, kalau soal pengelolaan anggaran ada pada Komisioner Panwas Malteng dan yang paling bertanggung-jawab dan memiliki andil penting adalah Stenly Maelissa,” ucap Yanti Nirahua saat memberikan kesaksian.

Sementara saksi Klara Soukotta menjelaskan, honornya selama Juni-Desember 2017 kurang lebih Rp17 juta diambil oleh eks Ketua Panwas Malteng Stenly Maelissa. “Awalnya honor kami Rp1 juta tetapi sesuai edaran Bawaslu, honor kami dinaikan menjadi Rp2,5 juta. Sejak honor dinaikkan saya tidak lagi mengambilnya. Karena sudah diambil eks Ketua Panwas Stenly Maelissa,” akui Soukotta dalam sidang itu.

Ia mengatakan, pada 2017 lalu Komisioner Panwas Malteng mendapat empat tiket untuk menghadiri acara penyerahan Bawaslu Awards di Jakarta. Namun kenyataanya, yang berangkat ke Jakarta berjumlah 17 orang, termasuk istri Stenly Maelissa.

“Setahu saya keberangkatan mereka ke Jakarta waktu itu menggunakan uang dari anggaran pengawasan Pilkada Malteng 2016-2017 itu. Karena saat itu, tiket keberangkatan ke Jakarta hanya untuk empat orang saja,” tutur Soukotta.

Sebelumnya dalam sidang lanjutan, JPU Kejari Malteng menghadirkan dua saksi, yakni eks bendahara Panwas Muhamad Safar Tuasikal dan bendahara aktif pejabat pelaksana keuangan daerah pada dinas PPKAD Malteng, Hasni Saleh.

Dihadapan majelis hakim, Tuasikal mengungkapkan, penggunaan anggaran untuk setiap pembelanjaan baik itu mobiler, pembayaran honorer staf panwas dan penyewaan mobil dilakukan atas perintah dan persetujuan eks Ketua Panwas Stenly Maelissa bersama dua rekannya, Ahmad Latuconsina dan Yohana Latuloma. “Kalau urusan anggaran itu kewenangan dan tanggungjawab tiga komisioner. Uang yang dikeluarkan harus atas perintah mereka,” terangnya.

Selama menjabat bendahara tahun 2016, anggaran Panwas sebesar Rp 6 miliar itu dicairkan sebanyak dua kali. Tahap pertama Rp 4 miliar dan tahap kedua Rp2 miliar. Dalam RAB anggaran sebesar Rp6 miliar itu sebagianya dipakai untuk menyewa mobiler, gedung dan mobil. Namun realisasinya ternyata sejumlah mobiler itu bukan disewakan tapi dibeli.

Saksi mengaku, eks Ketua Panwas juga sempat meminta uang Rp 50 juta untuk penyewaan gedung, tapi kenyataan tidak ada gedung. “Jadi semua penggunaan anggaran mulai dari pembayaran, staf panwas pembelian lainnya atas perintah Ketua Panwas,” pungkasnya. (CR1)

Komentar

Loading...