Selain Bos Tiga Ikan, Jaksa “Kunci” Tersangka Lain
KABARTIMURNEWS.COM,AMBON - Berbeda dengan kasus dugaan korupsi proyek drainase di Dobo, Kabupaten Kep Aru, yang ditangani Polres Aru, yang hingga kini belum ada progres “naik kelas.” Sementara proyek serupa di Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB), oleh Kejari Saumlaki telah kontraktor proyek dimaksud telah resmi menyandang status tersangka.
Lokasi proyek Drainase di Kabupaten MTB di Desa Sifnana dianggarkan tahun 2015 dengan Rp 9 miliar rupiah, termasuk didalam anggaran rekondisi jalan Rp 1.030.000.000. Dana rekondisi jalan telah cair seratus persen, kendati hingga kini proyek tersebut tidak dilaksanakan.
Sebagaimana diberitakan, Kabar Timur, Bos PT Tiga Ikan, Hendro Wibisono alias Bisiong selaku pelaksana kerja proyek drainase resmi ditetapkan jaksa tersangka. Status tersangka Bisiong diungkap Kejari MTB Frankie Son Laku di Saumlaki.
Hanya saja, informasi lain yang diperoleh Kabar Timur menyebutkan, selain Bisiong, jaksa juga telah menetapkan salah seorang pejabat yang bertanggung jawab atas proyek tersebut status tersangka, kendati oleh jaksa masih “dikunci” untuk dipublikasikan.
“Sudah ada tersangka lain selain kontraktor. Tapi informasi ini masih “dikunci” rapat oleh penyidik,” ungkap salah seorang sumber di Kajari MTB, di Saumlaki, kepada Kabar Timur, Jumat, kemarin. Menurut dia, kasus Drainase akan terang benderang pada waktunya. “Ikut saja perkembangannya terus, semua akan terbongkar,” beber sumber itu.
Diberita sebelumnya, Kajari mengaku, pemeriksaan atas dugaan kasus tipikor itu dilakukan sejak awal 2018 dan setelah dilakukan penyelidikan, jaksa menyimpulkan telah terjadi perbuatan tindak pidana korupsi dibuktikan dengan dua alat bukti.
Jaksa menjerat tersangka dengan pasal berlapis yakni pasal 2 Undang Undang Tipikor Nomor 20 Tahun 2001, setiap orang melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi yang menyebabkan kerugian negara atau perekonomian negara diancam dengan hukuman penjara seumur hidup maksimal 20 tahun penjara atau minimal 2 tahun penjara dengan denda minimal Rp150 juta dan maksimal Rp1 miliar.
Selain itu, dikenakan pasal 3 UU Tipikor, setiap orang menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, sarana yang ada padanya karena kedudukan atau jabatan, menguntungkan diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi yang menyebabkan kerugian negara atau perekonomian negara diancam dengan pidana penjara minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun atau seumur hidup dan denda minimal Rp50 juta dan maksimal Rp250 juta.
“Kendati demikian, kami tidak melakukan penahanan kepada tersangka karena ketika kami naikan statusnya menjadi tersangka yang bersangkutan langsung mengembalikan kerugian negara sebesar Rp1.030.000.000,” kata Frenkie.
Mantan Kajari di Serui, Papua itu menjelaskan pula, saat tersangka mengembalikan total kerugian negara, tersangka berharap agar kasusnya dapat dihentikan.
Harapan tersangka itu tak dapat diterima oleh jaksa dan tetap proses hukum dilanjutkan sebagaimana ketentuan pasal 4 UU Tipikor yang menyatakan bahwa pengembalian kerugian negara untuk pasal 2 dan 3 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor itu tidak menghapus pidana, tetapi bersifat meringankan pada saat di pengadilan.
“Saya sudah nyatakan kepada tersangka bahwa roh dari UU Tipikor ini adalah bukan menyelamatkan seseorang, tetapi untuk menyelamatkan keuangan negara yang sudah telanjur dilakukan,” katanya pula.
Frenkie menambahkan dalam pengembangannya nanti, pihaknya akan mendalami keterlibatan pihak lain dalam kasus ini seperti konsultan pengawas, panitia lelang atau mereka yang berperan menandatangani SPB, SPM dan SP2D.
Dia memastikan bahwa tidak lama lagi akan dilakukan penyerahan tahap I, yakni penyerahan berkas dari penyidik kepada penuntut umum, dan jika selama 7 hari berkas-berkasnya dinyatakan lengkap maka diikuti dengan penyerahan tahap kedua dan selanjutnya dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor di Ambon.
(AN/KIE)
Komentar