Kodam Pattimura Turunkan Tim Bantu Suku Mausu Ane
KABARTIMURNEWS.COM,AMBON- Kodam 16 Pattimura turunkan Tim dengan bala bantuan makanan dan obat-obatan di Pedalaman Pulau Seram, membantu kelaparan dan busung lapar di daerah itu. Pemkab Malteng lambat.
Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) dinilai lamban dalam menangani bencana kelaparan yang melanda warga Suku Mausu Ane di pedalaman hutan Pulau Seram. Buktinya, Kejadian Luar Biasa yang merenggut 3 nyawa manusia itu, sudah diketahui sejak 15 hari lalu. Namun baru hari ini, bantuan makanan dan obat-obatan akan didistribusikan.
“Kalau dibilang lamban, bisa juga iya. Karena kejadian itu kan sudah di ketahui beberapa minggu yang lalu. Dan sampai saat ini bantuan makanan dari pemerintah belum masuk,” kata DR. Manaf Tubaka, seorang dosen sosiolog di IAIN Ambon, Selasa (24/7).
Menurutnya, Suku Mausu Ane merupakan salah satu Komunitas Adat Terpencil (KAT) di Pulau Seram. Pengenalan modernisasi mereka kecil lantaran hidup di pegunungan. “Ciri orang yang hidup di pegunungan itu yakni mereka tidak terlalu cepat mengadopsi perubahan,” terangnya.
Manaf yang dalam tesisnya mengupas mengenai suku Noaulu di Pulau Seram ini mengaku bahwa masyarakat adat yang masih hidup di pedalaman hutan Pulau Seram berpegang teguh dengan adat istiadat. Mereka hidup bersama alam sebagai identitasnya.
Meski begitu, tambah Dia, tidak serta merta mereka kemudian dikategorikan sebagai masyarakat primitif. “Lalu apakah mereka ini adalah masyarakat primitif? Saya kira primitif itu hanyalah klaim modernitas. Bagi mereka, hidup yang dialami saat ini masih sangat baik,” jelasnya.
Ia menduga, bencana kelaparan yang terjadi karena pemerintah kurang membuka akses keadilan. Meski hidup di tengah alam sebagai sumber kehidupan, tapi sebagai kaki tangan negara, pemerintah harus mendukung dan memperhatikan berbagai kebutuhan yang selayaknya.
“Entah soal MCK-nya, kesehatannya, pendidikannya, perumahannya dan lain sebagainya. Walaupun mereka hidup di alam sebagai sandaran hidup tapi mereka adalah bagian dari warga Indonesia yang butuh perhatian pemerintah sebagai perwakilan negara,” tandasnya.
Kasi Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Maluku Tengah, Syahril Tuakia, mengaku hari ini pihaknya akan mendistribusikan bantuan makanan diantaranya sembilan bahan pokok (sembako) dan sebagainya.
“Rencananya besok subuh (hari ini) baru kita bawa semua bantuan. Banyak bantuan yang akan dibawa seperti sembako, peralatan dapur, peralatan kesehatan dan lain sebagainya. Bantuan yang akan dibawa dari Pemda Malteng, dari UPD juga ada yakni Dinas Sosial dan Dinas Ketahanan Pangan Malteng,” ungkapnya saat dihubungi Kabar Timur dari Ambon, kemarin.
Berbeda dengan Pemkab Malteng, Kodam XVI/Pattimura merespon cepat menyuplai bantuan makanan dan obat-obatan, Selasa (24/7).
Mausu Ane merupakan suku pedalaman di hutan Seram, Gunung Morkelle. Mereka suku terasing yang tinggal di pengunungan yang hidup berpindah-pindah (Nomaden). Sebagian suku tinggal di daerah pinggiran perkampungan dan perkebunan masyarakat. Suku itu kelaparan dan kehabisan bahan makanan.
Menerima informasi tersebut, Pangdam 16 Pattimura, Mayjen TNI Suko Pranoto langsung bergerak. Dia perintahkan Dandim 1505/Masohi mengecek dan bertindak cepat mengirim personil membantu Suku Mausu Ane yang terserang kelaparan dan busung lapar tersebut.
Tim personil Kodim 1502/Masohi dan Koramil 1502-05/Wahai, menuju lokasi dimana suku tersebut tinggal. Tim Kodam Pattimura menempuh perjalanan darat selama delapan jam dari Kota Masohi. “Tidak ada masalah selama perjalanan membawa bantuan kemanusiaan,” kata Dandim 1502/Masohi, Letkol Inf. Harisandi Krishandoko, kepada Kabar Timur di Masohi, kemarin.
“Tim Kami sudah sampai disana. Kami terkendala terbatasnya sarana trasportasi. Saat ini kami baru salurkan bantuan wal berupa 40 kardus mie instant dan 44 karung beras. Bantuan itu kami serahkan kepada suku mausu Ane,” ungkap Dandim.
Suku Mausu Ane merupakan masyarakat terasing atau nomanden. “Mereka bisa ditemui harus melalui perantara salah satunya Raja negeri Maneo Rendah. Jadi kita ketuma dengan mereka melalui perantara pak Raja itu,” sebutnya.
Kendati begitu, kata Dandim, pihaknya telah melakukan kordinasi bersama Kepala Dusun Siahari, Anton Katipana dan pendeta Siahaya, guna mengambil langkah cepat memberikan dorongan logistik. “Sudah ada kesepakatan masyarakat suku Mausu Ane akan mengadakan pertemuan di Dusun Siahari dan mengambil bantuan tanggap darurat dari TNI, pada,Rabu, (25/7), hari ini,” bebernya.
Hal ini juga dibenarkan Kapendam Pattimura Kolonel Arm Sarkistan Sihaloho. “Masyarakat suku Mausu Ane akan mengadakan pertemuan di Dusun Siahari serta mengambil bantuan tanggap darurat dari TNI Rabu besok, pukul 11.00 WIT. Tadi (kemarin) sejumlah bantuan juga sudah kami bawa,” ujar Sihaloho.
Hal yang sama juga dilakukan Polda Maluku dengan mengirimkan anggota membawa bantuan sekaligus melakukan pendataan. “Telah dilakukan koordinasi dengan Kepala Desa atau Raja Maneo, bapak Nikolas Boiratan untuk mendiskusikan kebutuhan dan tehnis penyerahan bantuan termasuk apa yang dibutuhkan masyarakat,” ujar Kapolda Maluku, Irjen Pol Andap Budhi Revianto melalui pesan Whatsapp, kemarin.
Jauhnya perjalanan darat menuju Dusun Maneo membuat bantuan lamban tiba di pemukiman suku Mausu Ane. Adapun rute terdekat bisa dari sungai Tohaku dekat Polsek Seram Utara. Dari Kali Tohaku dapat ditempuh berkendara 3 jam dari Wahai dan 8 jam dari Masohi .
“Tim sudah melakukan proses pendataan, ada beberapa kepala keluarga di sana yakni Lehaha 15 KK, Lukailite 8 KK, dan Tehorana 20 KK,” katanya.
Setelah berkoordinasi, lanjut pemilik dua bintang ini, Polda Maluku memberikan bantuan berupa beras 1 ton, mie instan 200 dus, gula 100 kg, obat-obatan dan bantuan tenaga medis. Teknis penyerahan dari Polda Maluku melalui Kapolres Maluku Tengah bersama Sat Brimob. Mereka akan berangkat hari ini dan bertemu Kepala Desa Maneo di Desa Wai Muse. Selanjutnya bersama-sama ke lokasi untuk penyerahan bantuan di desa Siahari.
Selain itu, Polda juga melakukan koordinasi dengan stakeholder terkait agar penanggulangan insiden ini dapat ditangani secara terintegrasi. “Penyerahan nanti akan dilakukan di Desa Siahari pada Kamis (26/7) pukul 12.00 WIT,” tandas mantan Kapolda Sultra ini.
RELOKASI WARGA
Bencana kelaparan yang menyerang ratusan warga suku Mausu Ane ini telah terjadi sejak dua pekan terakhir setelah hasil perkebunan warga diserang hama. Akibat kejadian itu tiga orang warga dilaporkan meninggal dunia. Warga suku Mausu Ane diketahui belum bisa berbahasa Indonesia maupun bahasa Ambon, mereka hidup secara nomaden dan hanya bisa ditemui melalui perantaraan Raja Maeno.
Pemerintah Kabupaten Malteng berencana akan merelokasi ratusan warga suku Mausu Ane yang mendiami pedalaman Pulau Seram di wilayah pegunungan Murkele ke tempat yang lebih aman dan mudah untuk dijangkau.
Bupati Maluku Tengah Tuasikal Abua mengatakan, rencana relokasi ratusan warga suku terasing itu telah disampaikan kepada Kepala Desa (Raja) Maeno untuk disampaikan kepada warga suku terasing. “Saya sudah sampaikan rencana tersebut kepada Raja Maeno agar warga suku terasing itu mau dipindahkan,” kata Abua, kemarin.
Abua menjelaskan, sebelumnya pada tahun 2017 lalu saat musibah kebakaran melanda wilayah Pulau Seram dan ikut membakar lahan pertanian suku Mausu Ane. Pemda Malteng telah meminta agar warga direlokasi. “Namun mereka menolak pindah dengan alasan tidak mau meninggalkan tanah-tanah mereka, dan mereka juga takut jangan sampai ada perusahaan yang masuk mengelola tanah mereka,” ujarnya.
Relokasi akan dilakukan jika ratusan warga suku terasing itu dapat menyetujui permintaan pemerintah daerah. Menurut Abua jika warga setuju, Pemda Malteng akan membuka akses kesehatan dan perumahan bagi warga. “Tapi kendalanya mereka ini kan pola hidupnya nomaden, tidak tahu bahasa Indonesia jadi nanti kita tunggu hasil negosiasi Raja Maeno dengan mereka,” kata dia.
Pemda Malteng sedang mempersiapkan bantuan darurat untuk didistribusikan kepada warga. “Penanganan sudah jalan dan kita juga sedang menyiapkan bantuan bahan makanan dan obat-obatan untuk segera dibawa ke sana,” ujar bupati.
TANGGAP DARURAT
Ketua Umum Konsorsium Pemekaran Kabupaten Seram Selatan, Wahyudi Mirahadi Sanaky meminta Pemkab Malteng dan Pemerintah Provinsi Maluku untuk segera melakukan aksi tanggap darurat terhadap warga suku Mausu Ane yang berada di pedalaman Pulau Seram.
Hal itu dibutuhkan untuk mencegah bertambahnya korban jiwa akibat bencana kelaparan yang telah merenggut tiga nyawa.
Pemda juga diminta merelokasi warga suku Mausu Ane ke tempat yang mudah dijangkau sehingga memudahkan masyarakat dan pemerintah berinteraksi dengan mereka. “Bencana kelaparan yang terjadi disebabkan gagal panen karena tanaman mereka terserang hama. Ini membuktikan belum adanya perhatian pemerintah khususnya dinas pertanian atau perkebunan memberikan penyuluhan atau penanganan penyakit hama di pemukiman suku Mausu Ane. Persoalan ini terjadi karena sulitnya akses transportasi menuju pemukiman warga berada di pedalaman Seram,” ujarnya.
Relokasi di tempat yang layak dan mudah dijangkau menurutnya mendesak dilakukan agar ke depan, bencana kelaparan yang terjadi tidak terulang lagi. Diakui butuh kerja keras Pemda dan stakeholder untuk meyakinkan suku Mausu Ane untuk merubah kebiasaan mereka yang hidup nomaden tinggal menetap selama di suatu tempat yang layak.
“Pemda dan DPRD harus segera berpikir menyiapkan lahan pemukiman dan lahan pertanian di tempat yang layak untuk relokasi agar suku Mausu Ane meninggalkan pola hidup nomaden,” ujar Wahyudi.
Dengan adanya bencana kelaparan ini kata Wahyudi membuka mata publik, bahwa dana desa maupun alokasi dana desa belum merata atau sepenuhnya dinikmati masyarakat. “Dengan kondisi yang mereka alami saya sangat yakin, warga suku Mausu Ane belum merasakan sentuhan pembangunan dari ADD maupun dana desa,” ujarnya.
Karena itu, menurut dia, sudah saatnya Pemda Malteng memikirkan pemekaran dusun. “Karena dengan begitu dana desa dan ADD yang dikucurkan pemerintah pusat dan daerah dapat dinikmati sepenuhnya dinikmati oleh warga yang tinggal di pedalaman seperti ini,” ujarnya.
Jika saat ini mereka masih hidup secara nomaden atau berpindah pindah itu merupakan tanggung jawabnya Dinas Sosial untuk melakukan pembinaan terhadap mereka. “Melalui pembinaan bisa menyadarkan mereka untuk hidup di tempat yang layak. Tentunya Pemda harus menyiapkan infrastruktur dan fasilitas publik yang memadai guna menjadi rangsangan bagi mereka agar mau direlokasi,” ujar Wahyudi.
Minimnya akses pendidikan juga belum dirasakan sehingga suku Mausu Ane tidak dapat berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia. “Butuh koordinasi lintas sektoral (dinas) untuk membantu mereka mendapatkan pendidikan, kesehatan yang layak atau kebutuhan lainnya agar mereka tidak merasa termarginalkan,” tutup dia. (KT/CR1)
Komentar